>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<
Pertanyaan:
Baca Juga: Saya Dilamar Laki-Laki yang Statusnya Pernah Adik, Keluarga Melarang, Bagaimana Kiai?
Assalamualaikum
ustas, saya Cici. Saya adalah seorang mahasiswi semester akhir, saya sudah
dilamar kurang lebih setahun yang lalu. Pada
saat lamaran, kami sepakat untuk menikah setelah saya diwisuda, kami tunangan kurang lebih 2 tahun. Namun,
akhir-akhir ini hari saya seperti terketuk dan sadar bahwa itu semua dosa.
Saya menjalin hubungan (pacaran atau tunangan) di luar pernikahan. Namun,
keluarga memberi pandangan tidak gampang menikah tapi tinggal jarak jauh.
Tunangan saya kerja di Duri, saya sendiri kuliah di Pekanbaru. Untuk kemungkinan
saya berhenti kuliah rasanya tak mungkin, sayang, sudah terlalu banyak biaya dan
hanya meninggu beberapa bulan saja.
Untuk diputuskan tidak mungkin, karena status sudah tunangan, saya juga sayang. Namun jika menikah kami harus hidup terpisah jarak jauh. Dan jika tidak menikah saya tak mau nambah dosa lagi ustad dengan zina-zina kecil. Saya tahu bahwa dosa anak perempuan yang belum menikah akan dimintai pertanggungjawaban dari bapaknya. Saya gak mau nambah dosa bapak saya. Apa yang harus saya lakukan ustad?
Terimakasih, wassalamualaikum.
Baca Juga: Istri Tak Penuhi Kebutuhan Biologis, Saya Onani, Berdosakah Saya?
Cici, Duri, Pekanbaru
Jawaban:
Memang khitbah atau lamaran adalah preses perkenalan untuk menuju pada pernikahan. Khitbah bukanlah tujuan, tapi jalan menuju pernikahan. Maka salah jika ada kesan dan anggapan bahwa dengan khitbah sudah menjadi separuh halal. Anggapan ini total salah. Orang yang masih hanya berkhitbah tetap haram melakukan apapun seperti ia sebelum khitbah. Start halal itu dimulai sejak akad nikah dilakukan, bukan khitbah. Maka, pemahaman ini harus menjadi pemahaman penting bagi kaum muslim. Sehingga tidak terjadi perzinahan atau perbuatan menuju perzinahan.
Baca Juga: Rencana Nikah Tak Direstui karena Weton Wanita Lebih Besar dan Masih Satu Buyut
Rasul juga mengisyaratkan dalam khitbah hanya diperbolehkan untuk berkenalan dan melihat saja, tidak lebih dari itu, apalagi berpacaran. Anas bin Malik melaporkan sebuah hadis:
”Mughirah bin Syu’bah berkeinginan untuk menikahi seorang perempuan. Lalu Rasul Saw. Bersabda, ‘Pergilah untuk melihat perempuan itu karena dengan melihat itu akan memberikan jalan untuk dapat lebih membina kerukunan antara kamu berdua’. Lalu ia melihatnya, kemudian menikahi perempuan itu dan ia menceritakan kerukunannya dengan perempuan itu”. (Hr. Ibnu Majah)
Maka, benar apa yang Saudari yakini, bahwa berpacaran sebelum akad itu tidak dibenarkan. Oleh sebab itu, ada dua hal yang dapat Saudari lakukan dalam menyelesaikan masalah ini.
Baca Juga: Hati-Hati! Seorang Ayah Tak Bisa Jadi Wali Nikah jika Anak Gadisnya Hasil Zina, Lahir di Luar Nikah
Pertama, menikah secepatnya dengan calon Saudari walaupun dengan risiko saling hidup berjauhan dan ini berat secara psikologi. Saudari tidak perlu putus kuliah, studi terus dijalani hingga selesai. Tapi semua hal yang Saudari lakukan bersama suami (tunangan) itu menjadi halal. Jadi kalau menikah sekarang risikonya berat, tapi halal.
Ini lah yang disebut dengan berpacaran halal, sebab dilakukan setelah akad. Sebab tunangan yang terlalu lama, ditakutkan ada godaan lain yang menjadi ragu mentuk menikah. Maka, secepatnya setelah tunangan segera menikah, dengan segala risikonya, tapi HALAL.
Kedua, tidak menikah secepatnya. Artinya menikah menunggu selesainya kuliah atau studi. Solusi ini juga baik, tapi dengan syarat tidak melakukan apapun yang aneh-aneh walaupun dengan tunangan. Menjaga sikap pribadi seperti menjaga diri kepada orang lain, semua orang sama walaupun dengan orang yang sudah menjadi tunangan. Solusi ini tidak terlalu berat secara psikologi, tapi beratnya dalam menjaga pergaulan.
Baca Juga: Bagaimana Hukum Mintakan Ampun Dosa dan Nyekar Makam Orang Tua Non-Muslim?
Dengan SMS, WA dll juga harus hati-hati, sewajarnya saja. Sebab sebagian ulama menghukumi komunikasi dengan japri (jalur pribadi) sebagai kholwah, maka hukumnya haram. Sebab dengan japri dapat merencanakan perbuatan maksiat bersama. Berbeda ketika bercakap-cakap di group, maka semua orang tau dan pastinya tidak dapat merencanakan untuk berbuat maaksiat bersama.
Oleh sebab itu, jika memilih opsi kedua boleh, tapi juga harus hati-hati. Saran saya, menikah saja secepatnya, sebab kegelisahan yang sedang Saudari hadapi itu karena sudah lamanya lamaran dan ditambah ketidakjelasan. Maka, menikahlah segera semoga menjadi berkah kehidupan Saudari di masa depan. Amin. Wallahu A’lam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News