SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Wacana revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) timbul-tenggelam di gedung DPR RI, Senayan. Belakangan wacana itu kembali muncul pasca meledaknya skandal korupsi e-KTP yang dalam dakwaan di pengadilan Tipikor menyebut puluhan anggota parlemen. Salah satunya Ketua DPR RI, Setya Novanto.
Sontak wacana merevisi UU KPK itu memicu pro-kontra di parlemen maupun masyarakat. Sebab, wacana itu dianggap sebagai langkah untuk melemahkan lembaga anti rasuah tersebut. Terkait pro-kontra itu, Partai NasDem melalui Fraksi Partai NasDem di DPR RI menjamin tidak akan ada revisi UU KPK. Pernyataan itu disampaikan Ketua Fraksi NasDem DPR RI, Victor Laiskodat.
Baca Juga: Eks Wakil Ketua KPK Jadikan Peserta Seminar Responden Survei: 2024 Masih Sangat Banyak Korupsi
“Tidak akan ada revisi UU KPK. Tidak akan ada dalam waktu dekat ini. Saya jamin itu,” tegas Victor, di sela-sela Rakornas Fraksi NasDem se-Indonesia di Pakuwon Imperial Ballroom, Rabu (22/3).
Anggota Komisi III DPR RI yang membidang hukum itu mengungkapkan, Fraksi NasDem berada pada posisi menolak revisi UU KPK kalau indikasinya melemahkan lembaga pemberantasan korupsi itu. Karena itu, Fraksi NasDem yang merupakan kepanjangan tangan partai akan menghadang setiap usaha pihak-pihak yang ingin melemahkan KPK.
Sebaliknya, Fraksi Partai NasDem setuju revisi UU KPK bila tujuannya untuk menguatkan KPK. Sebab, menurut anggota DPR RI asal daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur (NTT) II itu, saat ini KPK memang sudah kuat tetapi bukan berarti tanpa celah atau kelemahan. Karena itu, bila KPK berinisiatif memperkuat diri lewat revisi UU KPK, pihaknya akan mendukung penuh.
Baca Juga: Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dukung Pasangan Fren Pimpin Kota Kediri
“Partai NasDem ini berada pada posisi mendukung penegakkan hukum termasuk pemberantasan korupsi. Karena itu, kami akan mendukung revisi UU KPK bila tujuannya menguatkan KPK. Apalagi kalau inisiatifnya dari KPK sendiri,” pungkas politisi berlatar advokat ini.
Terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Roby Arya Brata menilai merevisi UU KPK bukanlah suatu keniscayaan. Pasalnya, lembaga pemberantasan hukum di beberapa negara seperti Hongkong sudah beberapakali merevisi UU pemberantasan hukum mereka.
ICW juga menilai ada sejumlah kelemahan dalam UU KPK yang ada saat ini. Kelemahan mendasar KPK, sebagaimana tersirat dalam diktum menimbang UU KPK, adalah sifat ad hoc dari KPK itu sendiri. KPK didirikan karena "lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi". Artinya, KPK tidak diperlukan lagi atau dibubarkan bila lembaga pemerintah itu, dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan, sudah berfungsi dengan efektif dan efisien dalam memberantas korupsi.
Baca Juga: Kasus Hibah Pokmas APBD Jatim, Anak Cabup Jombang Mundjidah Dipanggil KPK
Hal ini tentu saja membuka peluang bagi kekuatan korup menggalang kekuatan politik di eksekutif ataupun legislatif untuk membubarkan KPK kapan saja. Mereka bisa saja beralasan KPK tidak diperlukan lagi, karena kepolisian dan kejaksaan telah "berfungsi dengan baik", atau beralasan KPK justru telah "mengganggu berfungsinya sistem peradilan pidana dalam suatu negara hukum". Sifat ad hoc KPK juga dapat menimbulkan ketidakpastian masa depan dan ketidaktenangan pegawai KPK dalam bekerja. (mdr/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News