JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Prof Dr Mahfud MD mengaku sejak awal sudah mempertanyakan keberlanjutan kasus suap pembahasan Raperda reklamasi teluk Jakarta yang melibatkan Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma yang sering dipanggil Aguan.
Karena itu mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu kini tidak bisa lagi mengomentari keputusan KPK yang tidak memperpanjang masa cegah Aguan bepergian ke luar negeri yang akan berakhir besok.
Baca Juga: Terungkap, Gus Miftah juga Rendahkan Mahfud MD, Cak Nun, Ustadz Maulana dan Yati Pesek
"Ya apalagi, itu bagian dari pertanyaan itu semua. Saya tidak bisa komentari," jelas Mahfud dikutip Kantor Berita Politik RMOL pagi ini.
Seperti dilansir Tempo.co, KPK tidak memperpanjang status cekal terhadap Aguan. Keputusan itu diambil dalam rapat yang digelar pimpinan komisi antirasuah pada Kamis, ini. “Tidak diperpanjang,” kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, kepada Tempo, Kamis, 29 September 2016.
KPK melarang Aguan bepergian ke luar negeri sejak 1 April 2016. Sedangkan masa cegah-tangkalnya berakhir Sabtu, 1 Oktober 2016. Status cegah Aguan diberlakukan setelah KPK menangkap mantan Ketua Komisi Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Mohamad Sanusi. Sanusi dicokok karena menerima uang dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja.
Baca Juga: Mahfud MD: Seharusnya Polisi Tak Sungkan Periksa Budi Arie, karena Jantung Persoalan
Aguan dicekal berkaitan dengan kasus dugaan suap Sanusi untuk mengubah kewajiban pengembang pulau reklamasi membayar 15 persen dari nilai jual obyek pajak total lahan. Pembayaran ini disebut kontribusi tambahan.
Berdasarkan berita acara pemeriksaan terhadap Saiful Zuhri alias Pupung, anak buah Aguan, Saiful pernah diperintah Aguan untuk menghubungi Sanusi. Ia meminta Sanusi "mengamankan" rapat paripurna yang membahas rancangan peraturan daerah tentang reklamasi Teluk Jakarta.
Saat kasus tersebut pertama kali mencuat, pimpinan KPK menyebut perkara reklamasi bukti nyata dari grand corruption. Bagaimana korporasi mempengaruhi pembuatan UU. Bahkan KPK menyebut cukong-cukongnya.
Baca Juga: Luruskan Penyebutan Hakim dalam Tap MPRS, Mahfud MD: Yang Mulia atau Yang Memalukan?
Pada 21 September lalu, Mahfud memang mempertanyakan pernyataan KPK tersebut. Karena keberlanjutannya tidak jelas.
"Saat Sanusi ditangkap, Suny dipanggil KPK katanya ada grand corruption. Ini msh jd pertanyaan skrng: mana grand-nya?" jelas Mahfud lewat akun Twitter-nya @mohmahfudmd.
Mahfud mengungkapkan pada saat Pimpinan KPK menyebut bahwa kasus suap terhadap anggota DPRD DKI Jakarta grand corruption, dia masih menyambut baik.
Baca Juga: Viral Pernyataan Babe Haikal Terkait Sertifikasi Halal, Mahfud MD Beri Tanggapan Menohok
Karena saat itu, KPK langsung memanggil sejumlah pihak seperti Sunny Tanuwidjaja, staf Gubernur DKI Jakarta dan juga Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan. Bahkan keduanya langsung dicegah bepergian ke luar negeri.
"Tapi sekarang Sunny hilang, Aguan tidak jelas. Grand corruption-nya dimana," ungkapnya.
Mahfud mengingatkan KPK mestinya sudah yakin bahwa kasus itu grand corruption sebelum bicara ke publik. "Tidak boleh bicara itu grand corruption sebelum dia yakin," tandasnya.
Baca Juga: Sama Pernah Naik Jet Pribadi, Tapi Mahfud MD Bukan Gratifikasi, Kaesang Belum Berani Klarifikasi
Berarti Anda pesimis terhadap penanganan kasus ini?
"Ya bagaimana lagi. Kita bukan pengambil keputusan," jawabnya.
Dia mengingatkan perlu ada komitmen bersama dalam memberantas korupsi. Karena kalau tidak, penegak hukum nanti bisa saling adu kekuatan.
Baca Juga: Mahfud MD Dukung Rhoma Irama Melawan Kebohongan Habaib Ba'Aalawi
"Biarkan saja nanti akan terbentur dengan masalahnya sendiri, bukan hanya KPK. Tidak apa-apa untuk sementara. Tapi kalau muncul kekuatan lain, bisa berbalik.
Nanti pada akhirnya, penegak hukum adu kekuatan. Siapa yang kuat dia menang. Hukum tidak ada lagi keberaturan, itu bahaya bagi negara," kata Mahfud MD mengingatkan..
Yang menarik, sekitar seminggu sebelum masa cegah habis, Aguan diundang ke Istana Negara, Jakarta oleh Presiden Jokowi. Aguan hadir bersama sejumlah pengusaha lainnya.
Baca Juga: Sindir IKN yang Belum Punya Investor Asing, Mahfud MD: Cari Terus, Mas Bahlil
Pada Kamis malam saat itu, Presiden Joko Widodo mensosialisasikan tax amnesty kepada para pengusaha. Kehadiran Aguan yang saat itu masih berstatus cegah ke luar negeri terkait kasus suap pembahasan Raperda yang berkaitan reklamasi, dipersoalkan. Karena tidak etis Presiden mengundang pihak yang masih berstatus saksi dalam kasus korupsi, apalagi sedang dicegah.
Bagaimana dengan KPK? Juru Bicara KPK, Yuyuk Andriati Iskak saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL tidak mau mengomentari.
"Aduh itu, aku nggak berkomentar soal itu. Itu beda," tandasnya.
Baca Juga: UII Launching Pusat Studi Agama dan Demokrasi
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi sibuk menjamu tamu demi sukses program tax amnesty. Mulai dari makan siang bersama para ekonom hingga makan malam bersama para konglomerat. Nah, Aguan, yang berulang kali disangkutpautkan dengan kasus suap reklamasi Teluk Jakarta, bahkan dia sudah dicekal KPK dan beberapa kali menjadi saksi untuk mantan anggota DPRD M Sanusi di KPKdan sidang di Pengadilan Tipikor ternyata diundang oleh Jokowi.
Kehadiran Aguan di Istana Negara sontak menjadi incaran pertanyaan para wartawan. Meski acara makan malam tertutup, awak media tetap setia menanti. Hingga akhirnya acara itu selesai, Aguan pun dihampiri untuk diwawancara. Tampil biasa dengan batik cokelat dan celana hitam, Aguan hanya tersenyum melihat wartawan menghampirinya. Wartawan kemudian bertanya soal apa saja yang terjadi selama sosialisasi tax amnesty oleh Presiden itu.
Namun, Aguan tidak berkomentar. Dia terus melangkah sembari mengumbar senyum. Setelah dekat dengan mobilnya, Range Rover hitam berpelat B 88 IG, Aguan baru mengeluarkan sepatah kata. "Terima kasih, terima kasih ya," ujarnya, sembari melambaikan tangan kanan.
Selain Aguan, sejumlah konglomerat di Indonesia juga tampak hadir. Antara lain Alim Markus, Aburizal Bakrie, Surya Paloh, Arifin Panigoro dan Oesman Sapta Odang. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News