JAKARTA(BangsaOnline) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
(HAM) Yasonna Laoly prihatin dengan provisi Pengadilan Tata Usaha Negara yang
menangguhkan keputusan Kementerian Hukum dan HAM tentang pengesahan
kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan Ketua Umum Romahurmuziy.
Menurut Laoly, provisi PTUN itu mengakibatkan kekosongan hukum terhadap
struktur organisasi partai Kabah. "Repot juga ini," kata Yasonna pada
Jumat malam, 7 November 2014.
Selain itu, dengan keluarnya provisi PTUN, maka seluruh anggota DPR dan DPRD
dari PPP tak diakui secara hukum lantaran tak punya kepengurusan yang dianggap
sah. "PPP mengalami kekosongan kekuasaan," ujarnya.
Pengadilan Tata Usaha mengeluarkan keputusan Nomor
217/G/2014/PTUN-JKT yang memerintahkan kubu Romahurmuziy menunda pelaksanaan
keputusan Kementerian Hukum yang mengesahkan kepengurusan Muktamar Surabaya.
Keputusan Kementerian Hukum dan HAM yang dimaksud adalah surat Nomor M.
HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 yang dikeluarkan pada 28 Oktober 2014. Surat ini
berisi pengakuan kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya dengan M.
Romahurmuziy sebagai ketua umum.
Baca Juga: Bertemu Menkumham, Kakanwil Kemenkumham Jatim Laporkan Capaian Kinerja dan Pelaksanaan Anggaran
Yasonna Laoly memang secara terang-terangan memihak kubu
Romi. Ia bahkan mengaku siap membela PPP Romahurmuziy di pengadilan tata usaha
negara. Yasonna mengatakan Kementerian Hukum siap memaparkan alasan mengesahkan
hasil Muktamar VIII PPP di Surabaya.
"Kami akan berusaha meyakinkan pengadilan bahwa apa yang kami buat itu
sudah benar," kata Yasonna di kantor presiden, Jakarta, Senin, 3 November
2014.
Menurut Yasonna, Muktamar PPP di Surabaya dianggap sah karena memenuhi persyaratan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPP ihwal keterwakilan hingga dua per tiga persen pengurus daerah. Ia meminta PPP kubu Djan Faridz juga mengacu pada AD/ART partainya sehingga memahami muktamar yang sah.
Kalau memang ada yang tidak puas,
ada mekanisme gugatan. Saya menghormati itu sebagai hak Suryadharma Ali,"
kata Yasonna.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menyayangkan permasalahan
internal PPP harus dibawa ke pengadilan. Perseteruan dua kubu di dalam partai
tersebut seharusnya bisa selesai melalui musyawarah.
Yasono juga menyatakan, jika PTUN membatalkan surat keputusan Kementerian Hukum
perihal pengangkatan Romi sebagai Ketua Umum PPP, terpilihnya Djan Faridz
sebagai ketua umum partai itu dalam muktamar di Jakarta tak lantas diakui
Kementerian. Menurut dia, Kementerian akan mendorong terbentuknya musyarawah
dan islah.
Baca Juga: Dampingi Menkumham Tinjau TPI Juanda, Kakanwil Kemenkumham Jatim Komitmen Beri Layanan Terbaik
Sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta
mengabulkan gugatan terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor
M.HH07.AH.11.01/2014 tentang pengesahan perubahan susunan kepengurusan DPP
Partai Persatuan Pembangunan.
"PTUN mengabulkan gugatan provisi kita," kata mantan ketua umum PPP
Suryadharma Ali melalui pesan singkat, Jumat malam (7/11).
Keputusan PTUN yang dikeluarkan tanggal 6 November 2014 dengan nomor
217/G/2014/PTUN-JKT itu memerintahkan pihak tergugat dalam hal ini pengurus DPP
PPP kubu Romahurmuziy atau Romy untuk menunda pelaksanaan SK Menkumham selama
proses pemeriksaan perkara berlangsung sampai adanya putusan yang berkekuatan
hukum tetap.
Kubu Romy juga diperintahkan untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang
berhubungan dengan PPP sebagai objek sengketa. Termasuk dalam hal ini
penerbitan surat-surat keputusan baru mengenai hal yang sama. Perintah tersebut
berlaku hingga adanya islah atau perdamaian antara para elite partai Kabah yang
bersengketa.
Suryadharma Ali meminta agar seluruh pengurus Dewan Pimpinan Wilayah dan Dewan
Pimpinan Cabang PPP dapat mengindahkan penetapan PTUN Jakarta dan
mengabaikan segala bentuk ancaman atau tindakan lainnya dari kubu Romy.
"Karena, akibat penetapan pengadilan tersebut kepengurusan Romahurmuziy
tidak sah secara hukum," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News