Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - Man kafara biallaahi min ba’di iimaanihi illaa man ukriha waqalbuhu muthma-innun bial-iimaani walaakin man syaraha bialkufri shadran fa’alayhim ghadhabun mina allaahi walahum ‘adzaabun ‘azhiimun (106).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Jangankan setingkat budak seperti Bilal dan kawan-kawan, setingkat Abu Bakar al-shidiq pernah juga disiksa. Abu Bakar ditangkap dan diikat, lalu secara paksa mengenakan baju besi yang biasa dipakai perang. Subhanallah, ternyata digiring ke tengah padang pasir dan digeletakkan di situ, dijemur di bawah terik matahari gurun hingga sore. Bisa dibayangkan, tentu kulit melempuh dan gosong-gosong terkena lempengan baju besi yang panas akibat sinar matahari padang pasir. Ya begitulah, hanya karena beda keyakinan, para kafir itu tega.
Tapi Abu Bakar tidak lantas jera. Besoknya menyusun rencana lebih strategis meski berisiko. Di sebelah Ka'bah dia berceramah secara terbuka, mengajak masyarakat Makkah meninggalkan penyembahan terhadap berhala dan beralih beriman kepada Allah SWT. Meski sudah disampaikan dengan bahasa yang halus dan santun, tapi para kafir tetap memandang ceramah itu mengancam keyakinan mereka.
Apalagi kalau tidak kekerasan. Mereka mengeroyok Abu Bakar, memukuli dan menghabisinya hingga pingsan dan lama tak tersadarkan diri, baru berhenti dan ditinggalkan. Abu Bakar dibawa pulang dan tetap tak sadarkan diri.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Keluarga besar Abi Quhafah, marga Abu Bakar bersumpah dengan teriakan geram: "Jika Abu Bakar sampai mati karena pengeroyokan biadab ini, demi Allah kami tidak akan menyisakan satu pun dari mereka. Akan kami habisi semua sebagai qisas".
Waktu itu, qisas sudah ada, tapi pelaksanaannya sering kali tebang-pilih. Mereka gentar dengan ancaman itu, karena Abu Bakar dari keluarga ternama, punya kabilah yang kuat dan disegani. Jika sampai Abu Bakar meninggal, sudah dipastikan perang antar suku terjadi dan akibatnya pasti habis-habisan. Itu petaka bagi penduduk Makkah. Di sini, Abu Bakar dinobatkan sebagai pencerahan muslim pertama yang berceramah secara terbuka dan dihabisi.
Setelah kejadian itu, Abu Bakar lebih leluasa berdakwah dan memperjuangkan islam. Sebagai keluarga kaya raya, Abu Bakar tak segan-segan mengeluarkan uang untuk agama, bahkan bisa dibilang, keuangannya banyak terkuras untuk pembebasan dan membeli budak muslim yang sedang dalam cengkeraman majikan kafir. Contohnya Bilal, dibeli dan dimerdekakan seketika.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Dialah Abdullah ibn Mas'ud, budak pengembala kambing yang masuk islam dan sangat konsen terhadap al-Qur'an. Saking semangatnya ingin mengabarkan al-Qur'an di hadapan publik, dia memberitahu kawan-kawannya, bahwa besok akan membacakan ayat al-Qur'an secara terbuka dengan suara keras di dekat Ka'bah. Kawan-kawannya melarang karena sadar akan resikonya. Dasar bandel, Ibn Mas'ud tak menghiraukan, "ah.. persyetan dengan kafir-kafir Makkah".
Benar, niat dilaksanakan dan Ibn Masud membaca awal surah "al-Rahman" dengan suara sangat lantang. Bisa diterka apa yang terjadi. Gruduk gruduk mereka datang menghajar Ibn Mas'ud hingga mukanya leban dan nyonyor. Kapok?, oh sama sekali tidak. Besoknya baca lagi dan nyonyor lagi. Baca lagi hingga lumayan aman. Oleh sejarah, Ibn Mas'ud dinobatkan sebagai sahabat pertama yang membaca al-Qur'an di hadapan publik dengan suara keras, "awwal man jahar bi al-qur'an".
Kecuali diri nabi Muhammad SAW saja yang tidak dipukuli, tidak pula disakiti secara fisik seperti para sahabat pengikutnya, meski pada akhirnya hendak dihabisi juga. Mengapa? Karena beliau dari keluarga paling terhormat di seantero Arab dan seolah Makkah ada dalam genggamannya. Ada Abdul Muttalib, sang kakek yang sangat kharismatik. Ada ada Abu Thalib, sang paman yang disegani.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Yang lebih ditakuti lagi adalah Hamzah, paman nabi yang jagoan dan keras. Sejak zaman Jahiliah berjuluk "sang singa", karena kedigdayaannya mampu menangkap harimau liar dengan tangan kosong. Setelah memeluk islam, Nabi menjulukinya "Asadd Allah" (singa Allah) dan orang barat menyebutnya "Lion in the Desert" (Singa Padang Pasir).
Ketika kerumunan kafir hendak menjahati Nabi, Hamzah yang kebetulan lewat datang mendekati mereka dan mengancam. "Aku memang tidak menerima agama Muhammad, tapi dia keponakanku. Awas, jangan sampai ada di antara kalian yang berani menyentuhnya, akan aku habisi kalian dengan tanganku sendiri".
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News