Pendidikan Ciptakan Pribadi Munafik, Rektor UIN Yogya: Pelajaran Agama Harus Jadi Ujian Nasional

Pendidikan Ciptakan Pribadi Munafik, Rektor UIN Yogya: Pelajaran Agama Harus Jadi Ujian Nasional

TEBUIRENG, JOMBANG - Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Yudian Wahyudi mengkritik pola agama di sekolah formal. Dalam pandangannya, agama yang berlangsung selama ini mendorong peserta didik menjadi pribadi yang munafik.

"Pelajaran agama kita sangat minim dan tidak ada pertanggungjawaban. Walhasil, akan muncul persepsi bahwa pelajaran agama itu tidak penting. Anak didik kita pun terbentuk menjadi pribadi yang munafik," tuturnya di hadapan peserta seminar Kontekstualiasi Pemikiran KHM. Hasyim Asy’ari dalam Fenomena Global, Sabtu (30/7/2016).

Baca Juga: Di SMA Award 2024, Pj Gubernur Jatim Minta Konsisten Berprestasi Tingkat Nasional dan Internasional

Sebagai solusi, Yudian mengusulkan agar pemerintah memasukkan mata pelajaran agama ke dalam materi ujian nasional. Dengan masuknya mapel agama ke dalam UN, peserta didik akan merasakan bahwa memahami agama itu tetap relevan dengan masa depan mereka. "Sekarang ini, seorang anak yang nilai agamanya 10 sekalipun, akan menganggap tidak ada manfaatnya belajar agama karena bukan materi UN," imbuh alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan ini.

Ditanya tentang implementasi gagasannya, lulusan beberapa universitas ternama di Amerika Serikat ini menjelaskan empat tingkat dalam pendekatan pembelajaran agama yang perlu dirumuskan segera. Pertama,materi tentang dasar-dasar keyakinan dan doktrin ibadah masing-masing agama, diajarkan oleh guru yang seagama dengan muridnya.

Kedua, materi di bidang muamalah atau urusan kemasyarakatan dan interaksi sosial lainnya. "Materi ini juga harus diajarkan oleh guru yang seagama, untuk murid yang seagama," tutur pendiri Pesantren Nawesea, sebuah pesantren yang dikhususkan bagi mahasiswa pascasarjana.

Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat

Pada tingkat ketiga, materi pelajaran agama mulai membahas kebutuhan nasional, seperti korupsi dan terorisme, dari kacamata masing-masing agama. Materi ini tetap diajarkan oleh guru yang seagama kepada pemeluk agama masing-masing.

Pada tingkat keempat, pelajaran agama membahas kebutuhan nasional dari kacamata semua agama. "Doktrin agama yang telah dipelajari, dikaitkan dengan berbagai regulasi yang ada di negara kita. Dari situ, akan terbangun kembali agama sebagai penguat Pancasila. Karena, agama adalah ruh Pancasila," imbuhnya.

Yudian berharap, Menteri Pendidikan Muhadjir Efendy yang berlatar belakang aktivis Muhammadiyah dapat segera merumuskan persoalan itu. “Tanpa terobosan itu, saya khawatir anak didik kita akan semakin menganggap agama itu tidak penting,” pungkasnya.

Baca Juga: Tingkatkan Literasi Siswa, Khofifah Dorong Inovasi Digital di Perpustakaan

Dalam seminar yang dimoderatori Dr Sofiyullah Muzammil itu tampil juga sebagai pembicara Dr Miftahur Rohim, Wakil Rektor Unhasy Tebuireng yang lebih banyak menyoroti pemikiran Mbah Hasyim – panggilan warga NU terhadap Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’arti.

Seminar yang digelar oleh Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Tebuireng itu dihadiri oleh KH. Salahuddin Wahid(Pengasuh Pesantren Tebuireng dan Rektor Unhasy), KH. Abdul Hakim Mahfudz (Wakil Pengasuh Pesantren Tebuireng) dan KH. A. Hafidz Ma’shum (Ketua Yayasan Unhasy). (tim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO