Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag
46. wa ja'alnaa 'alaa quluubihim akinnatan ay yafqahụhu wa fii aadzaanihim waqraa, wa idzaa dzakarta rabbaka fil-qur`aani waḥdahụ wallau 'alaa adbaarihim nufuuraa
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Dan Kami jadikan hati mereka tertutup dan telinga mereka tersumbat, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila engkau menyebut Tuhanmu saja dalam Al-Qur'an, mereka berpaling ke belakang melarikan diri (karena benci).
TAFSIR AKTUAL
Ayat sebelumnya bertutur soal wong kafir yang kesirep lelap karena bacaan ayat Alqur'an tertentu. Alqur'an menusuk sukma mereka dan membius tanpa disadari, maka kaburlah pandangan mereka, terpejamlah mata mereka dan tertidur beberapa waktu. Kala itu, malaikat turun menghalangi pandangan mereka dari umat Islam yang sedang beraksi.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Tetapi ayat kaji ini (46) bertutur lain, Alqur'an justru membuat mereka kepanasan hingga memaksa mereka harus lari menjauh, jika tidak mau terbakar di tempat. "wallau 'alaa adbaarihim nufuuraa". Dari keutuhan terjemah di atas, dua tafsir disajikan di sini:
Pertama, ayat ini tentang hidayah dan keimanan. Bahwa, meski pesan Alqur'an itu bagus dan mengantarkan manusia meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, tetapi mereka alergi mendengarnya, muak, dan mukok. Lalu berpaling dan menjauh.
Begitulah bila Tuhan menutup hati mereka hingga tidak bisa menerima arahan. Tuhan membuntu, menyumpal telinga mereka hingga tidak mau mendengarkan, budek, atau tidak bisa mendengar.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Di sini ada perbedaan antara "akinnah" dan "waqr". Hati tertutup akinnah, jamak, dari kata mufrad kinan, segala yang menutupi. Kain menutup badan, dinding, sekat, tutup cangkir dan lain-lain. Pada ayat ini, akinnah untuk menutupi "hati nurani" (qulub). Sedangkan "waqr" maknanya sumbatan, sumpelan, tutup telinga. Pada ayat ini dipakai untuk menyumpal lubang telinga, hingga tidak bisa mendengar. Dalam keimanan, tentu bukan tutup yang berupa benda fisis, melainkan makna kiasannya, yakni kesadaran, hidayah, dan sebagainya.
Dari sisi sufistik, ayat ini bisa dipakai tolok ukur untuk mengetes sejauh mana keimanan seseorang, mapan atau kurang. Yaitu dengan Alqur'an. Seberapa seseorang senang dengan Alqur'an, senang membacanya, senang mendengarkan, senang terhadap anak kecil yang mengaji Alqur'an dan seterusnya, maka sejauh itu bobot keimanannya. Itulah hati yang beriman, memancarkan cahaya Alqur'an.
Meskipun ustadz, meskipun kiai, meskipun habib, meskipun mursyid thariqah, tetapi kalau jarang sekali membaca Alqur'an, tidak punya keistiqamahan mengkhatamkan Alqur'an, alasannya sibuk ke sana kemari mengurus umat, maka keimanannya kurang bagus. Itulah hati tertutup (kafir) dan redup, hingga kurang bercahaya.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Kurang sibuk apa para al-khulafa' al-rasyidun mengurus negara, kurang sibuk apa para khalifah penggantinya, tetapi mereka aktif membaca Alqur'an. Kurang sengsara apa, kurang berbahaya apa, kurang gawat apa situasi yang dihadapi Pangeran Diponegoro yang nama aslinya Abdul Hamid Ontowiryo dalam perang melawan Belanda selama lima tahun (1825-1830), tetapi mushaf Alqur'an selalu lekat di tangan, di dalam jubah dan aktif dibaca.
Perlawanan Pangeran Abdul Hamid sungguh membuat penjajah Belanda kalang kabut dan kehabisan dana, sehingga terpaksa harus utang ke Bank Dunia demi membiayai nafsu menjajahnya. Hal mana, Belanda belum pernah kekurangan dana sekrisis itu. Punya uang terus dari nyolongi hasil bumi negeri ini dan dijual di pasar internasional. Alqur'an yang dibaca saat bergerilya melawan penjajah, benar-benar hadir membantu penbacanya.
Kedua, makna mistik yang orientasinya tertuju kepada syetan terkutuk. Yang lari terbirit-birit, menjauh dan minggat (wallau 'alaa adbaarihim nufuuraa) itu bukan orang, melainkan para jin jahat atau syetan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Jadi, syetan itu paling takut dengan bacaan Alqur'an. Badannya serasa luluh dan terbakar, lalu lari dan menjau menyelamatkan diri. Maka, seangker apapun suatu tempat, rumah, atau pekarangan, banyak genderuwo, Jin prayangan, kuntilanak dan sebangsanya, pasti akan jadi bersih dan nyaman jika dibacakan Alqur'an secara efektif. Cukup surah al-Baqarah saja dibaca sekian kali, dijamin tidak akan ada gangguan lelembut yang berarti. wallau 'alaa adbaarihim nufuuraa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News