SEMARANG, BANGSAONLINE.com – Tak habis pikir! Di Kota Semarang, masih terdapat warung nasi sepiring yang dibandrol Rp 3.000. Lantas, pasti muncul pertanyaan, si penjual untung berapa?
Di kalangan mahasiswa Semarang, gerai ini cukup ngetop dengan sebutan nasi krempyeng. Khususnya mahasiswa di kawasan Universitas Negeri Semarang (Unnes) Kampus Sekaran. Letaknya, di Pasar Krempyeng Sekaran, Jl Taman Siswa, Sekaran, Gunung Pati, Sekaran, Kota Semarang.
Baca Juga: Menteri AHY Serahkan Sertifikat Tanah Elektronik kepada Warga di Semarang
Menu ini selalu menjadi incaran mahasiswa. Meski harganya murah, soal rasa tidak murahan. Menunya, nasi, urap, mihun, kering tempe, keripik peyek, dan yang paling khas dan yang membuatnya beda, sambalnya terdiri dari 3 jenis. Digabungkan jadi satu, yaitu ada sambal kelapa, terasi, dan kacang.
Jika ingin nambah lauk, harganya pun bikin tercengang. Gorengan, ayam goreng, telur dadar, perkedel kentang, dan juga balungan ayam dibandrol di kisaran Rp 1000 – 3000.
Ndak perlu khawatir, sebab di lokasi ini ada beberapa penjual nasi krempyeng. Semuanya sepertinya ada kesepakatan soal harga, termasuk soal lauk. Sama plek!
Baca Juga: Khofifah Promosikan Kuliner Jatim: Ini Masakan Khas Madura, Sidoarjo, Jombang, dan ...
Nur Azizah (40), satu penjual nasi di pasar ini, mengaku telah berjualan selama 20 tahun. Rutinitasnya selama ini, membuka lapak pukul 04.30 WIB, dan rata-rata tutup pukul 09.00 WIB, saat dagangan ludes terjual.
“Dua puluh tahun lalu, modal saya Rp 1 juta. Soal keuntungan sangat tergantung. Tidak ada yang sarapan nasi yang semurah ini, tidak masalah saya menjualnya hanya Rp 3.000 saja, yang penting yang beli barokah,” ujar Nur Azizah. “Dan tentunya, pelanggan terbanyak adalah anak kos,” tambah dia.
“Ini nasi krempyeng memang enak banget sih buat sarapan pagi, pilihan lauknya banyak, sambalnya enak, terus harganya murah banget. Jadi pas banget buat sarapan anak kos,” ujar Herry (27), pria yang ngekos di kawasan kampus Unnes.
Baca Juga: Pecel Bek Kasih di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Kediri Bertahan sejak 1970, Simak Kisah Uniknya
“Harganya murah, jadi bisa dihemat-hemat uangnya buat makan nanti siang hehehe,” timpal Rizky (20) mahasiswa Unnes.
Pengamat tata boga Octavianti Paramita S.Pd M.Sc (40), yang juga Dosen Tataboga Unnes menandaskan, “Dari segi penyajiannya, makanan ini memang khas makanan pasar yang murah-meriah, dan wajar karena sasarannya memang mahasiswa,” kata dia.
“Jika dilihat dari sayuran-sayuran yang gunakan, mirip dengan sayuran yang digunakan di dalam hidangan tumpeng, yaitu urap (hidangan sayuran yang dicampur kelapa parut). Bedanya, jika di dalam tumpeng setiap penggunaan sayurannya mengandung nilai filosofi menurut kebudayaan Jawa, namun di dalam Nasi Krempyeng ini sepertinya hanya menyesuaikan dengan permintaan-permintaan dari para pembeli saja dan tidak mengandung nilai filosofi apapun,” ujar Octaviani.
Baca Juga: Polisi Selidiki Pasangan Sejoli yang Diduga Mesum di Taman Semarang
Analisis dia, hal yang disayangkan adalah urap yang terdapat di dalam nasi krempyeng ini akan cepat basi, jika tidak segera dimakan. Ini dikarenakan proses pencampuran urap tidak menggunakan proses pengukusan dahulu. “Jadi jika Anda membeli makanan ini, jangan sampai Anda meninggalkannya atau lupa memakannya. Jika sampai sore hari atau hingga keesokan harinya, dipastikan urap akan basi.”
Tak kalah pentingnya, kata dia, terkait kehigienisan masakan. “Memang jelas kurang higienis, karena penjual masih menggunakan tangan dalam pengajian. Semestinya, penjual menggunakan sarung tangan plastik yang murah agar makanan ini bisa lebih higienis,” saran dia.
Baca Juga: Mengintip Proses Produksi JAILS, Produk Unggulan Hasil Pembinaan Napi di Lapas Serang
Kontributor
Baca Juga: Ini 10 Rekomendasi Kuliner dan Tempat Wisata di Medan
Irfan Naufal
Harin Pramadhani
Rangga Nurrakhman
Baca Juga: Jelang GIIAS Semarang 2023, Goodyear Indonesia Kenalkan Assurance MaxGuard
(Mahasiswa Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Semarang)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News