Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - Man kafara biallaahi min ba’di iimaanihi illaa man ukriha waqalbuhu muthma-innun bial-iimaani walaakin man syaraha bialkufri shadran fa’alayhim ghadhabun mina allaahi walahum ‘adzaabun ‘azhiimun (106).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Pemaparan sebelumnya menunjuk bahwa hanya ikrah hakiki yang signifikan dan berpengaruh pada hukum (mu'ats-tsira li al-hukm). Kini dikemukakan kelengkapan ikrah terkait persyaratan, baik atas al-Mukrih (yang memaksa), al-Mukrah (yang dipaksa) maupun perbuatan yang ancaman (al-mukrah 'alaih).
Secara umum begini: al-Mukrih harus lebih kuat ketimbang al-mukrah. Al-Mukrah benar-benar tidak mampu melawan atau meloloskan diri. Al-Mukrah tidak terbebani hukum dan tidak pula bisa dijatuhi hukuman.
Seorang mahasiswi mengaku diperkosa cowok ABG yang masih duduk di sekolah kejuruan. Si cewek ternyata karateka, penyandang sabuk hitam. Sedangkan cowoknya sendirian tak bisa beladiri, apalagi datang dengan tangan kosong. Tentu saja pengakuan tidak bisa diterima. Ya, karena si cewek pasti mampu mengatasi andai mau melawan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Si cewek polos sendirian dan cowok yang memperkosa lebih kuat. Setelah ditanya, kapan diperkosa? Jawabnya: saat pelajaran berlangsung. Di mana? Di ruang perpustakaan. Tentu saja tidak bisa diterima, karena dia bisa berteriak meminta tolong. Lain lagi jika terjadi di tempat sepi dan jauh dari keramaian.
Syarat lain bagi al-Mukrah adalah, dia harus ingkar, berontak terus-menerus selama perbuatan paksa itu berlangsung. Cewek yang diperkosa harus terus-menerus berontak sebisanya, minimal hatinya ingkar, jiwanya mengutuk dan tidak rela atas perkosaan tersebut menimpa dirinya. Selama adegan seks brutal itu berlangsung, hati si cewek wajib terus menerus berontak. Utamanya saat dzakar pemerkosa sedang masuk di dalam vaginanya. Jika sedetik saja si cewek menikmati dan rela, sementara dzakar sedang di dalam vegina, maka dia berzina. Ya, meski sebentar, karena rela dan menikmati, maka berarti setuju.
Terkait al-Mukrah 'alaih, bahwa perbuatan yang dipaksakan lebih ringan risikonya dibanding dengan kejahatan yang diancamkan. Seperti, dipaksa dizinai, jika tidak, akan dibunuh. Seorang siswi SMA mengaku dipaksa oleh wali kelasnya berbuat zina dengan ancaman tidak naik kelas jika tidak mau melayani. Lalu mau datang ke hotel yang ditentukan. Tentu tidak bisa diterima.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Kini giliran si cowok mengaku dipaksa berbuat zina, melayani seorang cewek. Bisakah diterima pengakuannya?
Pendapat pertama tidak bisa diterima. Karena persetubuhan bagi laki-laki itu bisa terlaksana jika penis ereksi and tegang. Penis yang lunglai tidak akan bisa dipakai menyetubuhi, alias tidak bisa masuk vagina. Untuk mengereksikan penis, dibutuhkan konsentrasi energik, fokus dan terangsang. Dan sungguh mustahil, penis bisa ereksi dalam keadaan jiwa sedang tertekan dan serba ketakutan. Nah, bila ternyata penis tegang, berarti jiwa sedang fresh dan terangsang, maka itu bukan paksaan melainkan pilihan dan selera. Jadinya, pengakuan lekaki itu tidak bisa diterima dan tetap dihukum.
Ibn Khuwaiz Mindad membantah pendapat di atas dan mengatakan bahwa pengakuan pria itu bisa diterima dan tidak ada hadd baginya. Meskipun dia ereksi dan itu nafsu seksual, tapi ereksinya itu terpaksa diupayakan setelah mempertimbangkan adanya ancaman fatal, jika paksaan tidak dilakukan. Lelaki itu berupaya mengereksi-ereksikankan diri demi menyelamatkan nyawanya, maka dibenarkan. Sebagian madzhab Abi Hanifah cenderung pendapat ini. Ibn al-Mundzir menimpali, bahwa pria itu tidak bisa dihukum, tidak pandang yang memaksa zina itu penguasa zalim atau perorangan biasa.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Penulis memilih pendapat kedua, karena zaman sekarang, untuk penis ereksi itu tidak harus dengan konsentrasi energik atau rangsangan birahi lebih dahulu. Sudah banyak cara, termasuk obat perangsang yang memaksa penis bisa berdiri tegak meski jiwa pemiliknya tidak konsentrasi. Dengan demikian, perkosaan atas diri laki-laki bisa terjadi dan masuk akal.
Dua cewek arab, kakak beradik memborong sepatu dan beberapa barang aksesoris lain di sebuah toko ternama. Karena toko itu menyediakan layanan antar hingga ke rumah, maka si cewek menunjuk seorang pria penjaga toko tersebut. "Kamu sendiri yang harus mengantar ke rumah". Cowok Indonesia itu mengangguk, siap.
Benar, barang di antar ke rumah malam hari dan tuan rumah tidak mau menerima langsung karena alasan berat dan lain-lain. Cowok itu disuruh masuk rumah, langsung naik lift ke lantai atas, karena di sanalah barang-barang harus ditaruh, di kamar sang cewek. Perintah dituruti dengan senang hati demi melayani pelanggan. Itu poin tersendiri baginya dalam hal kerja sebagai pelayan toko ternama.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Sesampainya di dalam kamar, - tak pernah terbayangkan - pintu dikunci dan telepon diangkat. "Ayo layani kakakku, layani sekarang juga. Jika tidak mau, saya akan menelpon polisi. Dan kau pasti dipenjara karena terbukti masuk kamarku, kamar wanita. Kau tahu sendiri betapa berat hukuman yang akan kamu terima". Seorang cewek mengancam, sementara yang lain melucuti bajunya. Dan akhirnya terjadilah.
Dikira sudah cukup, cowok itu mohon diri, tapi tidak diizinkan. Dipaksa minum-minum dulu minuman yang disediakan agar stamina pulih kembali. Subhanallah, dia dipaksa lagi melayani adiknya. Sementara kakaknya ganti yang pegang telepon. Ronde kedua ini, penis tegang dengan sendirinya setelah meminum ramuan. Berdasar ini, maka pendapat kedua lebih fleksibel dan sesuai perkembangan zaman.
Persoalan selanjutnya terkait kerugian materiil atas diri perawan yang diperkosa. Gadis yang diperkosa berarti telah jebol keperawanannya sehingga tidak perawan lagi. Dalam tradisi fikih, utamanya arab, harganya pasti jatuh, sehingga besaran mas kawin ada di bawah harga pasar. Ini kerugian besar bagi si cewek, begitu pula keluarganya. Adakah perhitungan soal ini?
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Mayoritas ulama menghukumi, bahwa si pria pemerkosa wajib membayar mas kawin seukuran derajat cewek yang diperkosa menurut adat atau tradisi setempat. Mahar itu bukan mahar pernikahan, melainkan sebagai konpensasi materiil terhadap kerugian yang ditimbulkan karena pemerkosaan. Begitu pandangan al-Imam Malik ibn Anas, al-Syafi'iy, Ahmad ibn Hanbal dan Abi Tsaur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News