Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag
57. Ulaa-ika alladziina yad’uuna yabtaghuuna ilaa rabbihimu alwasiilata ayyuhum aqrabu wayarjuuna rahmatahu wayakhaafuuna ‘adzaabahu inna ‘adzaaba rabbika kaana mahtsuuraan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sungguh, azab Tuhanmu itu sesuatu yang (harus) ditakuti.
TAFSIR AKTUAL
Kebodohan orang arab jahiliah ini lucu dan menggelikan. Abdullah ibn Mas'ud meriwayatkan latar belakang ayat kaji ini, bahwa ada sekelompok orang arab jahiliah jaman dulu yang menyembah kawanan Jin tertentu. Mereka meyakini bahwa Jin tersebut bisa memberi manfaat dan bisa pula menyebabkan madarat. Maka mereka amat ketakutan dan mengadakan sesajen khusus, di tempat khusus dan dengan acara khusus.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Mereka tidak tahu, kalau Jin sesembahan itu sudah memeluk agama islam dan mengaji kepada Rasulullah SAW, mendengarkan bacaan al-Qur'an, menyimak al-Hadis dan segala pitutur kebajikan. Jin yang disembah itu juga tidak memberitahu kepada pemujanya dan tidak pula menyuruh mereka berhenti.
Lalu ayat ini turun sebagai pemberitaan sekaligus teguran. "Ulaa-ika alladziina yad’uuna... dst.". Jin-Jin yang mereka sembah, sesungguhnya sudah menyadari kesalahannya, yakni bereksyen sebagai Tuhan yang sakti. Lalu mereka bertobat memohon kepada Tuhan mereka agar dianugerahi al-wasilah dan al-rahmah. Selanjutnya di akhirat kelak bisa terhindar dari siksa yang menakutkan.
Abdullah ibn Abbas memandang ayat ini adalah tamparan bagi orang Yahudi yang menuhankan nabi Uzair A.S. Sekaligus cemooh tajam terhadap orang-orang nasrani yang menuhankan nabi Isa ibn Maryam A.S. Bagaimana mungkin, obyek yang mereka sembah, sosok yang mereka anggap Tuhan justru malah menyembah Allah SWT dan memohon rahmat kepada-Nya.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Di sini, nampak sekali perbedaan antara kawanan Jin tersembah, nabi Uzair A.S. dan nabi Isa ibn Maryam A.S. dalam urusan sembah menyembah. Nabi Uzair A.S. menyadari bahwa orang-orang Yahudi itu sesat karena menganggap dirinya sebagai anak laki-laki Tuhan atau sebagai Tuhan. Lalu diingatkan agar hanya menyembah Allah SWT saja, lain tidak.
Begitu pula nabi Isa ibn Maryam A.S. yang sudah berulang kali menegur kaum nasrani agar tidak menganggap dirinya sebagai anak laki-laki Tuhan atau sebagai Tuhan. Bahkan saking takutnya kepada Allah SWT, hingga berdialog tentang pembebasan dirinya dari kemusyrikan yang dilakukan kaum nasrani.
"Ya Tuhan, andai saya menyuruh mereka agar mereka menyembah saya, maka sudah pasti Engkau maha mengerti itu semua". (al-Maidah:116).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Tidak sama dengan kawanan Jin tersembah era jahiliah. Mereka menyadari kesesatannya, lalu bertobat dan menyembah Allah SWT secara diam-diam, tetapi tidak mau melarang para penyembahnya agar berhenti memujanya dan beralih menyembah Allah SWT seperti yang mereka lakukan.
Begitulah, mental seorang nabi sangat jujur dan terbuka. Tidak mau diam melihat kesesatan di hadapannya. Pasti memberi arahan ke jalan yang benar walau apapun resikonya. Uzair dan Isa bisa saja menikmati jabatan "Tuhan" itu dengan sekadar diam, apalagi sedikit ada bereksyen seperti Tuhan beneran. Sudah bisa dipastikan akan mengeruk materi berlimpah. Tetapi amanah risalah - bagi kedua nabi itu - jauh lebih agung daripada sekadar kepangkatan palsu.
Tidak sama dengan watak Jin tersembah tadi. Mereka masih hobi menikmati kepangkatannya sebagai Tuhan palsu, masih suka dipuja walau pemujaan itu berlawanan dengan akidah yang dipeluknya. Jin itu belum bisa melepas ego sektoralnya secara otomatis, sehingga mau shalih sendiri, sementara yang lain dibiarkan terjerumus.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Belajar dari sifat Jin tersembah ini, maka hati-hatilah terhadap orang yang anda kultuskan, yang anda puja, yang anda kagumi. Bisa jadi mereka sudah risih dan tidak butuh lagi terhadap pengkultusan anda. Mereka sudah meninggalkan dunia pamor dan menempuh jalannya sendiri.
Mereka sudah berganti kurikulum, sudah ganti sillabi, sudah asyik dengan munajahnya sendiri, enjoy ketika berlama-lama sujud, sangat serius menggapai ridla-Nya. Lain-lain tidak dibutuhkan. Tetapi anda masih berkutat pada fanatisme dan pengkultusan kepada mereka tanpa amal shalih yang meningkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News