JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengapresiasi sikap mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memberitahukan keberadaan salinan data tim pencari fakta (TPF) kematian Munir Said Thalib. Namun Prasetyo mengatakan tidak akan menggunakan data tersebut dalam pengusutan.
"Enggak, kami akan mendapatkan aslinya dululah," ucap Prasetyo, Rabu (26/10).
Baca Juga: [HOAKS] Munir Sebut Prabowo Tidak Bersalah dalam Kasus Penculikan Aktivis 98
Data TPF kematian Munir tengah menjadi sorotan karena keberadaannya yang tak jelas. Padahal Komisi Informasi Publik memutuskan pemerintah harus membuka data tersebut kepada publik untuk memenuhi asas keterbukaan informasi.
Data itu terakhir kali diterima pemerintah pada 2005 atau di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Menteri Sekretaris Negara saat itu, Sudi Silalahi, mengklaim tidak ada dari pemerintahan SBY yang memegang data asli alias hanya ada data salinan.
Prasetyo berujar, pihaknya tidak ingin menerima data salinan karena akurasinya belum tentu terjamin. Lagi pula, dia masih berkeyakinan data asli TPF dapat ditemukan.
Baca Juga: Tak Hanya Singgung Puan dan Erick Thoir, Hacker Bjorka Juga Ungkap Pelaku Pembunuan Munir
"Yang paling bisa dipercaya adalah dokumen asli, dan Presiden (Joko Widodo) meminta kami mencari dokumen yang asli," tuturnya.
Setelah data asli ditemukan, Prasetyo menyatakan data itu belum tentu bisa langsung diproses hukum. Kejaksaan akan mengkaji kembali untuk memutuskan, apakah ada fakta baru yang bisa disidik atau ditindaklanjuti.
"Pro justicia hanya penegak hukum yang punya kompetensi dan kapasitas untuk menentukannya. Nanti kami pelajarilah," ucap Prasetyo. Dia menambahkan, Presiden Jokowi belum atau tidak memberi tenggat waktu dalam pencarian data asli itu.
Baca Juga: Gandeng Pondok Pesantren, Bima Feed Berupaya Tingkatkan Ekonomi Umat Berkelanjutan
Salah satu anggota TPF kematian Munir, Hendardi, dari Setara Institute mengatakan pemerintah harus terus berupaya menemukan dokumen TPF yang asli. Sebab, dokumen asli lebih mudah dipertanggungjawabkan kekuatan hukumnya.
"Kalau di kami, memang ada dokumentasi soal pencarian fakta Munir. Tapi, apakah itu bisa dipakai?" ujar bertanya-tanya, pekan lalu.
Sebelumnya, Hendardi menilai langkah SBY yang menyerahkan salinan dokumen ke Jokowi tidak menjadi solusi. Apalagi, SBY mendapatkan salinan dokumen itu dari mantan Ketua TPF Marsudhi Hanafi. "Kalau cuma salinan itu ilegal," ucap Hendardi.
Baca Juga: Warga Sisir Minta Museum HAM Munir Tak Berdempetan dengan Rumah Warga
Sementara salah satu inisiator pembentukan Tim Pencari Fakta kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib, yaitu Todung Mulya Lubis, menyarankan Presiden Joko Widodo untuk tetap menerima salinan data TPF Munir.
Menurut Todung, meski data itu berupa salinan, tetap bisa dipakai. "Terutama lampirannya. Mudah-mudahan ketika diserahkan masih ada lampirannya," ujar Todung.
Todung menjelaskan, lampiran dari salinan data TPF Munir bersifat penting karena banyak sekali catatan atau dokumentasi penting pada lampiran itu. Jika lampiran ditemukan, tanpa dokumen yang asli pun pemerintah sudah mendapat petunjuk untuk membuka dan menindaklanjuti kembali kasus Munir.
Baca Juga: Soal Kekurangan Anggaran Museum HAM Munir, Gubernur Jatim Tawarkan Opsi Paket CSR
"Kembali pada hasil TPF dan lampirannya. Apakah ada nama-nama yang belum disebut untuk diperiksa, bisa dikaitkan langsung atau tidak, itu bisa dicek," ujar Todung. Pertanyaannya sekarang, ujar Todung, adalah apakah Presiden Joko Widodo mau menerima data salinan beserta lampirannya atau tidak.
Selain itu, apakah Presiden Joko Widodo akan membentuk tim untuk menindaklanjuti data itu. "Dengan kata lain, bola ada di Presiden Joko Widodo. Kemungkinan yang paling realistis memang diserahkan pada Kejaksaan Agung. Ini sudah 10 tahun mengambang. Seharusnya ini pekerjaan Presiden SBY, tapi ke mana waktu itu?"
Sebelumnya, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidharto Danusubroto menyarankan Presiden Joko Widodo tidak membentuk tim baru untuk menindaklanjuti perkara Munir berdasarkan TPF. Sebaliknya, dia menyarankan tindak lanjutnya melibatkan kembali anggota TPF.
Baca Juga: Soal Kekurangan Anggaran Museum, Omah Munir Berharap Masuk PAK Provinsi
"Karena mereka kan lebih paham. Kalau pakai tim baru, nanti ngulang lagi, lama lagi," ujarnya.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, tidak ada perintah dari Presiden Joko Widodo kepada Jaksa Agung untuk mengusut Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai mantan Presiden.
"Tidak ada," kata Wiranto. "Saya ulangi, tidak ada perintah, kehendak, keinginan, dari Presidan untuk mengusut Susilo Bambang Yudhoyono sebagai mantan presiden."
Baca Juga: KASUM Duga Ada Rekaman Pejabat BIN yang Disembunyikan, Antara Polly dan Muchdi
Wiranto menekankan hal ini terkait pemberitaan yang menyebut Jokowi memerintahkan Jaksa Agung untuk memeriksa SBY untuk mencari dokumen TPF kasus Munir. Yang benar adalah perintah untuk menelusuri keberadaan dokumen tersebut.
"Menelusuri dan mengusut itu beda. Menelusuri itu wajar, kalau ada berita di sana, ya, ditelusuri," kata Wiranto.
Sebelumnya, SBY pada Selasa kemarin memberikan keterangan pers soal dokumen TPF Munir. Dia didampingi mantan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. Dalam kesempatan itu dijelaskan dokumen asli TPF hilang, namun SBY bersedia memberikan salinan dokumen dengan isi yang sama persis dengan dokumen asli.
Baca Juga: Jamintel Diminta Cari Dokumen Asli TPF Munir, Muchdi: Bela Munir, Aktivis Cuma Cari Uang
Wiranto yakin dokumen TPF bisa ditemukan, meskipun dalam bentuk salinan. "Masak enggak ada, masak menguap, hilang semua. Kan ada salinannya. Kalau nyusun dokumen ratusan lembar pasti di komputer juga ada," kata dia.
Menurut Wiranto, jika telah ditemukan, Jaksa Agung akan mempelajari dan mengevaluasi laporan tersebut. Ini untuk menentukan langkah-langkah yang diambil berdasarkan proses hukum yang berlaku. Sebab, hasil TPF adalah data, fakta, dan bukan hasil penyelidikan.
Dengan sifatnya yang hanya data atau fakta, dokumen TPF ini akan dipelajari terlebih dahulu bobot nilai dari fakta tersebut. Semua itu, kata Wiranto, ada ilmu dan prosedurnya. Karena itu dia meminta publik menunggu proses yang akan berlangsung soal dokumen tersebut. "Tunggu saja tahapannya. Analisis dari Kejagung nanti akan dijelaskan ke publik," kata Wiranto.
Menurut dia, proses evaluasi data TPF oleh Kejaksaan Agung tidak harus ada target waktu, sebagaimana keinginan publik. Proses tersebut akan mengalir dalam ranah hukum sesuai prosedur yang berlaku. "Itu jaminan. Dan mudah-mudahan ada satu langkah positif, sehingga tidak lagi mengganggu atau hutang dari pemerintah untuk diselesaikan," kata Wiranto. (mer/det/tic/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News