Disdik Jombang Akui Pengadaan LKS Senilai Rp 9 M Tanpa Lelang, Diajukan ke Dewan tapi Ditolak

Disdik Jombang Akui Pengadaan LKS Senilai Rp 9 M Tanpa Lelang, Diajukan ke Dewan tapi Ditolak Salah satu LKS yang masih diperjual-belikan di Kabupaten Jombang. foto: RONY S/ BANGSAONLINE

JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Kasus pengadaan Buku dan LKS pada siswa SD Negeri di Jombang terus menggelinding. Jaringan mafia Buku yang melibatkan penerbit, pejabat dinas pendidikan setempat, forum Kepala Sekolah hingga guru bukan lagi isapan jempol.

Hal ini diakui salah satu guru SD yang enggan namanya disebut. Menurut sumber bangsaonline.com ini, mata rantai terbentuknya jaringan mafia buku bersumber dari Dinas Pendidikan setempat. Sebab, penerbit tidak akan bisa masuk ke sekolah-sekolah tanpa izin dari dinas pendidikan (Disdik).

Baca Juga: Terlibat Skandal Video Mesum, Dua Pejabat Disdikbud Jombang Diberhentikan

"Tidak mungkin lah kepala sekolah dan guru berani. Itu semua Disdik yang berperan," terang pria yang puluhan tahun mengajar SD ini, Senin (1/7). Ia menambahkan kehadiran penerbit ke sekolah dengan alibi bazar buku dan diberi tempat di lingkungan sekolah memang jamak terjadi dan sepengetahuan Disdik. Khusus untuk LKS pada tahun 2016 ini, memang telah dikondisikan oleh disdik. Draft tentang KKG (kelompok kerja guru) yang disahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Jombang menurutnya yang dijadikan payung hukum dalam pembuatan LKS tersebut. 

(BACA: Pengondisian Tender Pengadaan LKS Dibongkar, Guru SD Ungkap Bobroknya Sistem di )

"Semua peran aktif Disdik. Semua telah diatur mulai draft KKG yang dijadikan payung hukum hingga penunjukan penerbit untuk mencetak LKS buatan guru itu. Mustahil guru berani menunjuk penerbit sendiri untuk mencetak LKS," tambah sumber tersebut.

Baca Juga: Cegah Aksi Bullying pada Pelajar, Polsek Mojoagung Gelar Sosialisasi di Sekolah

(BACA: Bupati Jombang ‘Dibohongi’ Diknas Terkait Bisnis Pengadaan Buku LKS)

Hal ini juga dibenarkan sumber lain yang juga merupakan guru SD Negeri di Jombang. Menurutnya, ia merasa kesal dengan pernyataan Disdik yang terkesan lempar tanggung jawab terkait surat edaran pembelian buku panduan milik salah satu penerbit kepada siswa SD.

"Mereka (disdik) bilang akan tindak lanjuti terkait edaran (pembelian LKS), padahal jelas-jelas mereka tahu itu," sungut sumber ini.

Baca Juga: Hari Ibu, Ratusan Murid PAUD di Jombang Basuh Kaki Ibunda

(BACA: Mahasiswa Geruduk Polres Jombang, Tuntut Proses Hukum Dugaan Gratifikasi Pengadaan LKS)

Ia pun dengan tegas mengatakan ada fee yang diperoleh dari penerbit untuk setiap sekolah yang ditunjuk untuk memasarkan produk mereka. Fee itu sekitar 20 persen, dengan rincian 15 persen untuk forum guru, 5 persen untuk forum kepala sekolah. Sementara untuk Disdik langsung berurusan sendiri dengan penerbit.

"Yang pasti dapatlah, jumlah fee-nya di kisaran 20 persen khusus disdik," tegas sumber penuh kekecewaan dengan sikap Disdik yang terkesan cuci tangan. (BACA: Aktivis Desak Penegak Hukum Usut Dugaan Gratifikasi Pengadaan LKS di Diknas Jombang)

Baca Juga: Peringati Bulan Bahasa dan Panen Raya, SMPN 3 Peterongan Gelar Felis Setelah Vakum Dua Tahun

Terpisah, melalui Kepala Bidang Pendidikan Dasar Priadi mengakui adanya peredaran buku LKS (Lembar Kerja Siswa) di sekolah-sekolah. Keberadaan LKS tersebut diakui tidak bersumber dari APBD dalam penerbitannya. Hal itu dikarenakan DPRD setempat menolak penganggaran untuk buku tersebut.

"Kami sudah pernah mengajukan anggaran pengadaan buku LKS itu untuk sekolah agar ditanggung APBD. Tapi, tidak disetujui oleh DPRD," Kata Priadi.

Ia beralibi pengadaan LKS penting untuk menunjang bahan pembelajaran. Oleh karenanya, pihaknya mengajukan anggaran dalam APBD tahun 2016 untuk menerbitkan buku sendiri. Di samping itu, LKS yang selama ini beredar dinilai tidak sesuai kurikulum.

Baca Juga: Belasan Tahun, SD Negeri di Jombang Kekurangan Siswa, Kelas, dan Guru

"Semuanya berdasarkan hasil rapat evaluasi kami, pengawas dan UPTD. Kami juga mengetahui bahwa buku KTSP tahun 2006 sudah tidak ada di toko. Sehingga kami setuju untuk membuat bahan ajar (LKS, red) supaya guru bisa mengajar," tukasnya.

(BACA: Dewan segera Panggil Diknas Jombang, Tegaskan Larangan Bisnis Pengadaan LKS)

Namun ia membantah adanya intervensi dinas terkait penunjukan 5 perusahaan penerbit untuk mencetak LKS tersebut. Priadi kembali melempar tanggung jawab jika penunjukan 5 perusahaan tersebut merupakan inisiatif KKG sendiri.

Baca Juga: Dua Siswa Positif Covid-19, MAN 1 Jombang Lockdown Sepekan

"Itu yang menunjuk para guru yang tergabung dalam KKG, sepeser pun dinas tidak mendapat aliran dana apapun dari pihak penerbit," bantah Priadi. (BACA: Tidak Beli LKS, Siswa SD di Jombang Disisihkan)

Sebagaimana diberitakan, siswa SD di Kabupaten Jombang dipaksa membeli buku LKS (Lembar Kerja Siswa) oleh pihak sekolah yang diduga bekerja sama dengan penerbit. Tidak hanya LKS, siswa pun dibebani dengan membeli buku panduan belajar yang penerbitnya juga sudah ditentukan. Kebijakan inipun menuai keberatan dari sejumlah wali murid. Bahkan orang tua siswa harus berhutang kepada tetangga untuk melunasi biaya buku penunjang tersebut.

Padahal pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah menyampaikan larangan jual beli LKS sejak tahun 2008. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 2 tahun 2008 tentang larangan tenaga pendidik baik, guru, disdik, pemda secara langsung maupun tidak langsung menjual atau menjadi distributor buku sekolah baik buku paket maupun LKS.

Baca Juga: Dimakan Usia, Atap Ruang Kelas SDN Jombok Jombang Ambruk

(BACA: Aktivis Ancam Laporkan Diknas Jombang Terkait Dugaan Gratifikasi Pengadaan LKS)

Aturan tersebut tidak digubris. Pihak sekolah diduga bekerjasama berbagi fee (keuntungan) dengan penerbit. Sehingga dengan leluasa membagikan buku-buku panduan dan LKS kepada seluruh siswa.

Meski secara formal memberikan surat penawaran, namun siswa tetap diminta membayar uang buku yang sudah diberikan pihak sekolah tersebut.

Baca Juga: Tinjau Pembelajaran Tatap Muka, Bupati Jombang Minta Prokes Tetap Ditegakkan

Belum lagi dengan pengadaan LKS yang nilainya cukup fantastis. Mencapai Rp.9 Miliar. Modusnya para guru diminta menyusun LKS. Setelah tersusun, pihak disdik mulai menjalankan aksinya dengan menunjuk lima perusahaan (CV) penerbit untuk mencetak LKS buatan mereka. Tidak hanya itu, melalui UPT (unit pelaksana teknis) Dinas Pendidikan, seluruh sekolah diwajibkan membeli LKS buatan para guru tersebut.(rom/dio). (rom/dio)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO