SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Tanggal 6 April diperingati sebagai Hari Nelayan Nasional, tak terkecuali juga di Jawa Timur. Ironisnya, sampai saat ini nasib nelayan masih terpuruk, jauh dari kata sejahtera. Mereka umumnya masih hidup dalam garis kemiskinan. Tak heran, angka putus sekolah di kalangan anak-anak nelayan pun tinggi. Padahal Jawa Timur memiliki bentang pantai yang panjang dengan lautan yang luas berikut berbagai macam jenis ikan di dalamnya.
Anggota Komisi B DPRD Jatim, Aida Fitriati menilai nasib nelayan masih dalam kondisi terpuruk secara ekonomi. Kondisi itu disebabkan sejumlah faktor, di antaranya sistem penangkapan masih tradisional. Karena itu, ditinjau dari sisi psikologi nelayan masih belum bisa kreatif dalam mental usaha untuk maju. Mereka masih terbelenggu dengan sistem marketing (penjualan) hasil tangkapan kepada kelompok tertentu seperti tengkulak, sehingga dari sisi harga hasil tangkap masih rendah.
Baca Juga: Peringati Hari Nusantara ke-24, Gubernur Khofifah Sapa Ribuan Nelayan se-Jawa Timur
“Mayoritas nelayan di Jawa Timur dan Indonesia umumnya, masih menangkap ikan dengan perelatan tradisional karena itu tak bisa mencari ikan sampai ke tengah laut seperti kapal-kapal nelayan Vietnam. Selain itu, hasil tangkapannya juga sering jatuh ke tangan tengkulak sehingga harganya pun rendah. Karena itu perlu ada pendampingan dari pemerintah,” tegas politisi PKB yang akrab disapa Neng Fitri itu, Kamis (6/4).
Wakil Sekretaris Fraksi PKB DPRD Jatim ini menambahkan, faktor cuaca buruk juga menjadi masalah rutin nelayan. Di saat cuaca tidak bersahabat itu, otomatis para nelayan tidak bisa melaut dalam waktu waktu tertentu. Praktis, dari 365 hari dalam setahun, nelayan hanya bisa separuh tahun melaut. Karena itu, harus ada upaya usaha sampingan bagi keluarga nelayan untuk memenuhu kehidupan di saat air laut pasang.
Fitri berharap pemerintah provinsi maupun dinas terkait turun tangan dalam melakukan pemberdayaan kepada keluarga nelayan. Menurutnya, pemberdayaan perempuan pesisir harus di upayakan maksimal untuk membantu peningkatan pendapatan ekonomi keluarga nelayan. Karena itu, meski para suami tak bisa melaut, tapi mereka tetap punya pendapatan sampingan dari usaha sampingan. Di antaranya membuat kerupuk ikan atau makanan berbahan dasar dari ikan atau udang.
Baca Juga: Gubernur Khofifah: Nelayan Berkontribusi Signifikan dalam Perekonomian dan Ketahanan Pangan di Jatim
“Para istri-istri nelayan harus dilatih untuk melakukan usaha sampingan yang nanti hasilnya bisa di jual ke pasar. Sehingga, keluarga nelayan tetap punya penghasilan meskipun sedang tak melaut. Dengan begitu, mereka tidak lagi terjebak oleh jerat rentenir yang sering menghampiri nelayan saat mereka tak melaut,” imbuh Ketua Muslimat NU Kabupaten Pasuruan itu.
Sementara itu, Chusainuddin kolega Aida Fitriati di Komisi B mengungkapkan, sejatinya DPRD Jatim melalui Komisi B sudah punya iktikad baik untuk mensejahterakan nelayan dengan memberi perlindungan dan pemberdayaan nelayan lewat sebuah peraturan daerah (perda). Bahkan dalam perda itu diatur soal asuransi jiwa bagi nelayan. Karena profesi nelayan ini dekat dengan bahaya, sehingga harus dilindungi dengan asuransi. Paling tidak, kalau ada sesuatu yang buruk terjadi, pihak keluarga punya pegangan hidup.
Sayangnya perda yang disahkan pada tahun 2016 itu, sampai Hari Nelayan Nasional tahun 2017 tiba, peraturan gubernur (Pergub) yang menjadi landasan pelaksanaan perda di lapangan belum kunjung turun. Karenanya, Komisi B berharap Gubernur Jawa Timur, Soekarwo segera mengeluarkan Pergub tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.
Baca Juga: Larangan Penggunaan Jaring Cantrang segera Diberlakukan
“Pada Hari Nelayan tahun 2017 ini, kami jadikan momentum untuk kembali mengingatkan Gubernur agar segera mengeluarkan pergub tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan. Jangan sampai Hari Nelayan tahun 2018, perda ini masih tanpa pergub sehingga tidak bisa dieksekusi,” tandas politisi yang akrab disapa Mas Udin itu. (mdr/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News