PACITAN, BANGSAONLINE.com - Kabid Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Pacitan, Wawan Kasiyanto mengatakan, ada 10 faktor orang dalam kesakitan. Salah satunya karena merokok.
"Kalau satu faktor bisa dihindari (merokok, Red), tapi kalau sembilan faktor yang lain dijalani, tentu penyakit akan mudah datang," tutur pejabat eselon III b ini pada pewarta, Ahad (11/8).
Baca Juga: Petugas Bandara Jeddah Sita 2 Karung Rokok Jemaah Haji Asal Surabaya
Menurut Wawan, yang harus diperhatikan adalah bagaimana seseorang itu bisa terhindar dari radiasi berat dan bebas. Radiasi ini banyak ditemukan pada makanan-makanan yang sudah melalui proses manufakturing, terutama makanan-manakan kaleng.
"Banyak penduduk kita terutama kaum hawa, di mana mereka tidak merokok namun justru paling berpotensi terserang penyakit jantung dan hipertensi. Tapi sekali lagi, bukan karena kalau mereka merokok akan terhindar dari penyakit tersebut. Yang pernah saya ketahui, di Malang itu ada dokter praktek, terapinya pakai rokok, pasiennya malah dokter spesialis jantung," ungkapnya.
Di sisi lain, meski sangat berbahaya bagi kesehatan, nyatanya rokok menjadi pilar utama perekonomian masyarakat dan andalan pendapatan negara dari cukai tembakaunya.
Baca Juga: Polisi Ungkap Rumah Pengepakan Rokok Tanpa Pita Cukai Bernilai Ratusan Juta Rupiah di Sidoarjo
(Joni Maryono)
Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Sekkab Pacitan Joni Maryono tak menampik bahwa rokok selama ini masih menjadi persoalan dilematis. Bahkan menurut Joni, selama ini rokok masih menduduki peringkat teratas kebutuhan masyarakat yang mereka konsumsi setiap harinya.
Baca Juga: Tekan Prevalensi Remaja Merokok, Pemkot Kediri Ikut Dialog Publik
"Pemerintah cukup dilematis dengan masalah ini. Dan sampai kapan imbauan tidak merokok ini benar-benar bisa terlaksana. Sebab dampak dari produksi rokok juga sangat signifikan dalam membantu pembangunan di negara ini," kata Joni, Ahad (11/8).
Joni menerangkan, ada rangkaian sistem yang tidak bisa terpisahkan soal konsumsi rokok dan produksi. Di mana untuk membuat sebatang rokok saja, ada beragam subsistem yang harus terlibat di dalamnya.
"Ketika ada produksi rokok, tentu ada petani tembakau dan cengkeh. Pun juga ada produksi kertas atau paper sebagai pembungkus rokok. Ketika sudah dalam proses manufakturing, di situ jelas ada buruh rajang dan buruh lintingnya. Ini sebuah rangkaian yang sebenarnya sebagai media penggerak ekonomi masyarakat. Namun di sisi lain, rokok oleh dunia kesehatan memang diklaim bisa menjadi biang penyebab terjadinya penyakit," bebernya.
Baca Juga: Tingwe Jadi Tren Anak Muda Pecandu Rokok di Masa Pandemi
Menyikapi fenomena tersebut, dia meminta masyarakat arif menyikapinya. Sebab, di satu sisi pemerintah berupaya bagaimana masyarakat bisa menjaga pola hidup sehat tanpa asap rokok. Namun di sisi yang lain, tanpa cukai tembakau pembangunan infrastruktur juga akan terkendala.
"Proporsi yang seimbang. Bagaimana masyarakat bisa lebih mengedepankan kebutuhan primernya dengan kecukupan asupan nutrisi dan gizi meski tidak serta melepaskan rokok sebagi konsumsi utama. Sehingga keseimbangan ekonomi masyarakat akan tercapai," pesannya. (yun/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News