MALANG, BANGSAONLINE.com - Kewajiban membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen sangat memberatkan petani dan rawan ditunggangi pengusaha. Menurut anggota Komimisi B DPRD Kabupaten Malang, H. Hadi Mustofa, pajak tersebut akan merugikan petani tebu. Akibatnya, petani bisa beralih ke tanaman lain.
“Jika para petani tebu beralih ke tanaman lain, bisa dipastikan pasokan tebu di dua Pabrik Gula (PG) Krebet Baru dan PG Kebonagung akan terjadi penurunan. Dampaknya harga gula lokal menjadi mahal, otomatis masyarakat yang menerima dampaknya karena gula pasir menjadi mahal,” papar dia.
Baca Juga: Komitmen Wujudkan Hilirisasi Dalam Negeri, Antam Borong 30 Ton Emas Batangan Freeport
Langkah pemerintah memberlakukan PPN 10 persen bagi gula memecah petani tebu akan menjadi dua, yakni petani tebu dan pengusaha tebu. Petani tebu yaitu petani kecil yang masuk dalam kelompok petani tebu, dan pengusaha tebu mereka yang akan memborong tebu petani kecil. Pengusaha tebu akan mengeruk keuntungan lebih besar yang omzetnya bisa mencapai miliaran rupiah.
Akan lain lagi ceritanya, jika pajak dibebankan kepada pengusaha tebu, karena mereka yang memiliki omzet besar. “Kita harus mewaspadai pengusaha tebu yang menyamar sebagai petani tebu dengan tujuan bebas pajak. Selain itu, pengusaha tebu juga akan memanfaatkan pupuk bersubsidi yang mengatasnamakan petani tebu,” imbuh dia.
Mustofa mengungkapkan, ada beberapa petani tebu kecil di wilayah Kabupaten Malang ini yang tidak mau membeli pupuk bersubsidi. Namun hal itu justru dimanfaatkan oleh oknum-oknum pengusaha tebu itu sendiri. Untuk itu, pupuk bersubsidi juga perlu dilakukan penataan, agar pupuk bersubsidi tersebut tepat peruntukannya, dan tidak dimanfaatkan oleh oknum pengusaha tebu yang ingin meraup keuntungan lebih besar. (thu/rev)
Baca Juga: Fungsi Kalkulator Forex Lanjutan: Melampaui Perhitungan Dasar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News