SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Komunitas Dahlanisme menggelar aksi sejuta tanda tangan untuk mendukung mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang saat ini ditetapkan menjadi tersangka dugaan kasus korupsi PT Panca Wira Usaha (PWU). Dahlan ditahan di tahanan Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Rumah Tahanan (Rutan) Klas I Surabaya di Medaeng, Waru, Sidoarjo, Jawa Timur.
Aksi tersebut dilakukan di Taman Bungkul Surabaya, Jawa Timur saat Car Free Day (CFD). Dengan membentangkan kain putih berukuran 30x 1 meter, Dahlanisme juga mengajak warga Kota Pahlawan untuk membubuhkan tanda tangan di atas kain putih itu menggunakan spidol.
Baca Juga: Dituding Murtad, Dahlan Iskan Jawab dengan Shalat
"Ini gerakan lanjutan setelah Jumat 27 Oktober 2016 lalu, sekarang tanda tangan dari masyarakat Surabaya. Gerakan ini direspons baik warga," kata koordinator Komunitas Dahlanisme, Daniel Rorong, Minggu (30/10).
Daniel menegaskan, kain putih sepanjang 30 meter yang berisi tanda tangan dukungan buat Dahlan Iskan akan dikirimkan ke mantan Menteri BUMN jika sudah terisi penuh.
Dahlan Iskan ditetapkan tersangka karena dugaan pelanggaran penjualan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) di Kediri dan Tulungagung pada tahun 2003. Waktu itu, dia menjabat Direktur Utama PT PWU dua periode, dari tahun 2000 sampai 2010.
Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad
Penyidik lebih dulu menetapkan mantan Kepala Biro Aset PWU, Wishnu Wardhana itu sebagai tersangka. Keduanya kini ditahan di Rutan Medaeng.
Sementara sehari pascaditahan, Dahlan Iskan terus kebanjiran simpati. saat jam besuk, puluhan orang dari berbagai latar belakang silih berganti mengunjunginya di Rutan Klas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo Mulai para ulama, para wartawan senior, hingga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.
Setelah bertemu dengan Dahlan, Mahfud menyampaikan keyakinannya bahwa mantan menteri BUMN tersebut tidak melakukan tindak pidana korupsi.
Baca Juga: OTT Kasus Suap Perkara Ronald Tannur, 3 Hakim PN Surabaya Dikarantina 14 Hari
Menurut pakar hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia Jogjakarta itu, Dahlan terseret karena kedudukannya sebagai direktur utama PT Panca Wira Usaha (PWU) yang wajib menandatangani sebuah dokumen.
“Saya kenal Pak Dahlan sejak lama. Saya tahu persis tidak mungkin beliau korupsi. Buat apa, wong sudah lebih dari cukup,” katanya.
Dalam kasus yang dialami Dahlan, Mahfud sama sekali tidak melihat adanya niat jahat. Sebagai seorang direktur utama, tentu Dahlan tidak menangani hal-hal yang sangat teknis. Karena itu, Mahfud berharap Dahlan bisa melewati kasus itu dengan segera.
Baca Juga: Bersama Kemenag, Kejaksaan Gelar Sholawat di Pantai Bentar Probolinggo
Mahfud juga menyayangkan penahanan Dahlan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Meski itu merupakan kewenangan penyidik, tutur Mahfud, seharusnya kejati mempertimbangkan kondisi kesehatan Dahlan yang pernah menjalani transplantasi hati. “Seharusnya juga mempertimbangkan faktor kemanusiaan,” katanya.
Komentar juga datang dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang mengaku heran melihat cara aparat pemerintah dalam melakukan penegakan hukum. Sebab, ada diskriminasi yang jelas-jelas terlihat saat aparat penegak hukum bekerja.
Pernyataan Fahri itu untuk mengomentari langkah kejaksaan menjerat Dahlan Iskan sebagai tersangka dugaan korupsi pelepasan aset BUMD Jawa Timur, sekaligus membandingkannya dengan kasus dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Padahal dalam kasus RS Sumber Waras, BPK sudah melakukan audit dan menemukan adanya korupsi.
Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu
“Kenapa Sumber Waras yang sudah ada temuan BPK tidak diproses, sementara kasus Pak Dahlan, setahu saya tidak ada temuan BPK, diproses?” kata Fahri.
Karenanya, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu memaklumi pernyataan Dahlan yang mengaku sedang diincar penguasa. Sebab, penguasa justru melindungi pihak tertentu yang seharusnya dijerat secara hukum.
“Cocok kata Pak Dahlan, dia diincar oleh penguasa, karena penguasa sedang melindungi satu kelompok. Lalu, supaya pemerintah tampak bekerja, dia menghajar kelompok lain. Inilah jahatnya hukum kalau sudah mulai pandang bulu, bencanalah bangsa ini ke depan,” tuturnya.
Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik
Fahri pun menduga ada intervensi ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam penanganan kasus dugaan korupsi pelepasan PT Panca Wira Utama (PWU) yang pernah dipimpin Dahlan. Karenanya aksi korporasi BUMD Jawa Timur yang sudah terjadi belasan tahun lalu itu dikorek-korek lagi.
Padahal, lanjut Fahri, BPK tidak menemukan adanya penyelewengan dalam pelepasan aset PT PWU. “Ini sudah jelas ada intervensi kok. Santai saja, terbuka saja ada apa sih sebenarnya. Kok bisa kasus yang sudah belasan tahun umurnya baru dibuka,” tegas Fahri.
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Maruli Hutagalung segera menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terbarunya.
Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang
Pasalnya, setelah berganti-ganti jabatan di Kejaksaan, Maruli diketahui tidak tertib melaporkan harta kekayaannya. “Nanti akan diminta,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Basaria menilai Maruli semestinya rutin melaporkan harta kekayaannya ke KPK. Hal itu sebagai contoh yang baik bagi jaksa-jaksa lain di bawah kepemimpinannya.
“Harusnya sih sebagai pimpinan menjadi tauladan dan contoh yang baik bagi anggotanya,” ujar Basaria.
Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress
Kewajiban bagi penyelenggara negara menyerahkan laporan LHKPN tercantum dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Selain itu, kewajiban ini diatur dalam Keputusan KPK Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Dengan ketentuan itu, maka penyelenggara negara berkewajiban untuk bersedia diperiksa kekayaannya, sebelum, selama dan sesudah menjabat.
Serta, wajib melapor harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi, dan pensiun.
Berdasar laman LHKPN KPK, Maruli terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 2013 dengan total harta mencapai Rp 2,545 miliar. Saat itu, dia menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Papua.
Setelah itu, dia menduduki jabatan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung. Pada 17 November 2015, Jaksa Agung memutasi Maruli ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Mutasi Maruli dilakukan tak berselang lama namanya disebut-sebut menerima uang Rp 500 juta dari mantan Gubernur Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho dalam kasus bansos Sumut.
Hal itu diakui istri Gatot, Evy Susanti dalam sidang mantan Anggota Komisi III DPR, Patrice Rio Capella pada 16 November 2015. Evy mengaku bahwa kuasa hukumnya, OC Kaligis meminta uang sebesar Rp 500 juta untuk diserahkan kepada Maruli. Uang itu kemudian diserahkan melalui OC Kaligis untuk mengamankan perkara korupsi bansos yang menjerat Gatot di Kejagung. (jpnn/pjk/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News