KOTA MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Panwaslu Kota Mojokerto memberikan atensi khusus dalam Pilkada Kota ini. Lembaga pengawas pemilu ini memelototi indikasi terjadinya isu SARA dan praktek politik uang dalam musim kampanye 15 Februari hingga 23 Juni 2018 mendatang.
Panwas berprinsip tahapan ini sangat krusial. Pasalnya, dua hal itu dinilai paling berpotensi terjadinya penyimpangan hingga terpilihnya kepala daerah kelak. "Dari penelitian yang dilakukan para pegiat demokrasi dan anti korupsi ternyata ada benang merah antara banyaknya kepala daerah yang terkena kasus korupsi dan OTT KPK dengan praktik politik uang saat pilkada," ujar ketua Panwaslu Kota Mojokerto, Elsa Fifajanti, Rabu (14/2).
Baca Juga: Kapolres Mojokerto Kota Pimpin Apel Pengamanan Pilkada 2024
Menurut mantan jurnalis harian di Surabaya ini, dalam UU No 10 tahun 2016 tentang Pilkada, aturan terkait politik uang sudah diatur. Dalam pasal 187 A pasal satu yang berbunyi setiap orang siapapun yang memberi dan menerima politik uang dalam pilkada ini bisa dikenakan pasal pidana dengan ancaman hukuman minimal 36 bulan penjara dan denda Rp 200 juta, dan ancaman maksimal hukuman 72 bulan penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.
"Ancamannya sangat berat, kita mengimbau agar masyarakat mengetahui aturan ini dan tidak sampai melanggar," tandas Elsa.
Sebagai langkah antisipasi dan pencegahan terhadap praktik politik uang, Panwaslu Kota Mojokerto, telah menggelar deklarasi Tolak dan Lawan Politik Uang dan Politisasi SARA dalam Pilkada Kota Mojokerto dan Pilgub Jatim 2018.
Baca Juga: Jelang Pelaksanaan Pilkada 2024, KPU Kota Mojokerto Gelar Rapat Evaluasi dengan Jajaran Stakeholder
Deklarasi ini mengundang semua paslon dan tim kampanye, Forpimda, pemilih pemula, santri dari perwakilan ponpes, pramuka, KPU, kepolisian dan jaksa yang tergabung dalam Gakkumdu.
Acara tersebut juga akan membacakan deklarasi tolak politik uang yang dibacakan oleh paslon atau perwakilannya serta dari beberapa yang hadir pada acara tersebut.
Selain deklarasi yang dibacakan, juga akan ada pembubuhan tanda tangan secara serentak dari semua yang hadir dan pembubuhan cap lima cari tangan dengan berbagai warna warni.
"Warna warni cap jari tangan ini sebagai simbolisasi dari warna warni masyarakat Mojokerto. Tetapi semua memiliki tekad yang sama untuk menolak politik uang dan politisasi SARA dalam pilkada," imbuh ia.
Baca Juga: Diharapkan Ikut Awasi Pemilu, Bawaslu Kota Mojokerto Gandeng Emak-emak
Elsa menambahkan bahwa deklarasi ini sebagai test case siapa saja paslon yang memiliki komitmen tinggi terhadap pilkada yang bersih dan jujur. "Yang komitmen tinggi akan bersemangat membubuhkan tanda tangan dan cap jarinya sebagai simbol menolak politik uang," pungkasnya. (yep/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News