JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, Indonesia bisa meraih kemerdekaannya sebagai negara tidak terlepas dari perjuangan para kiai dan ulama di berbagai daerah.
Hal tersebut disampaikan Jokowi kepada para kiai dan ulama di Istana Negara, Jakarta, Kamis (10/11).
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
"Indonesia yang kita bangun bersama, berdiri atas perjuangan para ulama, perjuangan para kiai, perjuangan para habib, para ustad, para santri," kata Jokowi.
Ada sekitar 40 kiai dan ulama yang diundang ke Istana. Mereka adalah pimpinan pondok pesantren di wilayah Banten dan Jawa Barat.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi meminta warga tidak lagi menggelar aksi unjukrasa pada 25 Oktober sebagai kelanjutan aksi menuntut kasus penistaan agama yang diduga dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Hal ini diungkapkan Kapolda Jawa Barat Irjen (Pol) Bambang Waskito.
Baca Juga: Vinanda-Gus Qowim dapat Pesan Peningkatan Industri Pariwisata dari Jokowi
"(Ulama dan kiai) Diimbau untuk memberikan pengertian kepada orang-orang di daerahnya supaya tidak menggerakkan massa. Itu sudah ada jalurnya sendiri," kata Bambang di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (10/11).
Kepada warga Jawa Barat, Bambang mengimbau agar kekuatan massa tak diturunkan karena proses hukum atas kasus penistaan agama masih berjalan. Menurut Bambang, memutuskan kasus yang membelit Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok itu membutuhkan waktu.
"Memproses seperti itu kan butuh proses, butuh waktu. Tidak bisa memaksakan kehendak. Hukum tidak seperti itu, ada proses. Pemeriksaan ahli, pemeriksaan saksi-saksi semua, yang seperti itu kan tidak mungkin dibatalkan lagi," jelas dia.
Baca Juga: Warisan Buruk Jokowi Berpotensi Berlanjut, Greenpeace Lantang Ajak Masyarakat Awasi Prabowo-Gibran
Senada dengan Bambang, Kapolda Banten Brigjen (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengatakan sudah ada kesepakatan antara kepala daerah dengan ulama di daerahnya agar situasi tetap kondusif hingga berakhirnya proses hukum kasus Ahok.
"Hubungan kami dengan ulama, umarah dan ulama sangat baik ya, artinya kami bisa berbicara langsung terkait dengan masalah-masalah yang ada. Jadi tentunya khusus untuk Banten kita sudah sepakat harus tetap kondusif, jadi terkait dengan isu-isu yang ada, kami mengikuti wilayah Banten, kami harapkan, kami sepakat untuk Banten aman dan kondusif," jelas dia.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago berpendapat bahwa tak ada unsur politisasi kepada sejumlah ormas Islam saat aksi demo dugaan kasus penistaan agama, Jumat (4/11) lalu.
Baca Juga: Di Banyuwangi, Khofifah Ucapkan Selamat untuk Prabowo dan Gibran
Isu lainnya yang juga terbantahkan yakni soal kudeta terhadap Presiden Jokowi. Padahal menurut Pangi, pada Jumat itu, jutaan massa sudah mengepung Istana Merdeka dari tujuh mata angin, namun mereka tetap berpegang teguh pada niat awal, yakni aksi damai.
Pangi menegaskan, jika aksi damai 411 dipolitisasi oleh pihak tertentu, maka seharusnya dengan jumlah massa yang mencapai jutaan, dan ditambah adanya kesepakan bersama antara militer dan massa, sangatlah mungkin dan mudah menjatuhkan rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) malam itu. Tapi faktanya, hal itu tidak terjadi dan ini menepis dugaan adanya kudeta.
Pangi menilai, jika kemarin terdapat deal-deal politik termasuk kesepakatan bersama antara militer dan massa, maka sangat mudah membuat presiden jatuh, karena menumbangkan presiden dengan massa yang jumlahnya jutaan bukan hal yang mustahil.
Baca Juga: Di Penghujung Jabatan Presiden Jokowi, Menteri ATR/BPN Gebuki Mafia Tanah
"Kalau saja militer main mata dengan aksi massa atau terjadi kompromi politik berupa persekongkolan jahat, selesai Presiden Jokowi. Militer yang didukung rakyat bisa memuluskan kudeta," ujar Pangi, kemarin.
Hal itu juga disebut Pangi sebagai bukti bahwa TNI sangat solid dan loyal melindungi rakyat, menjaga persatuan dan keberagaman bangsa Indonesia, serta tetap setia di bawah komando Presiden Jokowi.
"Karena militer solid dan setia kepada rezim Presiden Jokowi, tak ada yang berkhianat. Opini sesat, kalau kemudian menguatnya isu kudeta gagal yang dipancarkan hanya opini kudeta di dunia maya," tutur Pangi.
Baca Juga: Khofifah Kembali Dinobatkan sebagai 500 Muslim Berpengaruh Dunia 2025
Pangi menambahkan, bahwa yang mampu melakukan kudeta terhadap pemimpin negara adalah militer yang dilengkapi dengan persenjataan lengkap.
"Di mana-mana yang bisa melakukan kudeta adalah militer, rakyat nggak punya senjata. Nggak ada sejarah kudeta rakyat. Militer yang punya senjata. Kemarin ada nggak militer mengeluarkan satu pelor saja, ugal-ugalan menembak rakyat? Di mana mana biasanya rakyat hanya sekedar pemantik kudeta," papar Pangi.
Lebih jauh Pangi mengatakan, jika ada dugaan demo 411 dipolitisasi, maka presiden mesti menjajaki dan menelusuri siapa aktor politik yang menungangi di balik demontrasi kemarin agar opini tersebut tidak menjadi liar. Apabila hal tersebut benar adanya, presiden bisa mencegah kemungkinan negatif yang akan terjadi.
Baca Juga: Menteri ATR/BPN Hadiri Upacara HUT ke-79 TNI
Fakta ini juga menguatkan fakta lainnya, yang menunjukkan bahwa demo 411 adalah murni kegelisahan dan kemarahan rakyat atas lambatnya kejelasan proses hukum dan terkesan ada indikasi-indikasi dugaan keberpihakan pemerintah terhadap Ahok. "Ini murni gerakan sejuta umat (people power) menegakkan partikel keadilan demi menjaga keberagaman dan toleransi keindonesian kita," tegas Pangi.
Terlebih lagi statement Ahok, memang telah memasuki wilayah yang tidak bisa dibatasi ruang waktu yang amat sangat sensitif bagi keberagaman umat, terlepas dari segala hal terkait aturan bahasa yang ada. Namun memang tidak sepatutnya seorang pejabat publik terjun bebas ke wilayah yang sangat sensitif, mengeluarkan statement yang bersinggungan dengan isu-isu keagamaan, apalagi hal tersebut dilontarkan menjelang pilkada DKI.
Sementara menanggapi orasi aksi damai 411 oleh Fahri Hamzah, menurutnya hal itu untuk menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai anggota DPR RI. Itu perintah dan dilindungi konstitusi. Kalau eksekutif salah, maka legislatif yang mengontrol, ruang itu lah yang sedang diisi oleh Fahri dan Fadli Zon.
Baca Juga: Bansos Beras Diharapkan Lanjut, Presiden Jokowi Janji Akan Bisiki Prabowo
"Jangan sampai panggung opini publik sibuk kepada yang tidak subtansial dan pada ujungnya mengaburkan dan menggeser persoalan inti (substansial). Hubungan sebab dan akibat (kausalitas) nggak bakal muncul bahasa atau perkataan keras dan sikap anarkisme kalau saja presiden berani menemui aksi massa 411, presiden juga harus intropeksi diri dan 'ngaca' menggapa kabur dan tak mau menemui rakyatnya? Kalau karena alasan keamanan presiden tidak menemui rakyatnya, berarti umat mayoritas sudah dianggap ancaman bagi presiden, reason yang kurang tepat dan relatif tak masuk akal. Ingat suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi, vox dei). Yang ingin bertemu presiden, jauh jauh dari daerah, justru presiden kabur," papar Pangi.
Perdebatan tentang siapa dalang atau otak dibalik aksi massa, provokator, aktor politik yang menungangi, lanjut Pangi sebenarnya sudah tidak diperlukan lagi dipompakan opini tersebut. Hal itu justru kan menguras energi presiden sendiri.
"Jangan sampai terlambat, menjungkirbalikkan realitas dan fakta. Presiden jangan sampai sibuk pada level hilirnya (akibat) sementara level hulunya (sebab) seperti nampak dibiarkan," tandas Pangi. (mer/det/kcm/tic/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News