Penulis: Nabrisi Rohid*
Tahapan Pemilu 2019 sudah berjalan lebih dari setahun. Pada 21 Mei 2019 dini hari, KPU telah menetapkan pemenang dalam Pemilu tahun ini.
Baca Juga: Optimalisasi dan Tantangan Literasi Menulis bagi Mahasiswa !!!
Setelah itu, muncullah berbagai gerakan untuk menolak hasil Pemilu. Gerakan tersebut dikemas mulai dari membangun opini di media massa sampai pada pengerahan masa yang di pusatkan di Jakarta.
Demonstrasi dilaksanakan pada 22 Mei 2019 tentunya menjadi sejarah buruk bagi demokrasi Indonesia. Pasalnya, hak menyuarakan aspirasi di muka umum secara bebas yang dilindungi oleh undang-undang telah ditumpangi berbagai kepentingan golongan tertentu untuk merongrong persatuan negara kita.
Sebelumnya, 20 Mei 2019 terdapat momentum yang bersejarah bagi Indonesia, yaitu Hari Kebangkitan Nasional. Hari yang seharusnya menjadi semangat untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa justru diwarnai dengan berbagai kondisi yang dikarenakan adanya kepentingan pada hasil Pemilu.
Baca Juga: Dampak Positif dan Negatif Era Revolusi Industri 4.0 dalam Hal Komunikasi
Harkitnas pertama kali diperingati di era Presiden Soekarno yaitu tahun 1948. Pada peringatan tersebut, presiden pertama Republik Indonesia ini telah mengimbau kepada masyarakat untuk mengakhiri perpecahan Indonesia yang disebabkan kepentingan politik dan segera bersatu untuk melawan Belanda.
Selain Harkitnas, kita juga akan menghadapi hari peringatan lahirnya dasar negara tercinta, yaitu peringatan lahirnya Pancasila 1 Juni. Selama 74 tahun Pancasila telah menjadi pemersatu bangsa dari beragam golongan, suku, ras, dan agama.
Sebelum adanya Pancasila, selama ratusan tahun nusantara kita telah dikuasai kolonial. Perjuangan yang telah menggugurkan berbagai pahlawan tersebut masih bersifat kedaerahan dan belum bisa mengusir penjajahan dari bumi nusantara. Upaya melawan kolonialisme kembali dilakukan dengan jalan pemersatuan seluruh kekuatan bangsa yang diawali dari Sumpah Pemuda.
Baca Juga: Output Sekolah Rendah, Salah Siapa?
Selanjutnya, dalam membentuk sebuah negara merdeka perlu adanya sebuah dasar negara, sebagai landasan pemersatu dan cita-cita bangsa. Akan tetapi, lagi-lagi upaya penyatuan bangsa terkendala dengan ambisi golongan.
Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dihadiri perwakilan tokoh-tokoh bangsa, telah berjalan berlarut-larut selama 3 hari dalam perdebatan panjang. Namun, langkah tersebut belum membuahkan hasil dan persamaan persepsi.
Kemudian, Bung Karno menyampaikan pidatonya dalam sidang tersebut yang memunculkan sebuah dasar untuk negara Indonesia dan kini kita kenal dengan Pancasila 1 Juni. Dalam pidato tersebut, Bung Karno berhasil meyakinkan seluruh elemen masyarakat bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang sesuai dengan kondisi Indonesia.
Baca Juga: Mengapa Permintaan untuk Data Scientist Semakin Meningkat di Indonesia?
Pancasila bukan buah pemikiran Bung Karno, tapi beliau yang telah menggali dasar negara dari bumi asalnya itu sendiri kemudian memberikan nama Pancasila. Isi dari Pancasila adalah karakteristik orang-orang nusantara yaitu budaya gotong royong. Budaya gotong royong bangsa Indonesia yang disebut Soekarno tersebut terdapat nilai permusyawaratan dan persatuan ditengah beragam agama dan budaya bangsa Indonesia.
Dari gotong royong atau Ekasila tersebut kemudian digali dan dijabarkan dalam Trisila yaitu Sosiso-Nasionalisme, Sosio Demokras,i dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada pidato Soekarno 1 Juni 1945 di sidang BPUPKI, beliau berkata,”Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Ekasila. Tetapi terserah kepada tuan-tuan, mana yang Tuan-tuan pilih: Trisila, Ekasila ataukah Pancasila“. Peserta sidang menemukan hasil di dalam mufakat untuk memilih Pancasila sebagai dasar negara. Atas peristiwa itu maka diperingatilah sebagai hari lahirnya Pancasila.
Baca Juga: Covid-19 Menyerang Pendidikan Indonesia, Efektifkah Pembelajaran Daring?
Pancasila yang merupakan cermin daripada wajah nusantara itu sendiri, tentu menjadi falsafah dan fondasi yang kokoh untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga, sebesar apapun upaya ideologi luar yang terus menggempur persatuan bangsa, selama Pancasila tetap diamalkan dan diyakini, maka bangsa kita akan tetap terselamatkan.
Namun perlu selalu kita ingat, rangkaian sejarah perjuangan panjang yang dilalui bangsa ini tidaklah mudah. Maka dari itu, selanjutnya adalah tugas kita untuk bersama menjaga kedaulatan bangsa. Selain itu, menjadi kewajiban agar seluruh rakyat Indonesia senantiasa sadar serta memahami secara mendalam untuk mengimplementasikan pancasila dalam kehidupan sehari-harinya serta mengajarkan pada generasi bangsa sejak dini.
Di era globalisasi teknologi yang juga berdampak negatif pada generasi kita, di mana hoax atau ujaran kebencian dengan mudahnya tersebar di media sosial. Atas pertimbangan tersebut maka seharusnya Pendidikan Pancasila harus ditekankan pada sekolah mulai dari pendidikan dini hingga perguruan tinggi, serta membentuk laboratorium/unit kajian Pancasila di sekolah dan kampus-kampus.
Baca Juga: Potensi Malpraktik Pilkada 2020 di Tengah Covid-19
Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara pernah menyebutkan, “kami meng-encourage (mendorong) mempromosikan semua lapisan masyarakat, memiliki etika bagaimana memanfaatkan media sosial”.
Dengan adanya peristiwa perpecahan yang terjadi pada 22 Mei 2019 yang berlatar belakang kepentingan golongan dan memakan korban jiwa, menjadi indikator memudarnya ajaran Pancasila dalam generasi muda hari ini. Atas dasar hal tersebut pemerintah harus segera merealisasikan adanya laboratorium atau unit kajian Pancasila disekolah dan kampus-kampus.
Pada momentum peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni tahun 2019 ini, mari kita kembali teguhkan semangat bersatu, mengobati luka kita atas pemilu serentak 2019. Memahami secara mendasar bahwa persatuan kita saat ini adalah jalan menuju bangsa Indonesia dari perpecahan.
Baca Juga: Menjadi Guru Virtual Menyenangkan Buat Siswa dan Menenangkan Orang Tua
Dalam momen ini kita semua harus berterima kasih kepada para pahlawan pendahulu atas warisan luhur Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila. Maka dari itu, mari seluruh rakyat Indonesia secara bersama-sama mengamalkan Pancasila dalam diri kita semua. Hanya dengan Ideologi Pancasila kita dapat hidup bersama-sama dan saling bergotong royong untuk mewujudkan kesejahteraan yang adil dan beradab bagi seluruh rakyat Indonesia.
*Penulis saat ini merupakan Ketua GMNI Jawa Timur dan Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Adi Buana (Unipa) Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News