SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Meski Pemilihan Gubernur Jawa Timur belum memasuki tahapan penetapan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, tapi tensi politik di Jatim mulai meningkat. Kontestasi antar kedua kandidat dan tim sukses pasangan Gus Ipul-Puti maupun Khofifah-Emil mulai gencar dilakukan untuk mendapat simpati dan dukungan dari masyarakat Jatim. Baik secara langsung lewat tatap muka maupun melalui media sosial atau medsos.
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Solihul Huda menilai adu program dan simpati wajar dilakukan oleh kandidat atau pun tim sukses. Selama cara-cara itu tak menggunakan isu bernuansa suku agama rasa dan antargolongan (SARA). Pasalnya isu SARA akan merusak kualitas demokrasi di Pilgub Jatim.
Baca Juga: Sahabat Ning Lia Nganjuk Sokong Lia Istifhama Menuju DPD RI
"Menurut saya hal itu wajar dan memang harus dilakukan para kandidat, agar masyarakat Jatim tahu program masing-masing kandidat. Dan agar para kandidat dekat dan paham dengan persoalan yang dihadapi rakyat. Sehingga masyarakat dapat menentukan pilihan dengan hati nurani dan rasionalitasya, bukan karena SARA (Politik Identitas) atau "memilih kucing dalam karung" tapi "Politik Programatik," tutur Huda, Jumat (19/1).
Ketua Forum Komunikasi Dosen Jatim ini menilai SARA (Suku, Agama, Ras, Golongan) sebagai identitas politik adalah modal sosial yang dimiliki semua orang tanpa bisa meminta dan menolak. Karena itu pemberian Ilahiya, sehingga tidak perlu dan layak untuk dipertentangkan, atau dijadikan bahan bully politik untuk mendapatkan simpati kekuasaan.
Meski demikian, Ketua Pusat Studi KH. Mas Mansur (PuSMAS) ini memprediksi politik SARA masih akan digunakan dalam pilgub Jatim. Hal itu tampak pada ramainya meme berbau SARA yang ditujukann kepada kandidat Cagub di media sosial (medsos).
Baca Juga: KPU Jatim Ajukan Anggaran Pilgub Rp 1,9 Triliun, DPRD Jatim: Tak Masalah, Asal...
"Saya berharap kepada sema tim sukses tidak memperluas dan memanfaatkan isu SARA sebagai alat mencapai kekuasaan. Kasihan rakyat Jawa Timur yang sangat toleran ini akan rusak dan mengobatinya sangat lama. Politik SARA juga akan merusak kualitas demokrasi pilgub Jatim," urai Huda.
Mantan Sekretaris Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Timur ini berharap kepada semua elemen masyarakat, terutama para pemuka agama, baik NU, Muhammadiyah maupun MUI untuk terus mengawal dan membentengi serta turut serta menjaga perhelatan Pilgub Jatim agar tidak di rusak oleh isu SARA. Dengan begitu masyarakat akan mendapatan pemimpin yang berkualitas dan merakyat.
"Tanpa isu SARA, pemimpin yang dihasilkan lewat kontestasi pilgub adalah pemimpin yang berkualitas. Karena ia dipilih karena kekuatan figur dan programnya, " pungkas alumni pasca sarjana UIN Sunan Ampel tersebut. (mdr/rev)
Baca Juga: Ini 15 Nama Cagub Potensial Jatim 2024 Hasil FGD Political Centre
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News