Tentara Cilik ISIS Digaji Rp 1 Juta

Tentara Cilik ISIS Digaji Rp 1 Juta ?Sebagian anak-anak dijadikan pengebom bunuh diri dan penembak jitu. Foto: repro dw.de

RAQQA (bangsaonline)

Di ruang tengah yang sempit sebuah rumah di Turki selatan, seorang bocah 13 tahun berlatih dalam persiapan bergabung dengan kelompok yang menyebut diri Negara Islam atau ISIS.

Baca Juga: Napiter WBP Lapas Surabaya Ucapkan Janji Setia kepada NKRI

Saat ia menyambut wartawan BBC Mark Lowen, ia tampak seperti anak-anak pada umumnya, bocah yang tampak ceria: rambutnya kusut, senyumnya berseri-seri, ia mengenakan sweater abu-abu bertutup kepala.

Tapi kemudian ia berjalan ke ruangan lain, untuk ganti baju, dan ketika kembali sudah mengenakan balaklava hitam dan baju atasan ala militer.

Lahir di Suriah, ia mengalami radikalisasi tahun lalu, dan bergabung dengan kelompok jihad Syam al-Islam.

Baca Juga: Komandan Al Qaida Tewas dalam Baku Tembak melawan Militer AS

Dia dididik hal ihwal syariah dan belajar menggunakan senjata, dan dengan bangga menunjukkan gambar ia membidik dengan senapan mesin.

Sekarang ia menghabiskan hari-harinya dengan selalu terhubung secara online, menonton video jihad dan chatting di Facebook dengan para petarung ISIS.

Fatimah, ibu "Abu Hattab," menyesal anaknya yang lain bekerja biasa.

Baca Juga: Iran akan Serang AS, Jenderal Iran Qassem Suleimani Dibunuh dengan Drone atas Perintah Trump

Dalam beberapa pekan, katanya, dia akan pergi ke kubu ISIS di Raqqa di Suriah untuk menjadi seorang prajurit jihad belia.

"Saya suka ISIS karena mereka menegakkan syariah dan membunuhi orang-orang kafir, non-Sunni dan mereka yang murtad," katanya.

"Orang-orang dibunuh oleh ISIS adalah agen Amerika. Kami harus memenggal kepala mereka sebagaimana yang dikatakan Allah dalam Al Quran."

Baca Juga: Sore Tadi, Teroris ISIS asal Somalia Ledakkan Mobil, Lalu Tusuk Wajah Warga Melbourne sampai Mati

Kepadanya ditanyakan apakah ia mengungkapkan usianya pada lawan bicaranya, petarung ISIS, dalam percakapan online.

"Awalnya sih tidak," katanya.

"Tapi baru-baru ini saya katakan - dan justru sekarang mereka malah lebih sering lagi menghubungi saya, mengirimi foto-foto dan berita."

Baca Juga: Miris! Begini Kondisi 13 Juta Anak-anak Negara Yaman yang Kelaparan karena Perang

Anak-anak itu mendapatkan sekitar Rp1 juta per bulan untuk bertempur bersama ISIS.

Tapi mengapa tidak menikmati saja masa kecilnya yang indah?

"Saya tidak ingin bermain dengan teman-teman atau bersenang-senang. Allah memerintahkan kita untuk bekerja dan berjuang demi kehidupan berikutnya kelak –agar masuk surga.

Baca Juga: ISIS Mengklaim Bertanggungjawab atas Pengeboman 3 Gereja di Surabaya

“Dulu saya sering pergi ke taman atau pantai.”

"Tapi kemudian saya menyadari saya salah. Kini saya sudah berada di jalan yang benar."

'Kekuatan jahat'

Baca Juga: Sadis, ISIS Eksekusi Tawanan dengan Meledakkan Kepala

Keluarganya sekarang tinggal di Turki. Apakah dia akan melancarkan serangan di Turki, atau di Inggris misalnya?

"Inggris harus diserang karena anggota NATO dan menentang ISIS," katanya. "Tapi kami hanya akan membunuh mereka yang layak dibunuh. Jika ISIS meminta saya untuk menyerang Turki dan memberi saya perintah suci, saya akan melakukannya. Tak lama lagi Barat akan musnah."

Di rumah, ia dan ibunya, yang ingin dipanggil Fatima, menjalani hidup yang saleh.

Baca Juga: Jadi Target Teror ISIS, Banser Jatim Siap Mati Syahid

Dia menghabiskan waktunya membaca Al Quran dan mengaku sangat bersimpati pada kaum militan.

Tahun lalu, ia mengirim anaknya untuk mendapat pelatihan di kelompok Sham al-Islam - tapi menyangkal telah mencuci otak anaknya.

"Saya tidak pernah mendorong dia untuk bergabung dengan ISIS," katanya.

"Beberapa keyakinan ISIS, saya dukung, tapi beberapa tidak saya dukung. Tapi menurut saya, mereka bermaksud membantu rakyat Suriah -tidak seperti kekuatan jahat di seluruh dunia"

'Pemimpin Masa Depan'

BBC bertanya, kalau memang tidak mendorong anak itu, untuk bergabung ISIS, apa yang ia lakukan untuk menghentikan anaknya dari kehilangan masa kecilnya oleh kekerasan dan ekstremisme?

"Saya tak akan bisa mencegahnya jika ia ingin bertempur," katanya.

"Perang membuat anak-anak tumbuh dengan cepat, saya ingin dia menjadi pemimpin masa depan - seorang amir."

Suaranya makin dalam, matanya menyipit oleh kemarahan di balik syal yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya.

"Saya tidak akan bersedih jika ia membunuh orang Barat. Saya justru malu bahwa anak-anak saya yang lain kerja biasa saja -mereka harusnya mengangkat senjata."

Wartawan BBC menanyakan, bagaimana perasaanya nanti, andai anaknya terbunuh saat bertempur untuk ISIS?

Dia termangu. "Saya akan sangat bahagia, " jawabnya, lalu menundukkan kepalanya dan kemudian menangis tersedu.

Masa Lugu yang Terampas

Sebuah laporan PBB bulan lalu mengungkap, ISIS melakukan perekrutan secara luas di kalangan anak-anak, dan sering dengan paksaan.

Mohamed mencoba mengingatkan adiknya tapi justru diancam dibunuh.

Sebuah video yang diposting online, dijuduli "Anak-anak Negara Islam (ISIS)," mempertontonkan batalion bocah mengenakan baju militer, menenteng senjata dan berdiri di samping sebuah bendera hitam ISIS.

Banyak kelompok jihad lain menggunakan tentara anak-anak.

Human Rights Watch belum lama ini melaporkan bahwa para prajurit bocah itu digunakan sebagai pelaku bom bunuh diri dan penembak jitu.

Di kota Gaziantep, Turki selatan, BBC bertemu seorang aktivis masyarakat sipil Suriah yang dua adiknya - berusia 13 dan 15 tahun - menjadi korban upaya penggalangan Jabat al-Nusra, cabang al Qaida di Suriah.

Mohamed, 21, memperlihatkan video adik bungsunya yang menembakkan artileri berat dengan sekelompok pejihad.

Dalam gambar lainnya, ia berpose dengan menggenggam senapan mesin.

"Saya mencoba untuk mencegah adik-adik saya bergabung al-Nusra tapi mereka tidak peduli perasaan saya," katanya.

"Mereka harusnya sekolah. Tapi al Nusra memberikan sekitar US$100 per bulan bagi anak-anak yang bertempur bersama mereka. Dan mereka memberikan pelatihan senjata di sebuah kamp. Masa kanak-kanak mereka telah dirampas."

Cita-cita pilot

Kedua adiknya baru-baru ini ditangkap oleh ISIS. Mohamed takut mereka akan segera membelot dari al Nusra untuk bergabung dengan ISIS.

"Saya biasa bermain dengan adik bungsu saya di rumah. Tapi kemudian ia berubah. Ketika saya berkata kepadanya bahwa al Nusra akan menghancurkan negara kita, dia bilang, 'tutup mulut, atau aku akan membunuhmu'.”

"Saya mengucapkan selamat jalan kepada mereka berdua ketika mereka pergi untuk bergabung dengan al Nusra, dengan pikiran bahwa saya tidak akan pernah melihat mereka lagi. Saya yakin nanti akan mendapat kabar bahwa mereka telah tewas."

Sebagian anak-anak itu dipaksa, tapi sebagian dikirim orangtua mereka.

Perang Suriah telah menggelapkan pembentukan suatu generasi.

Dan militan memangsa anak-anak untuk menjadi alat perang itu, merampas keluguan masa kecil, terlalu dini.

Ketika meninggalkan rumah "Abu Hattab", wartawan BBC Mark Lowen bertanya kepada ibunya, Fatimah, apa cita-cita anaknya yang berumur 13 tahun itu ketika ia masih kecil.

Fatimah tersenyum, "Menjadi seorang pilot."

Sumber: dw.de, bbc

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO