JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Manuver politik Golkar yang menyandingkan gambar Jokowi dengan kepala daerah mereka dalam spanduk-spanduk, memaksa anggota Komisi II DPR RI Arteria Dahlan angkat bicara. Menurutnya, jika adanya pembiaran, maka Golkar yang sudah mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi pada Pilpres 2019 bisa dianggap melakukan eksploitasi terhadap presiden.
Disampaikan Arteria, Peraturan KPU (PKPU) Kampanye, mengatur pelarangan penggunaan foto presiden dalam atribut yang digunakan pasangan calon di Pilkada. Arteria juga meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi pernyataan tegas.
Baca Juga: Hartono dari Fraksi PDIP Resmi Jabat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto 2024-2029
"Kesepakatan KPU, Bawaslu, Pemerintah (kemendagri) dan DPR RI secara aklamasi ini bersifat mengikat dan wajib hukumnya untuk dilaksanakan sebagaimana diatur dalam pasal 9 UU No 10 tahun 2016," ungkap Arteria Dahlan kepada wartawan, Kamis (15/9)
Arteria pun mengingatkan kepada seluruh calon kepada daerah untuk tidak memasang gambar atau foto Presiden Jokowi saat kampanye. Termasuk bagi tim sukses, partai pengusung, dan juga pendukung maupun relawan calon kepala daerah itu.
"Untuk tidak memasang foto Presiden untuk keperluan kampanye, karena itu secara terang dan jelas telah beririsan dengan pengaturan norma dalam konstitusi, melanggar serta bertentangan dengan UU Pilkada dan telah melanggar peraturan perundangan, khususnya PKPU yang tanggal 15 September ini disahkan," terangnya.
Baca Juga: Pascaputusan MK, PDIP Gresik Minta Bawaslu Tindak Pejabat dan TNI-Polri Tak Netral di Pilkada 2024
Dijelaskan pula oleh Arteria, pada Pasal 71 Ayat 1 UU 10/2016 tentang Pilkada secara tegas melarang pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, dan anggota TNI/Polri untuk membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan serta merugikan salah satu pasangan calon. Untuk itu ia meminta kepada KPU dan Bawaslu untuk mengawal dan melaksanakan aturan ini secara tegas.
"Melarang partai politik, pasangan calon yang memasang foto Presiden Republik Indonesia untuk keperluan penyelenggaran Pilkada pada semua tahapan dan khususnya tahapan Kampanye dengan modus dan alasan apapun juga," sebut Arteria.
Pihaknya berkesimpulan bahwa terpasangnya gambar Presiden Jokowi sebagai pejabat negara dalam bahan kampanye pasangan calon tertentu secara nyata telah menguntungkan pasangan tersebut dan berpotensi merugikan pasangan calon lainnya. Oleh karena permasalahan tersebutlah DPR RI membuat aturan norma di PKPU Kampanye.
Baca Juga: Umroh Pakai Hijab, DPR RI Minta Selebgram Transgender ini Ditangkap
Konsekuensi dari aturan itu, Arteria menyebut Jokowi harus memastikan bahwa keberadaan maupun kehadirannya di hadapan publik tidak berpihak atau imparsial. Ini sekaligus meyakinkan publik bahwa Jokowi tidak terlibat dalam kegiatan pendukungan secara terbuka terhadap pasangan tertentu.
"Konstitusi kita telah mengkonstruksikan bahwa presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan diposisikan sebagai figur pemersatu bangsa dan milik semua rakyat, semua golongan, semua kaum," tegas politisi PDIP itu. Jika kemudian yang bersangkutan dianggap partisan pendukung pasangan calon dan oleh karenanya dapat berimplikasi pengenaan sanksi pidana bagi Presiden.
Apalagi jika Jokowi terbukti menyetujui, membiarkan, atau tidak menyatakan keberatannya atas penggunaan gambarnya dalam bahan kampanye maupun alat peraga kampanye calon pasangan kepala daerah. Untuk itu ketegasan Jokowi dinilai Arteria sangat dibutuhkan.
Baca Juga: Pj Wali Kota Kediri Sampaikan Bela Sungkawa Atas Wafatnya Agus Sunoto Imam Mahmudi
"Saya pribadi menyarankan sebaiknya Presiden Jokowi segara memberikan sikap jelas dengan menolak penggunaan gambar dirinya oleh pasangan calon tertentu dalam Pilkada," sarannya. Langkah itu juga untuk memastikan agar tidak terkesan pembiaran ataupun keberpihakan terhadap salah satu pasangan calon kata Arteria di akhir pembicaraannya. (dtc/dio)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News