JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Donald Trump mengejutkan Amerika Serikat dan dunia, dengan mengalahkan Hillary Clinton dalam pertarungan untuk menjadi presiden ke-45 AS. Milarder partai Republik itu berhasil memenangkan pemilu 2016 yang disebut sebagai pemilu paling memecah-belah sepanjang sejarah AS.
Setelah merebut Pennsylvania dari Partai Demokrat, Donald Trump akhirnya memastikan menjadi Presiden ke-45 Amerika Serikat setelah kelima kalinya mencaplok negara bagian yang empat tahun lalu memilih kandidat partai Demokrat (Barack Obama) dengan memenangkan Wisconsin.
Baca Juga: Suriah Kini, Mengulang Tragedi Penghancuran Irak dan Libya
Setelah merebut 10 suara elektoral dari Wisconsin, maka calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik itu kini total sudah menguasai 276 suara elektoral atau kelebihan enam suara elektoral dari batas minimal 270 suara elektoral untuk bisa disebut pemenang Pemilu AS kali ini. Sebaliknya lawannya calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton meraih 218 suara.
Trump masih berpeluang besar menambah suara dari dua basis Republik tersisa, Arizona (11 suara elektoral) dan Alaska (3). Tidak hanya dua negara bagian itu, Trump yang sudah merebut dua negara bagian massa mengambang yang paling penting --Ohio dan Florida-- juga berpeluang mengubah Michigan (16) menjadi pemilih Republik.
Sejauh ini Trump sudah mengubah lima negara bagian yang empat tahun lalu memilih Demokrat (Obama) menjadi Republik. Kelimanya adalah Pennsylvania, Wisconsin, Iowa, Ohio dan Florida.
Baca Juga: Destinasi Wisata Terpopuler di Jepang: Panduan Lengkap untuk Liburan Anda
Menyikapi kemenangan Donald Trump tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, stabilitas politik dan keamanan dunia akan dipertaruhkan. Hal itu tidak terlepas dari sejumlah rencana kebijakan yang digagas capres asal Partai Republik itu.
“Ya, kalau Trump wah kelihatannya susah itu. Dunia nanti juga jadi susah. Tentu orang mengharapkan banyak kepada Hilarry (Clinton, rival Trump di Pilpres AS),” ujar Kalla.
Salah satu kebijakan strategis Trump yang dinilai cukup berdampak besar terhadap stabilitas global yaitu rencana proteksi perdagangan.
Baca Juga: Perjanjian Internasional Akhiri Pencemaran Plastik Gagal, Negosiasi Akan Dilanjut Tahun Depan
Capres yang juga pengusaha itu dalam beberapa pidato menegaskan jika dirinya berhasil mengalahkan Hillary, akan lebih protektif terhadap sektor perdagangan.
“Kelihatannya dari pidatonya Trump itu lebih protektif nasionalnya sendiri-sendiri,” ujarnya.
Lebih jauh, Kalla berharap, siapapun pemenang dalam pemilihan presiden AS dapat menjaga stabilitas global. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan oleh seluruh negara.
Baca Juga: Kesemek Glowing asal Kota Batu, Mulai Diminati Masyarakat Indonesia Hingga Mancanegara
“Indonesia dan dunia tentu berharap perdamaian, ingin sesuatu yang damai dan perekonomian tetap berjalan,” kata dia.
Chief Economist Bank Mandiri Anton Gunawan memandang jika Donald Trump benar-benar memimpin Amerika Serikat (AS), memang memberikan perubahan yang cukup signifikan.
Namun begitu, Anton menilai ada sedikit hikmah dan keuntungan yang bisa dimanfaatkan Indonesia jika Trump memimpin AS.
Baca Juga: Ratusan Wisudawan Universitas Harvard Walk Out, Protes 13 Mahasiswa Tak Lulus karena Bela Palestina
Anton menilai, berbagai kebijakan yang akan dijalankannya seperti yang disampaikan saat debat beberapa waktu lalu masih belum menunjukkan ketidakpastian.
"Kalau arahnya misalkan pada perkembangan di sana dan kecenderungan AS lebih lambat mungkin agak menguntungkan bagi Indonesia karena The Fed tidak berani mereka menaikkan suku bunga lebih cepat," kata Anton, Rabu (9/11).
Sementara dalam pidato kemenangannya, Trump mengakui adanya perpecahan di Amerika Serikat. "Sekaranglah saatnya bagi Amerika untuk membalut luka perpecahan," ujar Trump di depan para pendukungnya di New York, seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (9/11).
Baca Juga: Temui Pengusaha di Vietnam, Jokowi Ajak untuk Berinvestasi di IKN
"Saya berjanji pada semua warga negara di tanah air kita bahwa saya akan menjadi presiden bagi semua warga Amerika," imbuh Trump yang disambut sorak-sorai para pendukungnya.
Selama kampanyenya, Trump kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan kontroversial yang menuai kemarahan banyak pihak. Mulai dari ancamannya untuk melarang muslim masuk ke AS, mendeportasi para imigran ilegal, hingga mencabut sejumlah kesepakatan perdagangan bebas.
Dalam pidato kemenangannya, Trump juga memuji rivalnya, Hillary atas dedikasinya pada publik selama bertahun-tahun.
Baca Juga: Jaksa Khusus Kasus Dugaan Korupsi Anak Presiden
"Hillary telah bekerja sangat lama dan sangat keras dalam kurun waktu yang panjang, dan kita harus banyak berterima kasih untuk jasanya pada negara kita," kata Trump.
Sementara Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, mengaku berbahagia atas terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden ke-45 Amerika Serikat. Setya sempat jadi pemberitaan karena, sebagai Ketua DPR, menghadiri acara sumpah Trump sebagai calon presiden dari Partai Republik, September 2015.
Ia mengatakan terpilihnya Trump bakal membawa kebaikan dalam hubungan bilateral Indonesia dan AS. "Saya sangat bahagia karena apa yang sudah kita lakukan saat itu. Dan ternyata sekarang sudah terbukti bahwa apa yang saya lakukan itu adalah demi perbaikan dan kepentingan untuk negara Indonesia," kata Novanto.
Baca Juga: Hebatnya Jurnalisme The New York Times dalam Tragedi Titan
Namun Novanto tak menjawab dengan tegas ketika ditanya apakah dia akan bertemu dengan Trump setelah menang pemilu AS. Setya Novanto yakin Trump serius menjalin hubungan kerja sama dengan Indonesia dalam investasi.
Trump, kata Novanto, mengapresiasi Indonesia sebagai negara Islam terbesar dan ingin memberikan kontribusi besar dalam bidang investasi. "Waktu itu masih pengusaha, kalau sekarang jadi presiden, tentu menjadi perwujudan yang sangat konkret," ujar Novanto.
Setya dan wakil Ketua DPR Fadli Zon sempat hadir dalam acara Trump tahun lalu. Akibat pertemuan itu, Setya Novanto diperiksa Mahkamah Kehormatan Dewan dalam kasus dugaan pelanggaran etika.(mer/yah/det/ant/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News