Sejumlah Aktivis Antikorupsi di Kediri Pertanyakan Kepemilikan Tanah Kawasan Simpang Lima Gumul

Sejumlah Aktivis Antikorupsi di Kediri Pertanyakan Kepemilikan Tanah Kawasan Simpang Lima Gumul Bangunan monumen Simpang Lima Gumul yang berdiri megah masih menyimpan persoalan soal kepemilikan tanah di kawasan tersebut. Foto: MUJI HARJITA/ BANGSAONLINE

KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Masyarakat Pemantau Korupsi (Mapko) Nusantara mendatangi Kantor , Rabu (20/3/2024).

Namun mereka tidak bisa bertemu anggota . Petugas mengarahkan mereka ke Kantor Kesbangpol Kabupaten Kediri yang berada di belakang kantor dewan.

Baca Juga: Resmi Dilantik, 4 Pimpinan DPRD Kediri Periode 2024-2029 Segera Susun RAPBD 2025

Di Kantor Kesbangpol Kabupaten Kediri, para aktivis diterima oleh Kepala Kesbangpol, Yuli Marwanto, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Kediri, Agus Cahyono, Plt  Kepala Satpol PP Kabupaten Kediri, Kaleb Untung Satrio Wicaksono dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kediri, M. Erfin Fatoni.

Namun pertemuan antara aktivis Mapko dan perwakilan Pemkab Kediri tersebut tidak menemukan hasil. Para aktivis minta pertemuan ditunda dulu dan diagendakan lagi dengan mengundang pihak terkait lainnya seperti Pemdes Sumberejo dan Tugurejo serta APH.

Andri, Ketua Umum Mapko, mengatakan bahwa kedatangannya ingin menanyakan terkait tanah di kawasan (SLG) yang diduga sebagian besar justru dimiliki oleh perorangan.

Baca Juga: Warga Satak Kediri Bergejolak, Tuntut Hak Garap Tanah Perhutani

Padahal, tanah tersebut mestinya milik pemerintah, dalam hal ini Pemkab Kediri. 

Maka dari itu, ia meminta DPRD tegas dan segera bertindak untuk menyelamatkan aset daerah Pemkab Kediri yang berada di kawasan SLG.

"Kami menuntut agar Bupati Kediri segera mengambil langkah untuk mengambil alih yang berada di kawasan SLG," kata Andri.

Baca Juga: 50 Anggota DPRD Kabupaten Kediri Periode 2024-2029 Resmi Dilantik

Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kediri, M. Erfin Fatoni, menjelaskan, bahwa kawasan SLG itu dibagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah Desa Sumberejo, Kecamatan Ngasem dan wilayah yang masuk Desa Tugurejo, Kecamatan Ngasem.

"Sesuai dengan data yang ada di kami yang di wilayah Desa Sumberjo itu ada 143.312 meter persegi dan yang ada di wilayah Desa Tugurejo ada 68.136 meter persegi. Sehingga apabila ditotal ada 211.448 meter persegi atau kurang-lebih 21 hektare," kata Erfin.

Menurutnya, tanah seluas 21 hektare itulah yang bersertifikat atas nama Pemerintah Kabupaten Kediri dan sudah tercatat ke dalam neraca Pemerintah Kabupaten Kediri. Dan yang di luar itu bukan merupakan aset milik Pemerintah Kabupaten Kediri.

Baca Juga: Tuntut Redistribusi Lahan HGU, Ratusan Warga Puncu Geruduk Kantor Pemkab Kediri

Masih menurut Erfin, kasus ini sebenarnya sudah pernah dipertanyakan pada tahun 2020 lalu. Waktu itu ia sudah menjelaskan terkait aset milik Pemkab Kediri yang berupa fasilitas umum seperti gedung, jalan, dan taman, dan semuanya sudah bersertifikat hak pakai dan BPN.

"Ada sekitar 40 bidang yang sudah bersertifikat hak pakai yang berada di wilayah Desa Sumberejo dan Desa Tugurejo, Kecamatan Ngasem," ucapnya.

Sedangkan yang dipertahankan oleh kawan-kawan LSM, menurut Erfin, adalah proses yang terjadi pada saat pembebasan tanah SLG tersebut, karena tidak semuanya menjadi aset Pemerintah Kabupaten Kediri.

Baca Juga: Eksekusi Tanah dan Bangunan di Kota Kediri: Kuasa Hukum Termohon Keberatan, Anggap Cacat Hukum

"Sebenarnya proses yang terjadi saat itu ada dua yaitu proses B to B (business to business) masyakarat sendiri yang melakukan proses pengadaan dan proses government to government atau government to business. Jadi ada keterlibatan pihak swasta dan ada keterlibatan pihak Pemerintah. Yang terjadi untuk aset milik Pemerintah Kabupaten Kediri ini, sepertinya pemerintah dengan pihak swasta," pungkasnya. (uji/van)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO