MK Kabulkan Keterwakilan Perempuan


JAKARTA(BangsaOnline) Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian uji materi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD yang diajukan oleh Indar Parawansa dan Rieke Diah Pitaloka. Mahkamah berpendapat unsur keterwakilan perempuan dalam kedudukan dan pemilihan ketua DPR dan pimpinan alat kelengkapan Dewan lainnya memang harus tercantum dalam setiap pasal dalam undang-undang tersebut.

"Amar putusan mengadili dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva dalam persidangan, Senin, 29 September 2014.

Beberapa pasal yang dikabulkan Mahkamah, antara lain Pasal 97 ayat (2), Pasal 104 ayat (2), Pasal 109 ayat (2), Pasal 115 ayat (2), Pasal 121 ayat (2), Pasal 152 ayat (2), dan Pasal 158 ayat (2). Pasal-pasal itu mengatur mengenai mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan alat kelengkapan Dewan.

Dalam setiap pasal pada UU MD3 itu, Mahkamah menilai akan bertentangan dengan UUD 45 jika tidak dimaknai adanya keterwakilan perempuan menurut jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Artinya, unsur keterwakilan perempuan harus dimaknai dalam setiap pasal dalam UU MD3 itu meski sudah diatur dalam tata tertib DPR.

Pada pertimbangan hukumnya, hakim konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan bahwa keterwakilan perempuan dalam menduduki posisi pimpinan alat kelengkapan DPR merupakan bentuk perlakuan khusus terhadap perempuan yang dijamin oleh konstitusi. Dan harus diwujudkan secara konkret dalam kebijakan hukum yang diambil oleh pembentuk undang-undang.

Wahiduddin dalam pertimbangannya menyatakan penghapusan politik hukum keutamaan gender pada UU MD3 telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi kaum perempuan. Apalagi, kata Wahiduddin, dalam UU MD3 sebelumnya politik afirmatif perempuan telah diakomodasi sebagai norma hukum, sedangkan dalam UU MD3 yang baru malah dihapus.

Baca Juga: Khofifah: Jadikan Natal Sebagai Momentum Menebar Cinta Kasih dan Menguatkan Kemanusiaan

Sehingga menurut Mahkamah kebijakan yang demikian adalah kebijakan yang melanggar prinsip kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dengan demikian permohonan para pemohon beralasan menurut hukum. Sedangkan gugatan yang tidak dikabulkan oleh Mahkamah adalah hanya mengenai penggunaan frasa di setiap pasal permohonannya itu.

Sumber: tempo.co.id

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO