SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Solikhul Huda mencermati pemberitaan yang sedang viral dan berlangsung di lapangan terkait aksi yang ditengarai bernuansa rasisme kepada mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang oleh sebagian kelompok masyarakat. Aksi di Kota Surabaya dan Malang itu berbuntut aksi balasan massa di Monokwari Papua yang meneriakan yel-yel Papua Mardeka. Menurut Solikh, masyarakat Indonesia tidak sepakat atas keduanya.
"Kami masyarakat Indonesia menolak tegas aksi-aksi dan perlakuan rasisme, persekusi, intoleransi, dan diskrimnasi SARA (Suku, Agama Ras, dan Golongan) kepada sesama anak bangsa Indonesia. Kita juga menolak upaya disintegrasi," ujar Dosen Studi Agama UM Surabaya itu, Senin (19/8).
Baca Juga: Pemerintah Perpanjang Kontrak hingga 2061, Menteri ESDM: Cadangan Freeport Bisa Sampai 100 Tahun
Direktur Kedai Jambu Institute itu menegaskan, perlakuan dan aksi rasisme sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, terutama sila ke-2 Kemanusian yang adil dan beradab, serta mencederai perasaan dan harga diri sesama warga Indonesia. Tindakan rasis juga dapat mencabik rasa kebangsaan Indonesia yang terbangun secara majemuk dari semua aspek (SARA), sehingga sangat disayangkan jika aksi-aksi rasisme masih sering terjadi lapangan.
Sekretaris DPD KNPI Jatim 2018-2019 ini menilai perbedaan pandangan atau sikap politik adalah hal lumrah dengan batas-batas kesepakatan kebangsaan yang sudah disepakati. Bahwa sudah final Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia dan NKRI sebagai bentuk negara Indonesia.
"Artinya selama perbedaan tidak menyangkut kesepakatan di atas, maka harusnya setiap perbedaan bisa diselesaikan melalui dialog atau musyawarah sebagai nilai kultural bangsa Indonesia, bukan dengan cara-cara kekerasan dan intimidasi," urai mantan Sekretaris PW Pemuda Muhammadiyah Jatim tersebut.
Baca Juga: 10 Orang Tewas Dalam Kericuhan di Wamena
Begitu pula bangsa Indonesia, lanjut pria yang akrab disapa Solikh ini, juga kurang sepakat jika menyikapi semua persoalan kebangsaan antar sesama anak bangsa dengan sikap pemisahan diri (disintegrasi) ingin merdeka.
"Saya kira sikap tersebut juga bertentangan dengan ideologi Pancasila, yaitu sila ke-3 Persatuan Indonesia yang sudah kita rawat bersama," imbuhnya.
Solikh mengungkapkan, bangsa ini sadar betul bahwa kekuatan bangsa Indonesia salah satunya karena kuatnya tradisi dan kultur persatuan sebagai bangsa Indonesia. "Karena itu, semua pihak sudah bersepakat secara kebangsaan bahwa NKRI adalah dari Sabang (Aceh) Sampai Merauke ( Papua), sehingga harus dipertahankan bersama-sama semua elemen anak bangsa Indonesia," tuturnya.
Baca Juga: Kunjungi Maibo, Gubernur Khofifah Siap Jadi Ibu Asuh Anak-Anak yang Mau Bersekolah di Jatim
"Kita harus bersatu, jangan sampai persoalan ini dijadikan tunggangan politik untuk merusak persatuan bangsa Indonesia dan merusak rumah besar Indonesia. Mari kita jaga rumah besar Indonesia agar tetap satu, damai, dan saling menghargai tanpa saling mencederai. Sehingga ayo duduk bareng bermusyawarah sesama anak bangsa untuk mencari solusi terbaik," pungkasnya. (mdr/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News