TUBAN, BANGSAONLINE.com - Suasana duka dan haru setiap hari masih menyelimuti keluarga besar Pondok Pesantren (Ponpes) Langitan, Kecamatan Widang, Tuban, Jawa Timur pasca meninggalnya tujuh santri saat menyeberang di Sungai Bengawan Solo, Jumat (7/10) lalu. Para masyayikh, dewan guru, keamanan serta seluruh santri putra Langitan setiap usai salat Maghrib selalu menggelar tahlil dan doa bersama yang ditujukan kepada arwah tujuh santri tersebut.
Ketujuh santri itu antara lain, M. Muhsin (18) dari Surabaya, Afik Badil (18) dari Brebes Jateng, Arif Mabruri (19) dari Bojonegoro, Khabib Rizki (15) dari Medan, Abdullah Umar (15), M Barikli Amri (12) dan Muhammad Lujainid Dani (13) dari Gresik.
Baca Juga: Pengasuh Ponpes Langitan Restui Yani-Alif Maju Pilkada Gresik
"Setiap selesai jamaah salat Magrib seluruh santri kita minta mengikuti tahlil bersama. Tahlil kita lakukan sampai tujuh harinya korban," ujar juru bicara keamanan Ponpes Langitan, Ustad Muntaha, Jumat (14/10).
Tahlil untuk mendoakan arwah ketujuh santri itu digelar di musala Agung Langitan. Setiap hari, kurang lebih sebanyak 2.000 santri putra dengan khusyu mengikuti tahlil hingga selesai. Tahlil dipimpin oleh beberapa putra almarhum, seperti KH Ubaidillah Faqih dan KH Machsoem Faqih secara bergantian setiap harinya.
"Besok, (Sabtu 15/10) akan kita gelar tahlil akbar, bersama santri dan masyarakat," paparnya.
Baca Juga: Nelayan asal Tuban Ditemukan Tim SAR Gabungan Tak Bernyawa Usai Hilang di Laut Selama 2 Hari
M. Asrori, salah satu santri Langitan mengaku ikhlas mendoakan para korban hingga tujuh harinya, bahkan hingga seribu harinya. Selain tahlil dan doa bersama di Mushala, ia dan para santri lainnya juga selalu menghadiahkan fatihah seusai salat lima waktu kepada tujuh korban.
"Sekarang yang 18 santri selamat belum balik ke pondok, disuruh istirahat dulu sampai pikirannya benar-benar tenang," jelas santri asal Desa Temu, Kecamatan Kanor, Bojonegoro ini.
Ia menambahkan, pasca peristiwa perahu tenggelam itu, saat ini pihak pondok melarang seluruh santri untuk tidak menyeberang Sungai Bengawan Solo. "Kalau ke pasarnya boleh, tapi harus lewat jembatan Widang. Nambang (menyeberang naik perahu,red) sekarang tidak boleh," paparnya.
Baca Juga: Empat Hari Hilang, Kakek di Tuban Ditemukan Tewas Mengapung di Bengawan Solo
Seperti diketahui, setiap hari Jumat seluruh santri libur sekolah dan ngaji. Sehingga, hari tersebut digunakan para santri untuk berbelanja bahan pokok ke pasar sebagai bekal di pondok selama seminggu.
Namun nahas, pada Jumat (7/10) lalu, 25 santri yang hendak ke pasar Babat, Lamongan menyeberangi sungai Bengawan Solo dengan perahu kayu tenggelam. 18 santri dapat selamat, sedangkan tujuh santri meninggal dunia karena tenggelam. Tenggelamnya perahu yang dikemudikan Markat (65) itu diduga karena kelebihan muatan, sehingga perahu oleng dan tenggelam. (nur/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News