JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Aksi unjukrasa menuntut proses hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang digelar ratusan ribu umat Islam di Jakarta, Jumat (4/11), berujung bentrok. Bentrokan terjadi antara sebagian pendemo yang belum membubarkan diri di depan Istana Negara dengan pihak kepolisian.
Polisi akhirnya mengambil tindakan setelah pendemo tak mau membubarkan dan melakukan penyerangan. Demonstran dipukul mundur dari depan Istana Merdeka. Massa terpecah mengarah ke Harmoni dan Bundaran Hotel Indonesia. Polisi juga mulai menyemprotkan water cannon dan gas air mata.
Baca Juga: Laknatullah! Mushaf Alquran Dibakar di Swedia
Massa melakukan perlawanan dengan sesekali membalas dengan lemparan batu. Sejumlah pendemo juga mulai ditangkapi karena dicurigai sebagai provokator. Beberapa mobil dibakar di tengah 'perang' batu dan tembakan gas air mata.
Kerusuhan juga pecah di depan kantor Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jumat (4/11), pukul 19.32 WIB setelah massa HMI menyerang polisi.
Hingga petang tadi, massa terus merangsek mendekat ke Istana. Namun masih ada jarak antara mereka dengan kantor Presiden. Sebagian massa terpantau bergerak ke arah Medan Merdeka Utara.
Baca Juga: Gus Solah Ajak Laporkan Balik, Jika Ahok Pidanakan KH Ma’ruf Amin
Di tengah kericuhan, terdengar lantunan ayat Al Quran yang dipasang oleh Polisi. Polisi terus meminta massa untuk mundur secara baik-baik. Akibat kericuhan tersebut, dua anggota polisi terluka. Dua orang wartawan pun turut menjadi korban. Satu di antaranya dibawa ke rumah sakit.
Sebelumnya, ratusan ribu massa umat Islam menggelar aksi unjukrasa sejak Jumat siang. Mereka meminta bertemu Presiden Joko Widodo menuntut Ahok yang menista agama Islam diproses hukum.
Namun, Jokowi bergeming dengan tidak bersedia menemui mereka. Jokowi justru menghindar ke hanggar Bandara Soeta. Padahal selama ini Jokowi terkenal dengan manuver politik blusukannya. Tapi giliran ia didatangi rakyatnya malah memilih keluar Istana. Padahal aksi demo ini sudah diketahui jauh hari oleh Jokowi. Sikap tak simpatik dan tak arif ini tentu menimbulkan kesan negatif di matan publik. Apalagi jumlah pendemo mencapai ratusan ribu orang yang datang dari berbegai penjuru nusantara.
Baca Juga: Din Syamsuddin: Umat Islam Dikalahkan Kelompok Kekuatan Ekonomi
Saat perwakilan pemdemo ditemui Wakil Presien Jusuf Kalla, Juru Bicara Kepresidenan, Johan Budi menjelaskan, Presiden Jokowi tidak berada di Istana karena sedang meninjau progres pembangunan kereta di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng.
"Perlu diinformasikan bahwa hari ini Presiden bekerja seperti biasa. Pagi tadi menerima beberapa Menteri yakni Mensesneg dan Seskab tentu berkaitan dengan tugas dan pekerjaan," kata Johan Budi kepada wartawan.
Mewakili presiden, kata Johan, 25 perwakilan pengunjuk rasa diterima oleh Menkopolhukam Wiranto dan Mensesneg Pratikno.
Baca Juga: Sidang Kasus Penistaan Agama Ahok, JPU: Dia Merasa Paling Benar
Padahal kemarin, Jokowi dan Jusuf Kalla dalam pernyataan persnya menyebutkan akan tetap di Istana, bekerja seperti biasa.
Cendekiawan Muslim Didin Hafiduhddin berharap Presiden Joko Widodo alias Jokowi segera memberi respon tuntutan para pendemo.
"Presiden harusnya menemui kita. Ini kan rakyat yang datang, bukan musuh," ujar Didin yang turut hadir dalam aksi damai di Jakarta, Jumat (4/11).
Baca Juga: Tafsir An-Nahl 99-100: Banser Lebih Suka Membela Gereja, Ketimbang Agama yang Dinista
Menurutnya, kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok seharusnya sudah diproses sejak awal dan lebih cepat. Didin menilai pemerintah terkesan cuek dengan mengorbankan perasaan kelompok mayoritas masyarakat Indonesia demi seorang Ahok.
Didin mendesak Presiden Jokowi segera memberi keputusan yang terang terkait tuntutan penangkapan Ahok ini. Ia menegaskan umat Islam Indonesia tidak akan mundur dan bergeming sebelum pemerintah memberi keputusan.
Sementara Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah dalam orasi politiknya di depan Istana Negara mengatakan, Presiden Joko Widodo selama ini sudah melanggar konstitusi. Dia kelihatan sengaja melakukan pembiaran terhadap kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama.
Baca Juga: Sebut Jenderal M Yusuf Saudara Kandung Ayah Angkatnya, Mantan Wawali Makassar Bantah Ahok
Kepada ribuan massa yang sejak pagi melakukan aksi, Fahri menekankan, tindakan pembiaran tersebut tidak memberikan rasa nyaman bagi umat Islam.
"Kenapa kepada saudara Ahok hukum tumpul. Jelas dia menerima uang, dari Sumber Waras. Sedangkan orang seperti Dahlan Iskan dan Irman Gusman, duit dikit langsung ditangkap," kata Fahri.
Dia menegaskan, lewat parlemen jalanan dan parlemen ruangan, lewat hak menyatakan pendapat, seorang Presiden pun bisa dijatuhkan.
Baca Juga: Eksepsinya Dianggap Menista Agama, Ahok Dilaporkan Lagi
"Jangankan menjatuhkan seorang Ahok, Presiden pun bisa kita jatuhkan," kata Fahri.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Sodik Mujahid mengatakan, pernah berdiskusi dengan banyak kelompok di Bandung dan bicara dengan kelompok fundamentalis dan terpelajar. ''Ada 2 poin (yang membuat mereka turun ke jalan)," akunya.
Pertama, umat Islam ingin mempertanyakan mengapa ada orang yang tidak tersentuh oleh jerat hukum seperti Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tkahaja Purnama alias Ahok, padahal bukti-bukti sudah menunjukan bahwa dia bersalah.
Baca Juga: Ahok Menangis Terancam 6 Tahun Penjara, Kutip Omongan Gus Dur, Minta Dakwaan Dibatalkan
"Yang kedua, mereka meneriakkan jika ini (kasus Ahok) tidak diproses, maka sasaran kami adalah Presiden (Jokowi)," bebernya.
Jika itu terjadi, menurutnya, negara dalam bahaya. Makanya, tambah Sodik, dirinya bersama beberapa koleganya di Senayan dan dua pimpinannya, Fadli Zon serta Fahri Hamzah ikut serta mengawal demo itu supaya tetap berlangsung tertib dan aman.
Di sisi lain, anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan mengatakan, demonstrasi besar-besaran di DKI Jakarta dan beberapa kota lain yang terjadi serentak adalah buah dari perbuatan abai pemerintahan Joko Widodo selama ini.
Menurut dia, dari aksi massa hari ini terpetik pelajaran berharga bahwa tuntutan rakyat tidak bisa diselesaikan dengan membentuk koalisi, atau menambah kekuatan koalisi politik.
"Termasuk cara penyelesaian lewat ketemu elite parpol dan mencoba untuk mengondisikan media massa cetak dan elektronik dengan memberi keleluasaan kepada cyber troops untuk melakukan kontra aksi dan sebagainya," sindir anggota Komisi II DPR RI ini.
Dia mengingatkan kepada pemerintah agar hukum benar-benar ditegakkan tanpa tebang pilih. Menurutnya, Demonstrasi kemarin bisa dikatakan sebagai akumulasi kekecewaan publik karena ketidakpatuan pemerintah terhadap hukum. (mer/yah/det/tic/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News