JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menutup kasus korupsi pada kasus dana talangan Bank Century dan kasus pemberian Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI), dikecam sejumlah anggota DPR RI.
Partai Gerindra mempertanyakan sikap Keputusan KPK yang tidak melanjutkan perkara korupsi tersebut lantaran kedua kasus tersebut masih punya peluang untuk diteruskan penyidikannya.
BACA JUGA:
- Rombongan Pendemo Bupati Sidoarjo di Gedung KPK Alami Kecelakaan di Tol Madiun, Satu Meninggal Dunia
- Gus Muhdlor Ditangkap KPK, Pj Gubernur Jatim Siapkan Pengganti
- Selalu Mangkir dari Panggilan KPK, Warga Sidoarjo Gelar Donasi dan Segel Rumah Dinas Gus Muhdlor
- Komitmen Berantas Korupsi, Pemkot Pasuruan Laksanakan Penandatanganan Pakta Integritas
"Yang pasti persoalan BLBI dan Century itu belum selesai. Kenapa tidak diselesaikan? Apa karena KPK tidak mampu. Jangan sampai sama seperti KPK tidak mampu mengungkap persoalan rumah sakit Sumber Waras," kata politisi Partai Gerindra, Muhammad Syafi'i, di gedung DPR, Jakarta, Rabu (14/9).
Gerindra mempertanyakan ada apa di balik penghentian dua kasus besar tersebut. KPK diharapkan tidak menjadi tempat perlindungan bagi pelaku koruptor.
"Pertanyaannya kan kita balik, apakah mereka bisa membuktikan tidak ada kerugian negara? Kalau kemudian mengatakan tutup buku karena waktu yang lama, itu kan bukan persoalan masyarakat, itu persoalan ketidakmampuan KPK. Harusnya deklarasi aja KPK tidak mampu,"? tutur anggota Komisi III DPR ini.
Sebagaimana diketahui, pada Selasa (13/9), pimpinan KPK menyatakan ada dua kasus besar yang ditutup buku atau dihentikan penyidikannya.
Pertama, kasus dana talangan kepada bank Century pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kedua, kasus dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) yang dikeluarkan pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Protes juga dilayangkan Anggota Komisi III DPR Asrul Sani. Dia mengaku akan meminta penjelasan dasar keputusan KPK menghentikan dua kasus besar tersebut. Menurutnya instrumen hukum tidak melanjutkan suatu perkara adalah deponering.
"Bukan KPK, apakah dia punya kekuasaan untuk deponering? Nanti akan kita tanyakan itu ke KPK dalam rapat kerja," ujar Asrul, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (14/9).