Menelusuri Jejak Kampung Religi di Surabaya (12): Gelaran Piala Dunia jadi Ajang Dakwah

Menelusuri Jejak Kampung Religi di Surabaya (12): Gelaran Piala Dunia jadi Ajang Dakwah Warga Kampung Bureng saat melakukan Salat Maghrib berjamaah usai buka bersama (bukber) di Masjid At Taqwa. foto: YUDI A/ BANGSAONLINE

WILAYAH Wonokromo dulu terkenal dengan tingkat kriminalitasnya yang tinggi. Seperti pencopetan, penjambretan, kerap kali terjadi di kawasan yang dipakai Pemerintah Belanda pada masa kolonial ini sebagai batas wilayah Surabaya bagian selatan.

“Keluar dari wilayah Wonokromo ini, disebut sebagai Jabakota,” ungkap Solahuddin Azmi, Pengamat Sejarah Surabaya.

Kehadiran sebuah pondok pesantren (ponpes) diharapkan bisa memberikan angin segar serta pencerahan kepada masyarakat khususnya warga sekitar yang sebelumnya belum pernah tersentuh oleh agama. Tidak terkecuali dengan keberadaan Ponpes Bureng di Jalan Karangrejo, Kelurahan Wonokromo, Kecamatan Wonokromo ini.

“Dengan adanya keterlibatan para ulama atau kiai jaman dahulu, mereka lalu mendirikan Masjid Bureng (At Taqwa) serta Pesantren Bureng tidak lain bertujuan mengajak masyarakat sekitar untuk kembali kepada yang haq (kebaikan). Masjid mereka gunakan untuk mendirikan salat, sedangkan pesantren digunakan sebagai tempat mengaji,” ucap KH Mas Abdul Hamid Sya’roni, Pengasuh Ponpes Bureng, cucu KH Ahmad Marzuki bin Tolhah.

Banyak cara bisa ditempuh dalam melakukan syiar (dakwah), salah satunya melalui tontonan bola saat event besar seperti piala dunia berlangsung. Tepatnya, waktu itu terjadi pada piala dunia tahun 2002 silam. Ia mengaku sangat prihatin terhadap kondisi keamanan lingkungan Kampung Bureng yang semakin lama semakin meresahkan warga.

Ada saja barang-barang yang hilang, mulai dari sandal, burung, handphone hingga sepeda motor. Hal itu terjadi terutama saat banyaknya warga yang mengalami kekalahan dalam taruhan.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO