Pemerintah akan mensosialisasikan Permenhub RI No. 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek di Mabes Polri, imbas maraknya bentrok antara pengemudi transportasi online dan konvensional di berbagai daerah.
Hal itu disampaikan Kapolri Tito Karnavian. Dilansir Okezone.com, ia menjelaskan Permenhub Nomor 32 tahun 2016 mengatur mengenai pengakuan penyelenggaraan angkutan umum dengan aplikasi berbasis teknologi informasi.
Baca Juga: Wujudkan Ekosistem Trasportasi Digital Sehat dan Dinamis, Gubernur Khofifah Terbitkan 2 Kepgub
"Akhir-akhir ini dinamika permasalahan taksi online dan taksi konvensional marak terjadi di berbagai daerah. Jadi kita laksanakan sosialisasi di wilayah-wilayah yang ada permasalahan taksi online," tutur Tito.
Ia menjelaskan, pihaknya akan menggandeng pemerintah daerah saat melakukan sosialisasi, termasuk jajaran Polda yang di wilayahnya tengah bersengketa. Hal itu, lanjut Tito, agar tidak lagi ada tindakan yang berujung kekerasan antara taksi online dan konvensional.
"Kita sosialisasi dengan adanya aturan bisa menjadi lebih tertib bisa menyelesaikan permasalahan," ungkapnya
Baca Juga: Blue Bird akan Tambah 200-500 Unit Kendaraan Listrik Tahun 2023
Sementara Menhub Budi Karya mengapresiasi pihak Polri dan Menkominfo yang mendukung secara penuh pemberlakuan Permenhub tersebut.
Menurutnya, Permenhub itu menjadi dasar upaya agar negara tetap hadir dalam rangka mengatur dan melayani masyarakat. Karena di aturan itu akan ada pengaturan tarif, kuota, dan sistem transportasi yang menghidupi baik di pihak taksi online maupun konvensional.
"Ada kepastian hukum untuk taksi online dan konvensional dengan Permenhub ini, kan online bagian dari keniscayaan, yang konvensional juga harus dilindungi," ucapnya.
Baca Juga: Driver Taksi Online Jadi Korban Begal di Bukit Golf, Dijerat Tali dari Belakang, Lalu Dianiaya
Sementara itu, Direktur Angkutan dan Multi Moda Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Cucu Mulyana, menyatakan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016 tentang penyelenggara Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek sudah mengakomodasi kepentingan taksi online dan taksi konvesional.
Dikutip dari Kompas.com, ia menuturkan latar belakang dilakukannya revisi peraturan tersebut. Menurut Cucu, saat diterbitkannya revisi Permenhub Nomor 32 pada 2016, muncul pro kontra dan tuntutan dari taksi online dan taksi konvesional.
"Kedua belah pihak demo-demo. Ada yang ke DPR, ke Kemehub, Istana. Itu artinya kami sebagai pemerintah harus cepat mengambil respons," kata Cucu, saat acara diskusi berjudul "Taksi dan Ojek Berbasis Aplikasi, Bagaimana Nasibnya Kini?", yang digelar di kawasan Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Rabu (22/3).
Baca Juga: Komunitas Pengemudi Ojek dan Taksi Online Gojek Berbagi dan Bukber di Panti Asuhan Yatim Piatu
Cucu menyebut dalam penyusunan revisi Permenhub 32, pihaknya melibatkan semua pihak, baik akademisi, perwakilan taksi konvesional maupun taksi online. Selama penyusunan itulah, dia menyebut pihak taksi konvesional maupun taksi online sudah menyampaikan keberatan-keberatannya terhadap Permenhub 32 yang belum direvisi.
"Kalau memang tidak ada tuntutan dan aksi-aksi demo dan keberatan satu sama lain, tentu tidak perlu direvisi," ujar Cucu.
Dalam revisi Permenhub 32, pemerintah menekankan 11 poin yang menjadi acuan atau payung hukum bagi taksi online. Kesebelas poin tersebut meliputi jenis angkutan sewa, kapasitas silinder kendaraan, batas tarif angkutan sewa khusus, kuota jumlah angkutan sewa khusus, kewajiban STNK berbadan hukum, pengujian berkala, pul, bengkel, pajak, akses dashboard, serta pemberian sanksi.
Baca Juga: Tersangka Pembunuh Sopir Taksi Online Diserahkan ke Kejari Kabupaten Kediri
Penetapan tarif batas atas dan bawah pada taksi online pun diterapkan untuk menghindari persaingan tidak sehat antar-penyedia jasa angkutan tersebut. Tujuannya, memberikan kesetaraan antara sesama pengusaha dan memberikan kepastian terhadap pengguna angkutan online.
Menurut Cucu, revisi Permenhub 32 juga sudah melalui uji publik yang diselenggarakan di Jakarta dan Makassar.
"Semua peserta uji publik mengapresiasi. Menyatakan ingin segera diterbitkan PM 32 itu karena kedua belah pihak merasa diakomodasi. Bahkan di situ ada yang menyatakan keberatan revisi PM 32, termasuk soal tarif. Karena itu usulan dari kedua belah pihak," ucap Cucu.
Baca Juga: Turut Berdukacita Atas Insiden di Kediri, Grab: Pelaku Minta Diantar ke Kediri Secara Offline
Di sisi lain, Sekjen Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat (DPP Organda) Ateng Haryono meminta Pemerintah bersikap tegas dalam memberlakukan Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 mengenai taksi online atau daring. Dirinya mengatakan, Organda maupun angkutan bertrayek tidak lagi mempermasalahkan angkutan umum berbasis online jika PP tersebut diberlakukan sungguh-sungguh.
''Yang pertama memberikan jaminan keselamatan pengguna, kesetaraan, ini satu kemajuan. Pointers 11 itu mengakomodir transportasi online,'' kata Atang, dalam sebuah diskusi di Hotel Mercure, Jakarta, Rabu (22/3).
Menurut dia, Peraturan tersebut memberikan kepastian untuk semua pihak jika dilaksanakan dengan baik. Hanya saja, ia menegaskan bahwa roda dua bukan merupakan angkutan umum, karena pertimbangan keselamatan.
Baca Juga: Pembunuh Sopir Grab di Kediri Berhasil Ditangkap, Tersangka Mengaku Terlilit Utang
Ia menjelaskan, fakta yang ada, 70 persen kecelakaan lalu lintas didominasi oleh kendaraan roda dua, dengan korban meninggal cukup tinggi bahkan di usia produktif.
Soal taksi online, lanjut Atang, memang sudah pasti menjadi kompetitor yang memberatkan, karena bisa beroperasi tanpa trayek. Atang menyatakan, angkutan umum beroperasi dengan mengantongi izin, berbeda dengan taksi online. ''Itu sesuatu yang faktanya dirasakan berat. Itu jadi pesaing, head to head,'' sebut dia. (okezone.com/kompas.com/republika.co.id)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News