Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag
54. Rabbukum a’lamu bikum in yasya' yarhamkum aw in yasya' yu’adzdzibkum wamaa arsalnaaka ‘alayhim wakiilaan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia akan memberi rahmat kepadamu, dan jika Dia menghendaki, pasti Dia akan mengazabmu. Dan Kami tidaklah mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi penjaga bagi mereka.
55. Warabbuka a’lamu biman fii alssamaawaati waal-ardhi walaqad fadhdhalnaa ba’dha alnnabiyyiina ‘alaa ba’dhin waaataynaa daawuuda zabuuraan
Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang di langit dan di bumi. Dan sungguh, Kami telah memberikan kelebihan kepada sebagian nabi-nabi atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Dawud.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
TAFSIR AKTUAL:
Setelah Tuhan menyatakan bahwa Diri-Nya adalah Dzat yang maha mengetahui semua yang ada di bumi dan di langit, Tuhan menyatakan, bahwa masing-masing Nabi yang diutus punya kelebihan sendiri-sendiri. Dari nabi Adam A.S. hingga nabi Muhammad SAW. Kelebihan Adam A.S. adalah senioritasnya sebagai nenek moyang dari semua umat manusia (Abu al-basyar).
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Nuh A.S. yang paling lama menjabat amanah kenabian, menghabisi kekafiran secara total hingga dunia hanya dihuni manusia yang beriman kepada Allah SWT saja. Yang kafir dan musyrik hanyut ditenggelamkan. Meski begitu, kekufuran, kemusyrikan, kemaksiatan tumbuh subur lagi dan dunia kini yang nonmukmin justru yang mayoritas.
Nabi Ibrahim A.S. yang memiliki keimanan tangguh dan menggunakan akal akademiknya ketika hendak menggapai keimanan kepada Allah SWT. Dialah satu-satunya nabi yang mengadakan fit and proper test saat hendak memilih, siapa yang sesungguhnya layak dijadikan Tuhan. Bintang, rembulan, dan matahari, dites satu per satu dan semuanya gugur. Lalu menerma Allah SWT sebagai Tuhan satu-satunya.
Adalah Musa A.S., nabi jagoan dan pejuang gigih melawan tirani Firaun. Sulaiman A.S., nabi, raja, konglomerat, sakti, penakluk jin dan lain-lain. Seterusnya, kelebihan masing-masing nabi ada hingga nabi Muhammad SAW, sang nabi pamungkas.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Adanya kelebihan masing-masing nabi itu untuk dijadikan teladan bagi masing-masing manusia. Dalam hidup ini, mau berperilaku, mau beraksi seperti siapa. Pantasnya, patutnya diri ini seperti nabi yang mana. Disesuaikan bakat dan kondisi masing-masing. Seseorang bisa punya kanoragan hebat seperti nabi Musa A.S. Plok, sekali pukul, mati. Mungkin ndukun dan penakluk jin seperti nabi Sulaiman A.S. Tidak bisa persis, tetapi meniru sebagian adalah prestasi tersendiri.
"waa ataynaa daawuuda zabuuraan". Di penutup ayat, setelah menyatakan bahwa masing-masing nabi punya kelebihan, Tuhan menyatakan bahwa Diri-Nya mengaugerahi Dawud A.S. kitab suci al-Zabur. Ada apa dengan pemberitaan spesifik ini?
Semua kitab suci yang diberikan kepada para Rasul mengandung ajaran agama lengkap, utamanya soal tata hukum dan aturan hidup. Ada perintah dan ada larangan, ada halal dan ada haram, ada hak dan ada kewajiban, ada aturan dan ada hukuman dan seterusnya. Begitu juga di dalam al-Shuhuf, lembar firman Tuhan seperti diberikan kepada nabi Ibrahim A.S. Secara fisis, shuhuf lebih simpel dibanding al-kitab, meski sama-sama bermuatan firman Tuhan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Kecuali kitab al-Zabur. Al-Zabur tidak berisikan aturan halal dan haram, tidak ada hukum dan tidak pula memuat sanksi dan aturan sosial. Kitab al-Zabur murni berisikan panduan berdoa, bermunajah, bertasbih, bertahmid, bertaqdis, memuji kebesaran Tuhan, kisah-kisah santun dan tombo atij dan sebangsanya. Wal hasil, al-Zabur mencipta suasana umat menjadi ayem tentrem, khusyu', damai, dan bahagia.
Hal itu tepat sekali. Karena sebelumnya, umat sungguh dalam kondisi beringas, tertidas, dirundung kezaliman akibat ulah Fir'aun yang sangat kejam, ganas dan tega. Kondisi ini memaksa Tuhan harus mengutus nabi yang lebih jagoan, Musa A.S. Musa A.S. berhasil menuntaskan misinya mengakhiri tirani Fir'aun, lalu selanjutnya, tata kehidupan dibangun berdasar hukum Tuhan dengan menerapkan syari'ah yang tertuang pada kitab al-Taurah.
Nah, setelah Musa A.S. adalah era Dawud A.S. Di sini, soal syari'ah dan semua tata hukum tetap merujuk al-Taurah. Demi mempercepat kekhusyuan kepada Tuhan, demi menciptakan suasa beda yang lebih dingin, maka al-Zabur didesai sebagai kitab wejangan, pitutur dan filosufi dan Dawud A.S. sebagai pembacanya.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Demi lebih merasuk dalam sukma, demi lebih menyentuh nurani pendengar, maka Dawud A.S. dianugerahi suara super merdu, mizmar, bening seperti suara seruling. Siapapun mendengar Dawud A.S. sedang membacakan kitab al-Zabur, pasti terperanjat dan terdiam menikmati. Andai Dawud A.S. melantunkan al-Zabur di pinggir pantai, ikan-ikan di laut pada melompat ke darat ikut mendengarkan. Usai pembacaan, cepat-cepat balik lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News