Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag
60. wa-idz qulnaa laka inna rabbaka ahatha bialnnaasi wamaa ja’alnaa alrru'yaa allatii araynaaka illaa fitnatan lilnnaasi waalsysyajarata almal’uunata fii alqur-aani wanukhawwifuhum famaa yaziiduhum illaa thughyaanan kabiiraan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Dan (ingatlah) ketika Kami wahyukan kepadamu, “Sungguh, (ilmu) Tuhanmu meliputi seluruh manusia.” Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon yang terkutuk (zaqqum) dalam Al-Qur'an. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.
TAFSIR AKTUAL
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Mengulang kembali bahasan pada awal surah, yakni peristiwa al-isra' dan mi'raj yang menggemparkan seantero jazirah arab, khususnya kota Makkah dan sekitarnya. Mana mungkin seorang manusia bisa menempuh perjalanan dari Makkah ke Palestina yang berjarak kurang lebih 1.500 kilo meter dan pulang balik hanya membutuhkan waktu kurang dari satu malam.
Biasanya, mereka berdagang ke sana pakai unta, perjalanan satu bulan dan pulang satu bulan. Kalau pakai kuda mungkin lebih cepat. Tapi kuda-pun tidak bisa dipacu lari sejauh itu dalam satu waktu. Maka pantas, pengakuan Nabi Muhammad SAW yang katanya habis dari Baitil Maqdis Palestina semalam menimbulkan fitnah dan cacian. "wamaa ja’alnaa alrru'yaa allatii araynaaka illaa fitnatan lilnnaasi".
Makna fitnah adalah ujian, cobaan (bukan bully dan bukan pendustaan). Fitnah bagi orang kafir menjadi makin kafir. Yang beriman setengah-setengah menjadi murtad. Yang imannya biasa-biasa saja menunggu bukti dan yang imannya super kuat menjadi semakin kuat, seperti Abu Bakr al-shiddiq. Kisahnya seperti ini:
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Setelah subuh, nabi menceritakan perjalanannya semalam ke Baitil Maqdis kepada banyak orang yang biasanya ngumpul di masjid al-Haram. Spontan mereka muak dan mencemooh. Bahkan banyak yang menyatakan murtad dan tidak lagi mau memeluk Islam. Ya, karena menganggap nabi Muhammad SAW yang dipanuti telah gila, ngelantur, dan mengada-ada.
Tapi tidak semua bubar dan langsung pulang ke rumah dengan perasaan mendongkol. Beberapa ada yang menuju rumah Abu Bakr al-Shiddiq dan memberitahukan berita isra' dengan tujuan klarifikasi. "ini gimana, temanmu, si Muhammad, katanya baru saja datang dari al-masjid al-aqsha dan shalat di sana, lalu balik lagi dalam waktu kurang dari satu malam".
Abu Bakr: "terus, kalian mau apa, tidak percaya? Demi Allah, jika benar dia yang mengatakan demikian, maka lebih ajaib dari itu saya percaya. Kalian taruh di mana otak kalian. Aku ini sangat percaya berita langit yang lebih jauh di sono, apalagi ini sekadar berita bumi yang dekat sini".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Orang-orang nimpali: "Ya, tapi tidak bisa begitu saja cak Bakar, Ini urusan penting. Gimana, kalau kita beramai-ramai datang ke rumah Muhammad?".
Abu Bakr: "Oke".
Di hadapan beliau, Abu Bakr yang angkat bicara: "Ya Rasulallah, benarkah engkau berkata begini, begini. Jika Ya, maka jelaskanlah seperti apa gambaran al-masjid al-Aqsha itu. Kebetulan, saya dulu pernah ke sana".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
"..alrru'yaa allatii araynaaka..". Kemudian Nabi menjelaskan, bahwa sekarang ini aku sedang diperlihatkan tayangan al-masjid al-aqsha sehingga kini aku bisa jelas melihatnya. Lalu nabi menjelaskan secara detail bangunannya. Dari postur bangunan, desain, tiang, kubah, dari sudut ke sudut, dan lain-lain. Setiap satu bagian diterangkan Nabi, Abu Bakr merunduk dan langsung berucap: "shadaqta" (Ya, engkau berkata benar). "Asyhad annak rasulullah", aku bersaksi, bahwa engkau sungguh utusan Allah.
Saking seriusnya ucapan Abu Bakar yang serba membenarkan Nabi, maka nabi mulia itu bales menjuluki: "Wa anta ya Aba Bakr, al-shiddiq". Dan engkau juga wahai Abu Bakr sang pembenar. Karena Nabi mengakui ketulusan iman Abu Bakr dengan penganugerahan gelar "al-shiddiq", maka sejak itu Abu Bakr berjuluk al-Shiddiq, sang pembenar. Lalu turunlah ayat ini memberi pencerahan.
Tidak saja soal al-ru'ya dalam peristiwa al-isra' yang diperlihatkan, nabi juga diperlihatkan kondisi pohon terkutuk, "al-syajarah al-mal'unah" yang ditera dalam al-qur'an, yang nantinya menjadi santapan orang-orang kafir nan durhaka. Pohon itu bernama al-zaqqum. Pohon ini berduri tajam dengan bau memuntahkan. Sungguh bukan pohon layak konsumsi, tapi pohon hukuman.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Disebutnya pohon terkutuk ini bertujuan sebagai ancaman terhadap para pendurhaka. Tentu agar mereka segera berhenti dan bertaubat. Tapi ternyata sebaliknya. Dasar kafir, mereka malah makin brutal dan inkar "wanukhawwifuhum famaa yaziiduhum illaa thughyaanan kabiiraan".
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News