NGANJUK, BANGSAONLINE.com - Sidang dakwaan korupsi pengadaan kain batik dengan terdakwa mantan sekda Nganjuk, Masduqi yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, menyisakan persoalan. Masduqi bernyanyi jika dirinya hanya sebatas korban dan menyebut ada aliran dana ke Bupati Nganjuk Taufiqurrohman. Ghozali Affandi Kabag Humas Pemkab Nganjuk, lebih memilih tutup mulut ketika dikonfirmasi perihal tersebut.
Dalam sidang dakwaan, Masduqi didakwa terlibat dalam korupsi pengadaan kain batik untuk pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Nganjuk Tahun 2015, senilai Rp 6,2 milliar. Ada lima orang yang disebutkan telah memperkaya diri.
Baca Juga: Terbukti Potong Dana BOP Masa Pandemi Covid-19, Staf Kemenag Nganjuk Ditahan!
"Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Sunartoyo, Mashudi Satriya Santoso, Edy Purwanto yang dilakukan dengan secara melawan hukum memperkaya terdakwa Masduqi dan orang lain tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara kurang lebih sebesar Rp 3.286.121.650," kata Jaksa Penuntut Umum Eko Baroto di persidangan terdakwa Masduqi di kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jalan Juanda, Sidoarjo, Kamis (8/9).
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU, pihak yang mempunyai inisiatif pengadaan kain batik untuk PNS Pemkab Nganjuk Tahun 2015 adalah Taufiqurrohman-Bupati Nganjuk.
Bupati sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Nganjuk menelepon Kepala Bappeda Bambang Eko Suharto yang juga Sekretaris TPAD, dan memerintahkan untuk menyisipkan atau memasukkan anggaran belanja kain batik pada APBD 2015.
Baca Juga: Pejabat Jawa Timur Terjerat Kasus Jual Beli Jabatan: Ada Bupati Bangkalan dan Nganjuk
Kepala Bappeda menyampaikan perintah dari bupati ke Masduqi selaku Sekda yang juga Ketua TPAD. Dan juga menyampaikan ke Mukhasanah, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DP2KAD) Nganjuk.
Dari perintah bupati itu, maka disisipkan alokasi anggaran belanja kain batik tradisional sebesar Rp 6.262.000 ke APBD 2015. Penyisipan anggaran belanja batik itu juga mendapat pengesahan dari DPRD Kabupaten Nganjuk.
Usai persidangan, kepada sejumlah media Masduqi mengatakan, ada hal yang menarik dalam pelaksanaan belanja kain batik untuk PNS Pemkab Nganjuk. "Jadi anggaran Rp 6 milliar hanya dibelanjakan Rp 2 milliar. Saya dituduh, dicatat katanya saya dapat Rp 20 juta. Padahal saya itu loh nggak dapat," terangnya.
Baca Juga: Dugaan Kasus Korupsi Aset Desa, Majelis Hakim Tolak Eksepsi Mantan Kades Kemaduh
Ia menambahkan, dari pembelanjaan tersebut, Bupati Nganjuk menerima uang sebesar Rp.500 juta dan tercatat. Namun menurutnya, hingga kini tidak dilakukan penahanan terhadap Bupati Nganjuk sendiri. Belum lagi masih menurut Masduqi, adanya broker dalam pengadaan kain batik tersebut yang menerima Rp. 550 juta pun hingga kini masih bebas melenggang. "Saya Rp 20 juta dan tidak menerima ini malah ditahan. Wes pikiren dewe. (Silahkan dipikir sendiri)," kata Masduqi diakhir pembicaraannya.
Sementara Amir Burhanuddin, kuasa hukum Masduqi menambahkan, dari dakwaan yang disampaikan JPU sudah jelas uraian perbuatan orang per orangnya. Dari melihat dan meneliti dakwaan itu, bisa ditelusuri siapa yang mempunyai niat untuk merangkai kegiatan barang (belanja kain batik).
"Ini kan diawali dari telepon Bupati ke kepala Bappeda. Kemudian tiba-tiba dimasukkan anggaran. Turun lagi sampai ke penguncian spek, itu pun atas permintaan dan harus disetujui istrinya bupati. Semuanya sudah disampaikan jelas tadi dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum," kata Amir. Ia menambahkan, secara teknis, yang mengatur Sunartoyo bersama istrinya bupati. Sehingga menurut Amir, bisa ditarik siapa yang punya niat jahat serta siapa yang mengaktualisasi dalam perbuatan pidana tersebut.
Baca Juga: Terbukti Korupsi, Mantan Kepala Desa Pecuk Nganjuk Divonis 5 Tahun Penjara
Kabag Humas Pemkab Nganjuk, Ghozali Affandy yang dihubungi bangsaonline via telepon selular, jumat (9/9) lebih memilih aksi tutup mulut. Ghozali sempat mengangkat telepon namun segera dimatikan begitu tahu jika media yang menghubungi. Konfirmasi via pesan singkat pun tidak berbalas.(dtc/dio)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News