SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Ternyata alasan para guru besar Universitas Airlangga (Unair) menolak penganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa (Dr HC) kepada Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Drs Abdul Muhaimin Iskandar, MSI, bermacam-macam. Salah seorang guru besar menolak keras penganugerahan gelar kehormatan itu karena Cak Imin - panggilan A Muhaimin Iskandar - dianggap bukan politisi plural. Padahal Cak Imin dalam penganugerahan gelar kehormatan itu mau menyampaikan pidato bertema : Mengelola Kebhinekaan untuk Kemajuan dan Kesejahteraan Bangsa.
“Cak Imin adalah sosok yang ikut menghempaskan Gus Dur dalam konstalasi politik di internal PKB. Bagaimana mungkin, gelar itu diberikan kepada musuh sang pluralis,” kata guru besar yang ikut sidang Senat Akademik untuk penganugerahan gelar kehormatan Dr HC untuk Cak Imin itu.
Baca Juga: Rocky Gerung Ajak Pemuda di Surabaya Kritis Memilih Pemimpin
Dalam pertarungan perebutan PKB di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Cak Imin memang menang melawan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Saat itu Gus Dur sebagai ketua umum DPP Dewan Syuro. Akibat kekalahan itu Gus Dur tak bisa mimpin PKB lagi. Bahkan Gus Dur kemudian tak terlibat di PKB. Publik menyebut Cak Imin telah menjatuhkan Gus Dur dari PKB. Padahal Gus Dur yang mendirikan PKB. Cak Imin bisa jadi pengurus PKB awalnya juga karena dicangking Gus Dur sebagai sekjen PKB.
Unair menganugerahkan gelar Dr HC terhadap Cak Imin Selasa pagi ini (3/10/2017). Namun hingga kini penolakan para civitas akademika Unair terhadap penganugerahan gelar kehormatan itu terus berlangsung. Para dosen Unair - terutama dosen FISIP - terus melakukan aksi penolakan. Mereka merasa malu karena pihak rektorat Unair dianggap telah melakukan praktik transaksional sehingga mencoreng kemandirian dan obyektivitas kampus.
“Kita hendak menghentikan praktik-praktik transaksional dalam dunia akademik di Unair,” kata Airlangga Pribadi Kusman, dosen FISIP Unair dalam keterangan persnya.
Baca Juga: Hadiri Kampanye Akbar Luluk-Lukman di Gresik, Cak Imin akan Sanksi Anggota DPRD yang tak Bergerak
Ia mengaku ingin menunjukkan bahwa di Unair masih banyak akademisi dan intelektual yang kritis dan tidak menghamba kepada kekuasaan. ”Bahwa kita tidak berafiliasi dengan kelompok politik dan paham keagamaan tertentu melainkan tegak lurus pada komitmen akademik dan intelektualitas,” kata pengamat politik yang meraih gelar PhD dari Murdoch University, Perth, Australia, dengan disertasi berjudul “Local Power and Good Governance in Post Authoritarian Indonesia: The Case of Surabaya”.
Ia menyadari bahwa aksinya ini tak mungkin bisa menggagalkan seremonial penganugerahan gelar kehormatan itu. ”Tapi setidaknya publik dan academic community di Indonesia harus tahu bahwa sebagian besar (civitas akademikian Unair-red) menolak,” tegas Airlangga Pribadi Kusman. Ia terus mengajak para civitas akademika Unair melakukan konsolidasi menolak penganugerahan gelar kehormatan itu. Bahkan pada pukul 12.00 siang nanti ia bersama para civitas akademika yang masih punya idealisme dan moral intelektual akan menggelar jumpa pers untuk mengimbangi acara penganugerahan gelar kehormatan itu.
Seperti diberitakan bangsaonline.com, sejumlah dosen dari Departemen Politik Unair merilis sikap yang intinya memberi pertimbangan, baik kepada pihak rektorat maupun Cak Imin – panggilan Muhaimin Iskandar. Mereka antara lain: Kris Nugroho; Airlangga Pribadi; Hariyadi, Ucu Mardianto; Priyatmoko; Dwi Windyastuti; Siti Aminah; Sutrisno; dan Budi Prasetyo. Mereka selain dikenal sebagai dosen senior, juga populer sebagai pengamat politik di Unair.
Baca Juga: Pertama di Indonesia, Pentas Wayang Perjuangan Hadratussyaikh, Dalang Ki Cahyo Kuntadi Riset Dulu
Sebelumnya, Prof. Dr. Mustain Mashud, M.Si selaku promotor pada gelar Dr HC Cak Imin menyatakan pemberian gelar doktor kehormatan itu atas usulan dari Unair. Pernyataan ini sekaligus untuk menepis spekulasi yang beredar bahwa pihak rektorat ditekan seorang menteri yang masih keluarga dekat Cak Imin yang membidangi pendidikan tinggi.
"Awalnya
antara bulan Juni hingga Juli ada kontak dengan Cak Imin. Dan yang diminta
untuk menjadi Promotor adalah Prof Kacung Marijan. Karena terkendala sakit,
akhirnya saya diminta oleh rektor untuk mendampingi dalam mendiskusikan tentang
beberapa materi dan persiapan lainnya," kata Mustain Mashud yang dosen FISIP
Unair, Senin (2/10/2017).
Ia mengaku mempersiapkan beberapa tahapan sesuai ketentuan
akademik. Setelah lolos dalam forum grup diskusi dengan dewan pertimbangan
Unair, pihaknya memberikan ruang kuliah umum Cak Imin multikultural dan
kebhinekaan di FISIP.
Ia bercerita bahwa dalam proses diskusi itu mendatangkan 30
orang yang terdiri dari para guru besar, kepala departemen, ketua prodi serta
dosen muda FISIP yang berfungsi untuk mengkritisi akademiknya, mempertanyakan
pemberian honoris causa antara SK dari menteri dan rektor dan juga apa jasa
yang telah diberikan. Ia juga menceritakan bahwa diskusi berlangsung mendalam
misaslnya apa sumbangsih yang diberikan.
Menurut dia, semua proses dan persyaratan itu sudah dijalankan sehingga Cak Imin layak mendapat gelar Dr HC.
Baca Juga: Didukung Penyintas Semeru, Rakka dan TPD Lumajang yakin Khofifah-Emil Menang
Namun Guru Besar Unair Prof Dr Hotman Siahaan berbeda dengan Mustain Mashud. Menurut Bang Hotman – panggilan akrabnya, Mustain tidak boleh mengatakan bersedia menjadi promotor karena mendapat mandat dari Rektor Unair untuk menggantikan Profesor Kacung Marijan yang saat itu sedang sakit. Mustain bisa menolak menjadi promotor jika memang dirasa Muhaimin Iskandar belum layak menyandang gelar itu.
“Kalau sudah mau menjadi promotor, dia harus tangggungjawab. Meyakinkan semua pihak bahwa Pak Muhaimin memang layak menyandang gelar Doktor HC. Atau sebaliknya, menyimpulkan yang dipromotori belum layak atau naskah akademiknya butuh perbaikan,” tegas Hotman Siahaan, Senin (2/10/2017).
Hotman menjelaskan, dirinya memang ikut hadir dalam FGD (Forum Group Discussion) yang digelar di FISIP Unair yang dihadiri Muhaimin Iskandar. Karena sifatnya FGD, maka dirinya memfokuskan pada memberi pendapat atas materi yang disajikan oleh Muhaimin Iskandar.
Baca Juga: Bersama Unair, FH UTM Jalin Kerja Sama dengan Faculty of Law Maastricht University
“Saya tidak memberi nilai A, B, C, D atau E. Tetapi hanya mengkritisi materi yang dipresentasikan Pak Muhaimin Iskandar dalam perspektif akademis. Saya sampaikan teorinya masih ada yang salah. Bagaimana saya bisa menilai kalau teorinya masih salah. Jadi saya tidak memberi penilaian, tetapi hanya mengkritisi dan memberi masukan,” tegas Hotman.
Hotman Siahaan menambahkan, proses pemberian gelar Dr HC yang diterima Muhaimin Iskandar sangat berbeda dengan pemberian gelar untuk Gubernur Jatim Soekarwo.
“Pak Karwo untuk mendapatkan gelar Doktor HC melalui proses panjang. Basisnya pada pemikiran Jatimnomic yang telah dikembangkan Pakde dan telah dibukukan. Jadi para pakar menguji pemikiran atau teori tentang Jatimnomic yang telah dikembangkan dan dibukukan,” katanya.
Baca Juga: Gala Dinner Pimnas ke-37 Unair, Pj Gubernur Jatim Komitmen Dukung Perkembangan Perguruan Tinggi
Hotman tidak bersedia memberi komentar apakah Prof Mustain yang lebih mendalami sosiologi pemerintahan pantas menggantikan Prof Kacung Marijan yang disiplin ilmunya lebih cocok menjadi promotor Muhaimin yang mengambil materi tentang sosiologi politik.
“Soal itu, Pak Mustain yang lebih pas menjawab. Tetapi, sebagai guru besar yang independen, Pak Mustain boleh menolak menjadi promotor jika tidak yakin. Kalau sudah menerima, seorang promotor harus bertanggungjawab,” tegasnya.
Cak Imin sendiri enggan menanggapi pro-kontra itu. ”Saya no comment,” kata Cak Imin ketika di Unair. (tim)
Baca Juga: AHY Raih Gelar Doktor dari Unair, Khofifah Yakin Bakal Bawa Kebaikan Bagi Bangsa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News