SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pemahaman tentang 4 Pilar Kebangsaan harus dilakukan ke seluruh lapisan masyarakat. Sebab Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika adalah satu kesatuan utuh yang merekatkan bangsa ini yang sangat majemuk. Pernyataan itu disampaikan anggota DPR RI, Fandi Utomo.
Fandi Utomo menjelaskan, Pancasila adalah ideologi terbuka. Namun ada gerakan-gerakan yang merongrong Pancasila. Bahkan ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain. Salah satunya adalah ideologi Komunisme melalui Partai Komunis Indonesia (PKI). Gerakan ini memang sudah dapat dipatahkan tahun 1965. Namun, paham-pahamnya masih bisa dirasakan hingga saat ini, karena PKI adalah bahaya laten.
Baca Juga: Anggota DPR RI H. Syafiuddin Ajak Masyarakat Pahami Hubungan antara Lembaga Negara
"PKI itu adalah bahaya laten, maka melawannya pun harus laten juga," kata Fandi Utomo, di Balai RW IV, Bangunsari Tengah, Dupak, kemarin.
Sikap laten warga Indonesia khususnya seperti Muslimat NU bisa melawan komunisme di antaranya dengan cara menebarkan kebaikan lingkungan sekitar.
"Dengan kita menebar kebaikan dan menebarkan nilai-nilai Nahdlatul Ulama adalah salah satu contoh untuk melawan bahaya laten Komunis di Indonesia," tandasnya.
Baca Juga: Bocahe Gibran Nusantara Sidoarjo Deklarasikan Dukungan ke Fandi Utomo untuk Maju Pilbup 2024
Fandi juga menjelaskan, dalam setiap sosialisasi 4 pilar kebangsaan tidak bermaksud mempertentangkan Pancasila dengan Agama. Karena memang Pancasila bukan Agama. Fandi berpandangan, di era saat ini, dengan pemahaman hukum rakyat Indonesia, kemungkinan untuk memikirkan makar sangat kecil.
"Kita ini negara yang sudah tertib hukum. Negara yang memiliki pemahaman tentang hukum mulai dari Pancasila, Undang-undang Dasar, Konstitusi dan tertib hukum yang lainnya sudah berlangsung lama. Dan pemahaman rakyat sudah sampai jauh. Menurut saya, kemungkinan orang untuk memikirkan makar sangat kecil," imbuh politisi Demokrat itu.
Ia menyebut, bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ada ketidakpuasan terhadap putusan Pemerintah atau sikap tindakkan pemerintah adalah hal yang wajar karena dilindungi oleh Konstitusi.
Baca Juga: Relawan Srikandi Gibran Dukung Fandi Utomo Maju Pilbup Sidoarjo 2024
"Maka pernyataan tentang makar di era sekarang adalah jauh api dari panggang," tambahnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini menjelaskan, potensi orang makar tidak hanya dipengaruhi oleh persoalan-persoalan ideologis. Di negara yang tertib hukum, rakyat sudah paham kategori makar dan tidak makar.
"Dulu orang tidak puas kemudian menyatakan ketidakpuasaannya dengan angkat senjata. Kalau sekarang sudah ada salurannya yang jelas dalam sistem demokrasi di Indonesia," katanya.
Baca Juga: Fandi Utomo Diminta Jadi Bupati sidoarjo
Sementara itu, Ahmad Zainul Hamdi, Doktor Sosial Keagaman Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) mengingatka pentingnya pemahaman Pancasila dalam setiap kehidupan sehari-hari. Terutama saat ini yang penting adalah tentang kebhinekaan di masyarakat.
"Sekarang Bhinneka Tunggal Ika perlu diperkuat. Karena banyak gerakkan-gerakkan yang membuat kebhinnekaan kita terkoyak," tutur pria yang akrab disapa Inung ini.
Inung membeberkan, Pancasila diperlukan karena Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.000 pulau lebih, terdiri atas berbagai suku bangsa, beraneka adat dan budaya, dan memeluk berbagai agama dan keyakinan. Dalam keragaman bangsa seperti ini, diperlukan seperangkat nilai-nilai dasar yang merefleksikan keyakinan setiap kelompok.
Baca Juga: Reses di Gresik, Anggota DPR RI Fraksi Demokrat Disambati Sarpras Pendidikan Tak Layak
Pancasila adalah common denominator dari bangsa yang plural ini. Pancasila adalah perasan dari nilai-nilai dasar yang diyakini dan dianut oleh bangsa Indonesia, tidak peduli apapun keyakinan agamanya, adat-istiadatnya, dan bahasanya. Pancasila sebagai ideologi nasional berfungsi sebagai acuan bagi bangsa Indonesia dalam rangka mencapai cita-cita nasional.
Jika bangsa yang plural memerlukan sebuah ideologi tunggal untuk menyatukannya menjadi sebuah bangsa, maka begitu juga undang-undang yang mengaturnya. Adalah tidak mungkin bangsa yang plural diadili menurut keyakinan salah satu kelompok. Jika ada undang-undang yang dibangun hanya berdasarkan keyakinan kelompok tertentu, maka tidak mungkin undang-undang tersebut bisa memberi rasa keadilan pada kelompok lain yang tidak meyakininya.
"UUD ’45 adalah undang-undang dasar yang berlaku untuk bangsa Indonesia, tidak peduli apapun keyakinannya. Undang-undang dasar suatu negara ialah hukum dasar yang tertulis, yang menjadi rujukan bagi seluruh aturan hukum yang ada di bawahnya," pungkasnya. (mdr)
Baca Juga: Reses Anggota DPR RI Fraksi NasDem, Aminurokhman Beberkan Program Khusus untuk Masyarakat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News