Stasiun Tawang Semarang, Saksi Sejarah Perkerataapian Indonesia

Stasiun Tawang Semarang, Saksi Sejarah Perkerataapian Indonesia Stasiun Tawang, tempo doeloe dan sekarang. foto: istimewa

SEMARANG, BANGSAONLINE.com - Sejarah kereta api dan trem di Indonesia, tak bisa dilepaskan dari Kota . Bangunan kantor dari alat transportasi ini menjadi landmark di Kota yaitu Lawang Sewu, bekas kantor dari NIS (Nederlands Indische Spoorweg Maatschaj) perusahaan swasta kereta api dari Hindia Belanda.

Pihak NIS membangun kantor kereta api yang cukup megah di Kota bukan tanpa alasan. Pasalnya jalur rel kereta api pertama kali yang beroperasi di Indonesia yaitu jalur - Tanggung (Grobogan) dibangun oleh NIS. Sejak saat itu, operasi kereta api di semakin meningkat.

Baca Juga: Menteri AHY Serahkan Sertifikat Tanah Elektronik kepada Warga di Semarang

Pada mulanya, stasiun-stasiun kereta api di dibangun untuk kepentingan pemerintah Belanda dalam akses ekspor komoditi utama Kota , yaitu gula.

Masih menjadi perdebatan mengenai stasiun pertama di Indonesia yang dibangun NIS. Di antaranya, Stasiun Kemijen, Stasiun Gudang, dan Stasiun Samarang. Namun bukti yang dirangkum dari berbagai sumber mengarah ke Stasiun Samarang sebagai stasiun pertama di Indonesia.

Stasiun Samarang dulunya melayani angkutan barang dan penumpang. Namun karena masalah banjir yang melanda kawasan ini pada awal abad 20, maka dibangunlah stasiun baru yaitu Stasiun Tawang yang berjarak sekitar satu kilometer untuk pelayanan angkutan penumpang.

Baca Juga: Polisi Selidiki Pasangan Sejoli yang Diduga Mesum di Taman Semarang

Karena dirancang untuk memenuhi kebutuhan penumpang, arsitekturnya pun harus menyesuaikan. Bataviaasch Nieuwsblad (Harian Hindia Belanda yang berpusat di Batavia) terbitan 2 Juni 1914, melaporkan bahwa stasiun itu adalah stasiun terindah di Hindia Belanda. Sedangkan stasiun sebelumnya, Stasiun Samarang hanya melayani angkutan barang.

Stasiun Tawang, kini dikelola PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi IV . Secara kasat mata dari kejauhan bisa ditebak bahwa stasiun ini adalah bangunan bekas peninggalan Belanda. Jika mengamati bagian bangunan utama, terlihat 3 pintu yang menghadap ke arah tenggara, dengan 1 pintu utama di tengah. Pintu-pintu terdapat ornamen tempelan menyerupai batu bata di atas kusen pintu, yang menjadi salah satu ciri khas arsitektur bangunan kolonial.

Pada bangunan utama sisi kanan-kiri terdapat masing-masing jam dinding yang terletak di atas sisi bangunan. Bangunan utama ini juga terlihat berbeda jika dibandingkan dengan sayap kanan-kiri. Hal ini dikarenakan saat pembangunannya memang dipisahkan untuk berjaga-jaga apabila terjadi penurunan tanah di salah satu bangunan, sehingga bangunan lain tidak terpengaruh.

Baca Juga: Jelang GIIAS Semarang 2023, Goodyear Indonesia Kenalkan Assurance MaxGuard

Stasiun Tawang menjadi stasiun tertua di dan tetap eksis beroperasi hingga saat ini. Usianya sudah menginjak lebih 100 tahun, sejak peresmiannya pada tanggal 1 Juni 1914. Pada tahun 1992 stasiun ini terdaftar sebagai bangunan cagar budaya Kota .

Saat ini, musik Gambang versi piano yang mengalun tiap kedatangan kereta api menjadi keunikan sekaligus ciri khas stasiun ini. Di kala menunggu kereta, calon penumpang bisa mengunjungi beberapa outlet yang menjajakan makanan dan minuman di sayap kanan dan kiri stasiun. Disediakan pula tempat bermain anak di bangunan utama, dan tak ketinggalan photo booth yang kekinian diletakan di sayap kiri stasiun.

Baca Juga: Status Tarekat Shiddiqiyah Bakal Dibahas Muktamar XII JATMI di Pesantren Al Madani Semarang

Stasiun ini menjadi urat nadi bagi warga yang mencari nafkah di sekitarnya. Saat keluar dari stasiun ditemui banyak yang menawarkan jasa angkutan, mulai dari becak, ojek, hingga taksi. Di pinggir polder tepat di depan stasiun ada beberapa warga yang menjajakan jasa pijat. Tak ketinggalan di pinggir jalan raya depan stasiun juga terdapat banyak warung makan.

Salah satunya warung soto yang kami temui. Pemiliknya, Sri (42) mengaku sudah cukup lama berjualan di depan stasiun tawang. “Kira-kira sudah 30 tahun saya di sini,” ujarnya.

Warungnya mengalami pelonjakan pengunjung di hari-hari tertentu. “biasanya ramai pas hari sabtu, minggu atau malam senin,” kata Sri.

Baca Juga: Pemkot Mojokerto Gelar Pers Gathering di Semarang, Berikut Agenda yang Dibahas Ning Ita

Namun terkadang ada kalanya saat sepi pengunjung terutama jika banjir melanda kawasan stasiun. “Kalau hujan turun lebih dari 2 jam biasanya sering banjir,” ujar Sri.

Sri menuturkan ingatannya mengenai bangunan stasiun Tawang. “Sejak dulu ndak ada perubahan yang mencolok. Palingan cuma direnovasi dikit-dikit aja,” kata dia.

Suaminya, Sobirin (50) juga menuturkan ingatannya. “Dulu tahun delapan puluhan banyak acara di area stasiun kayak layar tancap. Saat itu polder depan stasiun masih berupa lapangan,” ujarnya.

Baca Juga: BOSDA Jateng Diskriminatif, Anggota DPRD Curhat, Kiai Adnan Nunggu Fatwa Kiai Asep Khofifah Capres

Stasiun KA pertama bukanlah Stasiun Kemijen atau Stasiun Gudang

Menyitir tulisan Purwanti Asih Anna Levi, yang dimuat dalam kompasiana, yang berjudul: Stasiun KA Pertama di Indonesia Kini Hilang Terkubur di Bawah Tanah, edisi 17 Juni 2015, kelompok pencinta keretaapi Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) Koordinator Wilayah (Korwil) meragukan Stasiun Kemijen dan Stasiun Gudang sebagai stasiun KA pertama di Indonesia.

Salah seorang anggota IRPS Korwil adalah Bapak Tjahjono Rahardjo, dosen kami di Program Magister Lingkungan dan Perkotaan di Unika Soegijapranata . Beliau mengatakan bahwa keraguan itu didasarkan pada beberapa hal, antara lain:

Baca Juga: Pelindo Semarang Atasi Banjir Rob dengan Optimalisasi 56 Pompa

Sumber-sumber referensi sejarah perkeretaapian Indonesia seperti Rietsma (1925), Liem (1933), Oegema (1982), van Ballegooien de Jong, dan (1993) de Bruin (2003) tidak ada satupun yang menyebut Kemijen dan Gudang sebagai stasiun KA pertama. Mereka semua mengatakan bahwa jalur kereta api pertama terletak di antara (Samarang) dan Tanggung (Tangoeng). Liem (1933) menambahkan bahwa stasiun NIS pertama terletak dekat pelabuhan, di daerah yang disebut Tambaksari.

Pada buku berbahasa Belanda, Spoorwegstations op Java, karya Michiel van Ballegoijen de Jong (Amsterdam, 1993) dipampang foto stasiun KA pertama yaitu Stasiun Samarang, utuh dari sisi timur dan barat. Foto diambil saat pembukaan stasiun pada tahun 1867. Bentuk bangunannya tak jauh beda dengan Stasiun Tanjung Priok dan Stasiun Jakarta Kota yang sekarang masih tegak berdiri. Nampak megah, tidak sekecil dan sesederhana Stasiun Kemijen atau Stasiun Gudang yang diklaim sebagai stasiun KA pertama.

Dari berbagai data dan peta yang diperoleh dari Koninklijk Instituut voor de Tropen dan foto-foto kuno dari Koninklijk Instituut voor Taal-Land-en Volkenkunde Belanda disimpulkan bahwa stasiun KA pertama di Indonesia bukanlah Stasiun Gudang ataupun Stasiun Kemijen, melainkan Stasiun Samarang. Letak ketiga stasiun itu memang saling berdekatan di area yang sama di Tambaksari atau Kelurahan Kemijen sekarang. Namun, tahun berdiri dan fungsinya berbeda-beda.

Baca Juga: Naik 4 Kali Lipat Dibanding Lebaran Tahun Lalu, Pelindo Regional 3 Sukses Layani 275 Ribu Pemudik

Sebenarnya NIS tidak pernah memiliki stasiun yang bernama Stasiun Kemijen. Diperkirakan yang dikenal sebagai Stasiun Kemijen sebenarnya hanyalah halte dan rumah sinyal pengawasan. Halte ini berlantai dua, kecil, dan terbuat dari kayu. Sedangkan Stasiun Gudang sebenarnya adalah stasiun kereta api barang yang terhubung dengan Stasiun Tawang.

Kontributor saat mewawancarai saksi sejarah.

Kontributor

Desin Al Esa

Iis Norhamidah

(Mahasiswa Teknologi Pendidikan Universitas Negeri )

Sumber: -

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Jambret Handphone Anak-Anak di Kampung Semarang':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO