Sejumlah BUMN Bakal Digabung, Sri Mulyani: Kondisi BUMN Memalukan

Sejumlah BUMN Bakal Digabung, Sri Mulyani: Kondisi BUMN Memalukan Sri Mulyani

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Menteri Keuangan, Indrawati menyayangkan minimnya perusahaan di Indonesia yang masuk dalam daftar Fortune Global 500. Ini menandakan pendapatan perusahaan-perusahaan di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain.

Menurutnya, baru PT Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara () yang masuk dalam daftar Fortune Global 500. Tentunya ini belum bisa mencerminkan keadaan ekonomi di Indonesia yang sudah menjadi anggota dari G20 dengan peringkat ke-16.

Baca Juga: Kucurkan Beasiswa, Cara Petrokimia Gresik Dorong Generasi Muda Tertarik Bertani

"Jadi sebetulnya agak memalukan sih kalau dilihat dari sisi perusahaannya. Karena ini dilihat dari ukuran pendapatannya," kata Sri di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (24/8) yang salah satunya membahas soal rencana penggabungan (holding) sejumlah .

Dia menambahkan, Indonesia bisa menargetkan untuk menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-6 di dunia pada tahun 2030. Namun, jika tidak ada perusahaan yang mampu mencerminkan keadaan ekonomi negaranya, maka hal ini akan menjadi persoalan yang besar.

Hingga tahun 2015, baru memberikan kontribusi kepada produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp 202 triliun. Sri berharap, angka tersebut bisa lebih besar lagi, mengingat pemerintah telah memberikan suntikan dana yang cukup besar kepada .

Baca Juga: Jokowi Resmikan Smelter Grade Alumina, Erick Thohir Paparkan Dampak soal Impor Alumnium

"Kita berharap suatu saat kita punya perusahaan yang bisa merepresentasikan ukuran ekonomi negara kita. Itu bukan sesuatu yang tidak mungkin, itu sangat mungkin. Hanya dengan mengkombinasikan keseimbangan ekonomi dengan budaya perusahaannya," imbuhnya.

Mengenai rencana penggabungan atau 'Holding' , memandang proses holdingisasi diperlukan dalam sebuah negara. Namun mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menegaskan, proses holdingisasi haruslah mengutamakan kepentingan pemegang saham minoritas.

"Dalam melakukan holdingisasi, good corporate governance (GCG) harus diperhatikan dan terutama adalah pemegang saham minoritas, dalam hal ini Publik. Mereka punya rights (hak) yang sudah ikut dari awal dan haruslah dihormati," ujarnya.

Baca Juga: Program TJSL Petrokimia Gresik Raih Platinum Award di Ajang 4TH TJSL dan CSR Award 2024

Menurut , proses holdingisasi haruslah memperhatikan aspek-aspek penting dan tidak terburu-buru. Terutama proses politik juga harus dipertimbangkan dengan matang.

"Kita harus cermati terlebih dahulu. Proses politiknya, proses financial-nya atau balance sheet perusahaan dan terutama corporate culturenya. Jangan sampai sosio-ekonomi dalam sebuah terganggu nantinya," tandasnya.

mengharapkan, dengan holdingisasi maka akan lebih efisien. Perusahaan yang senada haruslah bersinergi agar hulu dan hilir bisa sejalan. Dengan begitu, konteks holding ini, tak hanya sekadar berupa balanced exercise, yaitu hanya menggabungkan neraca korporasi.

Baca Juga: Petrokimia Gresik di Usia 52 Tahun, Dorong Kemajuan Pertanian dan Industri Kimia Berkelanjutan

"Kalau begitu gampang. Saya bisa minta ke CFO agar menaggabungkan neraca dengan neraca untuk jadi holding. Tapi harus bisa ciptakan value creation yang lebih besar," pungkas .

Sekadar informasi, rapat pembahasan wacana holding akan terus bergulir. Rencananya, Komisi VI DPR akan mengundang semua deputi untuk membahas ini tanpa melibatkan Menteri dan Menteri Keuangan.

Di sisi lain, reaksi mengenai rencana penggabungan sejumlah temasuk yang bergerak dalam bidang migas mulai bermunculan.

Baca Juga: Terima Audiensi Rumah BUMN, Pj Gubernur Jatim Ajak Berdayakan UMKM Tembus Pasar Ekspor

Dalam seminar "Arah Revisi UU dalam Memperkuat Perekonomian Nasional" yang diselenggarakan Kaukus Muda Indonesia (KMI) muncul rekomendasi Kemententerian diminta untuk menunda wacana holdingisasi sampai revisi Undang-undang (UU) selesai dibahas. Dengan demikian ada kejelasan payung hukum.

Diskusi itu menghadirkan anggota DPR Komisi VI, Arya Bima; ekonom senior yang juga bekas Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri; anggota BPK, Komisaris Jasa Marga, Refly Harun' dan Rektor Paramdina, Firmanzah.

Arya Bima pada kesempatan itu mengatakan, wacana holdingisasi sebaiknya menunggu hingga revisi UU selesai agar ada payung hukum yang jelas bagi keputusan nan strategis tersebut. Menurut politisi PDI Perjuangan tersebut, keputusan itu pastinya berpengaruh pada masalah struktur modal di .

Baca Juga: Bangun Ekosistem Berbasis Sinergi, Langkah SIG Dukung Proyek IKN

"Maka sejatinya holding itu adalah kewenangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Jadi bukan Kementerian . Kewenangan perubahan struktur modal adalah kewenangan Kemenkeu RI. Bukan Kementerian . Itu juga salah satu poin yang nanti akan dirubah di revisi UU ," ujarnya.

Dia menambahkan dengan core bisnis yang menyangkut hajat hidup orang banyak (semisal sektor energi), mutlak dan wajib hukumnya dikuasai oleh negara dan bukan badan usaha privat atau swasta.

"Yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti sektor energi, wajib dikelola dan dikuasai oleh Negara, tidak boleh swasta, karena dikhawatikan yang terjadi justru monopoli, dan itu bahaya," tegas Arya.

Baca Juga: Digna, Direktur Operasi Petrokimia Gresik Dinobatkan sebagai Dewi BUMN 2024

Hal senada disampaikan Faisal Basri bahwa rencana Menteri untuk membentuk Holding Migas, selain banyak menabrak aturan hukum ternyata hal itu tidak lazim dilakukan di dunia korporasi dan investasi.

"Dengan skema Holding dari Kementerian ini, PGN (Perusahaan Gas Negara/salah satu yang diakuisisi), tidak lagi berstatus sebagai , melainkan swasta murni yang tunduk sepenuhnya pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas," katanya.

Sementara Prof. Firmanzah berpendapat bawah wacana holding diperlukan pembahasan yang lebih komprehensif, mengingat hal ini masih baru dan bagaimana in-line dengan konstitusi yang ada dan pembagian peran masing-masing lembaga negara terkait.

Baca Juga: Ramaikan Mudik Asyik Bersama BUMN 2024, SIER Berangkatkan Pemudik Berbagai Tujuan

"Saya rasa niatannya untuk memajukan . Tinggal bagaimana pengaturan atau penyesuaiannya," ujar Staf Khusus Kepresidenan Bidang Perekonomaian era Presiden SBY ini.

Sebelumnya UU 19/2003 tentang dinilai mendesak untuk direvisi. Poin-poin yang menjadi kelemahan menurut banyak pengamat dan akademisi diantaranya adalah, tumpang tindihnya kewenangan dalam tata kelola (antara Kemen dengan Kemenkeu) serta UU ini yang dinilai tidak relevan guna menghadapi era pasar global.

Namun DPR sendiri hingga kini, belum dapat memastikan kapan pastinya revisi UU ini akan selesai, dan dapat segera dijadikan dasar hukum yang memayungi bidang paling strategis di negeri ini. (rmol/mer/kcm/tic/lan)

Sumber: rakyatmerdeka/merdeka.com/kompas.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Kiai Asep Minta Pajak Sembako Ditujukan Masyarakat Kelas Atas':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO