Tanya-Jawab Islam: Bolehkah Memaksa Istri Berhubungan Intim saat Pisah Ranjang?

Tanya-Jawab Islam: Bolehkah Memaksa Istri Berhubungan Intim saat Pisah Ranjang? Dr. KH. Imam Ghazali Said., MA

>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<

Pertanyaan:

Baca Juga: Saya Dilamar Laki-Laki yang Statusnya Pernah Adik, Keluarga Melarang, Bagaimana Kiai?

Assalamualaikum wr wb, Pak Ustadz saya pisaah ranjang selama tiga hari. Pulang ke rumah ortu masing-masing, maaf Pak saya gak tahan selama tiga hari itu. Terus saya ke sana minta itu Pak, di ranjang aku dekap paksa sebab nolak Pak, tapi akhirnya dia juga nyerah. Bagaimana hukumnya Pak Ustadz, soalnya sudah gak tahan banget. (Hamba Allah, di bumi Allah)

Jawaban:

Sekilas melihat permasalahan Bapak itu hukumnya tidak haram menggauli istri pada saat sedang ada masalah keluarga. Pisah ranjang tidak menjadikan haram berhubungan badan, kecuali kalau sudah terucap kata-kata cerai dari pihak suami (bukan istri), dan ini sudah kata cerai yang ketiga kalinya.

Baca Juga: Istri Tak Penuhi Kebutuhan Biologis, Saya Onani, Berdosakah Saya?

Kata cerai (talak) dapat diungkapkan dengan dua cara; ucapan yang jelas dan ucapan sindiran. Ucapan yang jelas seperti, “aku ceraikan kamu”, kata seperti ini dianggap sah cerainya baik itu serius atau sedang gurau. Sebab kata-katanya sudah jelas menunjukkan kata cerai, maka tidak bisa dibuat gurau atau candaan. Abu Hurairah melaporkan sebuah hadis yang berbunyi:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ثلاث جدهن جد وهزلهن جد النكاح والطلاق والرجعة

“Rasul saw bersabda, tiga hal yang seriusnya dianggap serius dan guraunya tetap dianggap serius; nikah, talak dan ruju’”. (Hr. Turmudzi).

Baca Juga: Rencana Nikah Tak Direstui karena Weton Wanita Lebih Besar dan Masih Satu Buyut

Oleh karena itu kita semua (kaum Adam) untuk selalu berhati-hati dalam mengucapkan kata cerai, agar tidak terjadi cerai yang tidak kita sadari. Jika kata ini keluar dari istri, seribu kali-pun tidak dianggap perceraian.

Kedua, ucapan sindiran, seperti “Pulanglah ke rumah orang tua-mu”. Kata ini memang tidak jelas, hanya sekedar sindiran. Jika sang suami tidak berniat untuk menceraikan istrinya, hanya rasa kesal dan marah saja, maka belum jatuh talak (cerai). Namun, jika sang suami sudah berniat dalam hatinya walaupun dengan kata sindiran di atas, maka sudah dianggap sah jatuh talak (cerai) satu.

Kemudian talak yang boleh kembali (rujuk) itu hanya tolak pertama dan talak kedua, adapun talak yang ketiga, suami tidak boleh kembali rujuk kepada istrinya kecuali sang mantan istri sudah pernah menikah lagi dengan pria lainnya. Yang pertama dan kedua dinamakan talak raj’i dan yang terakhir dinamakan talak ba’in, yaitu talak yang tidak boleh rujuk, kecuali istrinya sudah pernah menikah lagi dengan pria lain. (Talak Ba’in itu juga diartikan mentalak istri yang belum pernah disetubuhi).

Baca Juga: Hati-Hati! Seorang Ayah Tak Bisa Jadi Wali Nikah jika Anak Gadisnya Hasil Zina, Lahir di Luar Nikah

Allah menjelaskan hal ini di dalam Al-Qur’an:

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

“Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”. (Qs. Al-Baqarah: 229)

Baca Juga: Bagaimana Hukum Mintakan Ampun Dosa dan Nyekar Makam Orang Tua Non-Muslim?

Nah, waktu kembali (ruju’) tidak boleh melebihi masa tiga kali suci istri dari haid. Jika melebihi masa itu, maka harus diadakan akad nikah baru. Dengan demikian, seorang suami yang menceraikan istrinya satu kali, ia masih memungkinkan untuk memperbaiki kembali bila dirasa hal itu perlu dan baik bagi keduanya.

Demikian pula cara rujuk (kembali) dapat disampaikan dengan kata-kata yang jelas atau dengan kata sindiran atau perbuatan. Dengan kata yang jelas seperti, “aku rujuk (kembali kepadamu”, maka kata ini sudah dianggap rujuk, kembali menjadi suami istri lagi.

Jika dengan kata sindiran dapat mengatakan, “kita sudah seperti dulu lagi”, dengan niat rujuk, maka kata ini juga sudah dianggap rujuk (kembali). Atau dengan perbuatan seperti bercumbu rayu, mencium dan bahkan sampai berhubungan badan, maka ini sudah dianggap rujuk kembali.

Baca Juga: Menghafal Alquran, Hafal Bacaannya, Lupa Panjang Pendeknya, Bagaimana Kiai?

Dalam rujuk, tidak disyaratkan juga keridhaan dari istri. Sebab dalam masa iddah suami lebih berhak untuk diterima rujuknya, walaupun sang wanita tidak menyukainya. Dan bila telah keluar (selesai) dari masa ‘iddah tetapi belum ada kata rujuk, maka istri bebas memilih yang lain.

Ibnu Hajar mengatakan (pandangan ini dikutip oleh Ibnu Kastir): “Para ulama telah bersepakat, bahwa bila orang yang merdeka menceraikan wanita yang merdeka setelah berhubungan suami istri, baik dengan talak satu atau dua, maka suami tersebut lebih berhak untuk rujuk kepadanya, walaupun sang wanita tidak suka. Apabila tidak rujuk sampai selesai masa iddahnya, maka sang wanita menjadi orang asing (ajnabiyah), sehingga tidak halal baginya, kecuali dengan nikah baru”. (Ibnu Kastir, 5/342)

Dari penjelasan di atas, Bapak boleh saja langsung mengajak istri berhubungan badan walapun dengan paksaan. Sebab wanita itu masih istri Bapak, bukan orang lain, sebab belum terjadi cerai. Kalaupun toh sudah terjadi cerai satu atau dua, itu juga halal, sebab masih dianggap rujuk kepada istri, walaupun dengan paksaan. Kecuali itu sudah talak tiga, maka Bapak haram mengajak mantan istri berhubungan badan.

Baca Juga: Istri Enggan Layani Hubungan Intim, Suami Sering Onani, Berdosakah?

Namun, nasehat saya, usahakan untuk tidak memaksa istri jika masih belum mau tapi utamakan komunikasi. Hanya saja, istri itu memang terkadang malu, dengan dia mau diajak ke ranjang walaupun dengan paksaan, itu adalah tanda bahwa dia mau. Semoga penjelasan ini bermanfaat. Wallahu A’lam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO