
TUBAN, BANGSAONLINE.com - Ribuan warga Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban menyerbu kantor DPRD setempat, Selasa (29/1). Mereka berasal dari enam desa, yakni desa Sumurgeneng, Rawasan, Wadung, Kaliuntu, Remen, dan Mentoso, yang akan menjadi tempat berdirinya kilang minyak NGRR.
Sambil membawa poster berbagai ukuran, mereka menyuarakan penolakan pendirian kilang minyak. Sambil berorasi, massa juga membawa beberapa hasil pertanian sebagai simbol jika tanah pertanian di desa tersebut sangat subur.
"Kilang minyak hanya untuk kepentingan perusahaan, tidak untuk kepentingan rakyat," teriak salah satu orator saat menyampaikan aspirasinya.
Menurut mereka, saat ini kehidupan warga di sana sudah makmur, sehingga tidak perlu lagi adanya pembangunan kilang minyak. Apalagi, tanah yang mereka huni selama ini juga menjadi kawasan yang subur dan produktif. Untuk itu, warga enggan menjual tanah yang selama ini dimanfaatkan oleh warga.
"Kami tidak butuh kilang minyak, petani sudah makmur dengan hasil pertanian," tegas salah satu orator.
Lantaran tak ditemui wakil rakyat yang berasal dari wilayah Jenu, mereka sempat mengancam akan bermalam di depan kantor dewan, Namun, mereka akhirnya pasrah lantaran hanya bisa ditemui salah satu anggota dewan, yakni Nurhadi Sunar Endro.
Di hadapan demonstran, Nurhadi berjanji akan menyampaikan apa yang menjadi tuntutan masyarakat kepada pimpinan anggota dewan. "Surat ini saya terima dan segera disampaikan kepada pimpinan untuk secepatnya bisa ditindaklanjuti," tutur politikus partai Gerindra tersebut.
Sementara itu, salah satu warga Desa Sumurgeneng, Munasih mengatakan, kedatangan warga di kantor dewan tersebut untuk menyuarakan aspirasi masyarakat dan menyerahkan berkas tentang penolakan kilang minyak. "Kami ke sini untuk menyuarakan aspirasi, karena ada kabar jika penentuan lokasi (penlok) telah turun," tutur perempuan itu dengan suara lantang.
Menurutnya, pihak Pertamina telah menyalahi aturan terkait wacana turunnya penlok pembangunan kilang. Sebab saat ini belum ada kesepakatan antara pemerintah desa dengan perusahaan. "Kami menolak penlok itu, karena seharusnya ada kesepakatan antara pemerintah desa dengan perusahaan. Kalau sampai penlok itu sudah turun berarti ini melanggar hukum," tandasnya
Setelah selesai menyampaikan aspirasi kepada anggota dewan, dengan dikawal ketat pihak kepplisian massa akhirnya membubarkan diri secara tertib. (gun/rev)