GRESIK, BANGSAONLINE.com - Masalah pelayanan perizinan di Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Pemkab Gresik bagaikan bola salju yang terus menggelinding.
Untuk menyikapi hal ini, DPD Golkar Gresik meminta Suparno Diantoro selaku Ketua Komisi I DPRD memanggil kepala DPM PTSP, Mulyanto. Pemanggilan ini dilakukan untuk mengkroscek informasi yang disampaikan penasehat Kadin Gresik KH Nur Muhammad terkait carut marutnya pelayanan perizinan di DPM PTSP
Baca Juga: Pesangon Belum Diberikan Sepenuhnya, Komisi IV DPRD Gresik Mediasi 23 Pensiunan PT Swadaya Graha
"Kami sudah perintahkan Pak Parno (Suparno Diantoro,red) dan anggota kami di Komisi I untuk memanggil Kepala DPM PTSP (Mulyanto, red) untuk hearing," ujar Ketua Golkar Gresik H. Ahmad Nurhamim kepada BANGSAONLINE.com, Rabu (6/12/2017).
Nurhamim mengaku telah mengantongi data-data yang diungkap oleh KH Nur Muhammad terkait kebobrokan pelayanan DPM PTSP.
“Namun data tersebut saat ini belum bisa dibuka untuk publik. Nanti kalau sudah hearing akan dibuka. Saya juga telah meminta agar pengusaha yang menjadi korban perizinan juga diundang dalam hearing tersebut. Biar buka-bukaan semua," jlentrehnya.
Baca Juga: PT Smelting Raih Penghargaan Pembina Kemitraan Terbaik Bidang Penanaman Modal dari Pemkab Gresik
Menurut Nurhamim yang juga mantan anggota DPRD ini, carut marutnya proses perizinan merupakan salah satu faktor anjloknya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Makanya, dengan adanya fakta ini diharapkan ke depannya DPM PTSP bisa memperbaiki manajemennya untuk pelayanan perizinan. Sehingga tidak terus-terusan mendapatkan cibiran, masyarakat pengusaha dirugikan, dan capaian pendapatan tidak pernah terwujud," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, KH Nur Muhammad mengungkapkan adanya pengusaha yang izinnya tak kunjung terbit meski sudah diurus di DPM PTSP selama bertahun-tahun. Padahal, semua syarat sudah dipenuhi.
Baca Juga: Perumda Giri Tirta Gresik Naikkan Tarif Pemakaian Air untuk Pelanggan Niaga dan Industri
Bahkan pengusaha tersebut kabarnya sudah mengeluarkan uang ratusan juta untuk SKR (surat ketetapan retribusi), namun izin dimaksud tak kunjung diterbitkan. (hud/dur)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News