Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - Man kafara biallaahi min ba’di iimaanihi illaa man ukriha waqalbuhu muthma-innun bial-iimaani walaakin man syaraha bialkufri shadran fa’alayhim ghadhabun mina allaahi walahum ‘adzaabun ‘azhiimun (106).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Jika diperhatikan pesan ayat-ayat studi sebelumnya, sungguh perbuatan para kafir itu keji dan tega. Sebisa-bisanya nabi Muhammad SAW itu segera dihabisi. Jika susah dan ternyata tidak bisa, karena dijaga Tuhan secara khusus. Lalu dicemooh, dinista dan direndahkan. Tapi tidak berhasil juga, justru malah mengundang simpati dari masyarakat.
Ayat studi ini menggambarkan betapa Tuhan sangat mengerti dan bersikap istimewa kepada hamba-Nya yang beriman dan mengalami penyiksaan tidak manusia dari para penggede kafir. Sejarah nonmuslim sejak dulu hingga sekarang ya begitu itu. Kalau sedang minoritas, maka bermanis-manis laku, berpeci, berbaju takwa demi mendapat simpati dan selalu mengedepankan kemanusiaan. Tapi kalau sudah berkuasa dan bebas berbuat, "pasti" menindas dan menyiksa. Sebab nuzul ayat studi ini adalah bukti sejarah yang tak terbantah.
Bahwa, yang banyak merespon dakwah islamiah yang dibawakan oleh nabi Muhammad SAW umumnya dari kalangan bawah, termasuk orang-orang miskin dan para budak. Ulama' tafsir mengunggah kisah pilu keluarga islam yang kecil dan sangat sederhana. Dialah Yasir dan istrinya bernama Sumayyah, punya anak lelaki bernama Ammar (Ammar ibn Yasir). Teman mereka yang sama-sama sudah memeluk islam adalah Bilal, Khabbab dan Salim.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Semuanya disiksa habis-habisan oleh majikan mereka. Rata-rata pernah diikat kaki dan tangannya, lalu diseret dengan kuda berlari kencang. Tentu babak belur dan bundas. Penulis ingin tanya, pernahkan umat islam menyiksa nonmuslim seperti ini, sekadar memaksa masuk islam?. Andai ada, itu haram dan berdosa besar, karena agama melarangnya. Tapi di kalangan nonmuslim itu legal dan banyak terjadi. Ya karena mereka tidak punya syari'ah yang mengatur itu. Yasir mati mengenaskan.
Giliran istrinya, Sumayyah yang disiksa di hadapan anaknya sendiri, Ammar. Masing-masing kaki Sumayyah diikat dan dibentangkan di antara dua unta. Ditarik membentak, seperti menyobek ayam dengan menarik kedua pahanya. Vagina Sumayyah yang sudah terbuka itu lalu ditusuk dengan tumbak hingga tembus ke atas. Suamayyah mati sangat mengerikan. Mereka tertawa puas dan berjingkrak. Sekali lagi, pernahkah orang islam melakukan perbuatan begini?.
Kejadian itu dilakukan tepat di hadapan Ammar dan dengan mata kepala sendiri. Ammar menyaksikan kedua orang tuanya mati dalam kekejaman para kafir. Kini giliran Ammar yang ditawari, mau kafir dengan meninggalkan agama Muhammad atau mati disiksa.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Berpikir sejenak dan akhirnya Ammar menyerah dan terpaksa menuruti semua perintah para kafir bengis itu. Ammar dipaksa berkata-kata kotor terhadap nabi Muhammad SAW, mengucapkan kata-kata kafir, tidak percaya Allah dan lain-lain yang akhirnya dia lolos dari siksaan dan kekejaman mereka.
Namun, setelah itu hatinya galau dan tidak tenang, takut dan sedih, bagaimana nanti dia mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Rasulullah SAW. Ia langsung sowan menghadap beliau dan mengutarakan semua kejadian yang dia alami. Sebelum memberi fatwa hukum, Rasulullah SAW bertanya: "Saat kamu berucap begitu itu, hati kamu bagaimana?". Ammar menjawab: "Itu hanya di mulut saja, sementara hati kami tetap beriman ya Rasulallah". Nabi: "Ya bagus, jika mereka kembali memaksamu lagi, maka lakukan yang sama".
Jawaban Nabi ini direspon oleh Allah SWT dengan turunnya ayat kaji ini (106), bahwa pemaksaan agama itu tidak berefek hukum apa-apa. Keimanan itu ada pada hati yang paling dalam. Sementara temannya yang lain, seperti Bilal, Khabbab dan Salim tetap pada pendiriannya dan tidak mau berbuat dusta kepada para kafir meski dibolehkan. tetap berteriak Allah, Allah, Allah dan Bilal tetap berucap "Ahad, Ahad, Ahad, Tuhan yang Esa, Esa, Esa meski babak belur dan bersimbah darah.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Dari sikap dua sahabat, yang tetap jujur dalam iman dan yang mau pura-pura murtad sama-sama dibenarkan oleh agama. Keduanya sama-sama punya sisi kelebihan dan risiko. Seperti Bilah, Khabbab dan Salim sungguh muslim yang konsis dan siap mati saat itu, karena kematian dalam membela iman adalah tujuan utama. Tentu surga langsung diperuntukkan baginya. Kekurangannya adalah, dia tidak bisa lama membela agama bersama umat islam lain ke depan, padahal kegigihannya sangat dibutuhkan dalam dakwah islamiah.
Sementara sikap Ammar yang membodohi para kafir punya kelebihan, bahwa fisiknya aman dari siksaan dan kekejaman, bisa berkiprah dalam dakwah islamiah ke depan, bisa mendampingi dan membantu teman yang lain. Sementara kekurangannya adalah kekhawatiran akan melesetnya iman yang terus-menerus dibungkus dengan kemunafikan. Khawatir lama-lama akan terbiasa berbohong, lalu terbiasa berucap kafir, sehingga keimanan berpotensi lepas beneran tanpa terasa, tanpa disadari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News