KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Lalan Suwanto (41), anak yang tega menggugat ibu kandungnya sendiri, Sumiati (72) di Kabupaten Kediri akhirnya angkat bicara. Anak keempat tergugat ini terpaksa memperkarakan ibu yang sudah melahirkannya demi menjaga harta warisan peninggalan orang tuanya.
Bagi Lalan, rumah di Kelurahan Ngablak, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri itu sangat berharga. Bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 1.300 meter persegi itu adalah peninggalan almarhum Muradi, ayahnya. Sehingga, ia tidak rela rumah itu jatuh ke tangan orang lain.
Baca Juga: Warga Satak Kediri Bergejolak, Tuntut Hak Garap Tanah Perhutani
"Rumah itu dibangun dengan susah payah oleh ayah dan ibu. Mereka sampai merantau ke Jakarta bekerja di pabrik sabun. Sedikit demi sedikit uang dikumpulkan sehingga bisa membeli tanah di sana, kemudian membangunnya. Sehingga bagi saya dan Mbah Asih (Emi Asih, kakak sulungnya) teramat berharga sekali," kata Lalan.
Ditemui di rumahnya di Jalan Kaliombo Raya, Kelurahan Kaliombo, Kecamatan Kota Kediri, Lalan masih mengenakan pakaian kerja. Dia menyempatkan izin keluar dari kantor untuk menemui wartawan. Sales elektronik ini membeberkan kronologis gugatan terhadap ibunya bersama tiga orang saudaranya sendiri.
"Persoalan ini berawal dari rumah kami yang dieksekusi bank. Rumah kemudian berpindah tangan kepada Dwi Biyanto (62) warga Kota Surabaya. Tanah itu diambil paksa bank karena adik saya punya hutang dengan agunan sertifikat yang tidak sanggup dilunasi. Rumah kemudian dilelang dan dimenangkan oleh Dwi Biyanto," beber Lalan.
Baca Juga: Eksekusi Tanah dan Bangunan di Kota Kediri: Kuasa Hukum Termohon Keberatan, Anggap Cacat Hukum
Perpindahan hak tanah dari para ahli waris Muradi kepada Dwi Biyanto membuat Lalan dan kakaknya Emi Asih (57) kaget. Betapa tidak, mereka adalah bagian ahli waris yang sah, tetapi tidak pernah mengetahui seluk-beluk peralihan hak dan juga peminjaman uang ke bank. Mereka tidak pernah membubuhkan secuil pun tanda tangan.
"Kami merasa kecewa. Terutama kepada adik kami yang paling kecil Enik Murtini," tegas Lalan.
Almarhum telah mewariskan rumah dan tanah tersebut kepada dia dan beberapa saudaranya. "Ayah mewariskan rumah itu kepada kami berlima dan ibu. Terserah rumah itu ditempati siapa, yang penting jangan sampai dijual, karena peninggalan. Kalau memang ditempati Enik ya tidak apa-apa, yang penting bersama ibu. Tetapi tahu-tahu rumah sudah berpindah tangan," beber Lalan.
Baca Juga: Sejumlah Aktivis Antikorupsi di Kediri Pertanyakan Kepemilikan Tanah Kawasan Simpang Lima Gumul
Lalan dan Emi Asih kemudian mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri. Ada delapan orang tergugat yaitu, Bambang Suhartono, perantara pengajuan pinjaman ke bank asal Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, Dwi Biyanto, pemenang lelang, Sumiati, sang ibu bersama tiga orang saudaranya yaitu, Enik Murtini, Hadi Pujiono (47) dan Hadi Suwandi (44), Kantor PPAT Ahmadi, serta Kantor Notaris Meika Astri.
Lalan dan Emi Asih mengaku sadar di antaranya kedelapan tergugat ada nama ibunya. Tetapi, bagi mereka tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh untuk mengembalikan rumah. Mereka memperkarakan proses peralihan hak tanpa persetujuan keduanya. Menurut mereka segala proses yang telah dilalui tersebut adalah cacat hukum.
"Ibu sebenarnya hanya imbas dari perbuatan adik kami yang paling kecil, Enik Murtini," imbuh Lalan.
Baca Juga: Sengketa soal Izin Pendirian Kafe, Massa Aksi Geruduk Balai Kota Kediri
Enik telah merayu ibunya untuk meminjamkan sertifikat rumah sebagai jaminan hutang. Enik sendiri sebenarnya tidak ingin bersentuhan dengan bank, melainkan cukup dengan Bambang Suhartono, kenalannya.
Sertifikat itu dimasukkan ke bank Danamon di wilayah Desa Gringging, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri atas nama peminjam Bambang Suhartono. Pinjamannya sebesar Rp 120 juta. Tetapi Enik mengaku, hanya diberi Rp 70 juta, dan sisanya dipakai oleh Bambang. Pinjaman tersebut harus dilunasi dalam tempo empat tahun.
Oleh Enik uang pinjaman dipakai untuk modal usaha. Dia membudidayakan ayam petelor di belakang rumah. Tetapi, usaha yang ia geluti bangkrut di tengah jalan. Otomatis Enik tak sanggup menebus sertifikat yang sudah dijaminkan. Hingga akhirnya Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri mengeksekusinya.
Baca Juga: Konflik Kepengurusan Takmir Masjid Al-Muttaqun Kediri Diharapkan Segera Tuntas
Sebagaimana sudah diberitakan sebelumnya, pasca rumahnya diekusi, kini Sumiati terpaksa numpang tinggal di rumah karya di Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Rumah ini adalah tempat untuk membina para anak-anak jalanan, dan dari komunitas anak Punk Kota Kediri.
Sumiati tinggal bersama Enik Murtini, anak bungsunya, Mohammad Faisol, menantunya dan dua orang cucunya. Sejak setelah eksekusi pengosongan, hingga hari ini mereka sudah menempati rumah tersebut selama kurang lebih tiga bulan. Dalam wawancara sebelumnya, Sumiati mengaku tidak kerasan, tetapi dia hanya bisa pasrah. Ia juga tidak ingin menunjukkan kesedihan di hadapan para anak-anaknya yang lain.
Sidang gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Sumiati sendiri sudah berlangsung 12 kali. Lalan dan Emi Asih berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri adil dalam memutuskan perkara yang mereka ajukan. Sehingga rumah tersebut dapat kembali lagi ke para ahli waris yang sah. (rif)
Baca Juga: Warga Mrican Tuntut UB Kediri Transparan soal Penggunaan Uang Hasil Sewa Lahan Hibah dari Pemkot
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News