Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
Wadharaba allaahu matsalan qaryatan kaanat aaminatan muthma-innatan ya/tiihaa rizquhaa raghadan min kulli makaanin fakafarat bi-an’umi allaahi fa-adzaaqahaa allaahu libaasa aljuu’i waalkhawfi bimaa kaanuu yashna’uuna (102).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Dalam agama, tidak ada yang ketepatan. Semua berjalan sesuai kehendak-Nya. Jika harus disebut sebagai sebuah "ketepatan", maka ini kali kesekian ayat kaji tafsir aktual matching dengan kondisi kekinian. Ayat kaji sedang membicarakan negeri, perkampungan (qaryatan) di jazirah arab yang berlimpah kekayaan, lalu penduduknya kufur terhadap nikmat Allah (fakafarat bi-an'umillah), bukan kufur terhadap Tuhan. Selanjutnya, negeri itu diadzab.
Makna kafir terhadap kenikmatan Tuhan antara lain, suka maksiat dan berfoya-foya, memubadzirkan harta melampaui batas kewajaran, sangat sedikit harta yang disedekahkan jauh dibanding aset yang ditumpuk, kurang peduli terhadap kemiskinan di sekitar, malas beribadah bahkan sering meninggalkan shalat dan kewajiban lain.
Berbarengan dengan itu, raja Salman Arab Saudi bersama 1.500 rombongan berkunjung ke negeri ini. Di samping itu, mereka juga berlibur ke Bali. Kunjungan 1-9 Maret 2017 ini jangan ditanya berapa biaya harus dihabiskan. Kabarnya, kunjungan mega mewah macam ini sering juga dilakukan sebelumnya.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Sebagai muslim, kami sangat bangga ada negara islam kaya-raya macam itu. Selain prestesius, juga elitis dan bertabat di mata dunia internasional. Kami juga bangga kepada para pangeran yang banyak berprestasi, baik di bidang akademik, tehnologi maupun ekonomi. Semoga islam lebih berjaya lantaran Yang Mulia dan para pangeran. Terhadap segala keurangan, semoga Tuhan menyempurnakan.
Jika dikabarkan kekayaan Yang Mulia lebih dari 200 triliun, maka itu prestasi dunia. Meski orang yang lebih kaya dari itu banyak, tapi karena raja Salman ini pelayan al-Haramain, rumah Allah dan masjid Rasulullah SAW, maka tafsir ini lebih berfokus kepada diri Yang Yulia.
Jika yang mulia begitu enteng mengeluarkan jutaan dolar untuk perjalanan dunia, semoga Yang Mulia lebih enteng lagi mengeluarkan dana untuk bekal perjalanan Yang Mulia menuju Tuhan nanti. Mohon Yang Mulia bertafakkur, jika Yang Mulia sedang melaksanakan perjalanan dunia, sungguh semua fasilitas dan apa saja yang membuat perjalanan Yang Mulia nyaman sangat diistimewakan.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Ribuan orang sibuk membantu, mengatur, melayani, menyamankan, menggembirakan, mengamankan dan mengelu-elukan. Semua servis adalah kelas tertinggi, termasuk makanan, hotel, kendaraan dll. Untuk ini, mohon Yang Mulia bertadzakkur, bahwa sebentar lagi Yang Mulia akan melaksanakan perjalanan menuju Tuhan sendirian. Tiada satu pun keluarga, tiada pangeran, tiada istri, tiada menteri, tiada pembantu satupun yang menemani. Karangan bunga dan ucapan belasungkawa, hanyalah seremoni. Hanya amal kebajikan yang mulia saja yang bisa membantu Yang Mulia bernyaman-nyaman di sisi Tuhan.
Tugas kenegaraan telah Yang Mulia laksanakan dengan sempurna, sekian nota kesepahaman telah ditandatangani dan silaturrahim juga telah dilaksanakan. Barakallah fikum, semoga menjadi amal ibadah yang baik dan bermanfaat bagi negeri ini dan juga negeri Yang Mulia. Kini bersama rombongan, Yang Mulia berlibur ke Bali, pulau wisata yang notabenenya pulau hiburan yang bebas, penuh maksiat dan hura-hura. Dan yang mulia tetap sebagai penanggungjawab terdepan di hadapan Allah SWT nanti.
Kami yakin, Yang Mulia sudah memberi nasehat yang terbaik berdasar keimanan dan ketaqwaan. Sebagai seorang muslim, kami berharap semoga rombongan Yang Mulia, setelah balik nanti tidak menambah "noda" yang menyebabkan rahmat Tuhan menjauh dari negeri ini. Apalah artinya MoU ditandatangani, tapi Allah SWT tidak merestui.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Ketika raja Sulaiman al-Qanuny wafat, beliau berwasiat dua hal. Pertama, agar sebuah kantong yang sudah ditunjuk diikut sertakan bersama di liang kubur. Kedua, agar kedua tangan beliau dikeluarkan menjulur keluar dari keranda mayat. Para ulama kerajaan menyikapi wasiat itu, karena ragu apa isi kantong tersebut. Hal itu dilarang dalam hukum fikih. Lalu dibuka.
Subhanallah, ternyata isinya adalah kertas-kertas bertuliskan referensi, catatan, fatwa terkait lebih dari 200 undang-undang syar'iyah yang telah dibuat selama beliau menjabat. Rupanya beliau ingin menunjukkan bukti kepada Tuhan, bahwa semua undang-undang tersebut telah dikonsultasikan kepada ulama dan para ahli. Karena produktifnya membuat undang-undang, maka digelari al-Qanuny.
Kedua, kedua tangan yang dikeluarkan dari keranda mayat secara terbuka adalah nasehat bisu kepada umat, bahwa sang khalifah, sekelas raja yang selama hidup bergelimang kemewahan, ketika sudah mati seperti sekarang ini, sungguh mati dengan tangan kosong tanpa membawa apa-apa dari kemewahan dunia. Seolah sang raja hendak berteriak: "Lihatlah ini, lihatlah ini wahai rakyatku! Apa yang kalian buru dari dunia ini?
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Semoga Allah SWT memberkahi Jalalah al-Malik, Salman ibn Abd al-Aziz Al Sa'ud wa ahlah ajma'in.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News