Tafsir Al-Isra' 68-69: Sifat Angin Dalam Alqur'an

Tafsir Al-Isra Ilustrasi

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

68. Afa-amintum an yakhsifa bikum jaaniba albarri aw yursila ‘alaykum hasiban tsumma laa tajiduu lakum wakiilaan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Maka apakah kamu merasa aman bahwa Dia tidak akan membenamkan sebagian daratan bersama kamu atau Dia meniupkan (angin keras yang membawa) batu-batu kecil? Dan kamu tidak akan mendapat seorang pelindung pun

69. Am amintum an yu’iidakum fiihi taaratan ukhraa fayursila ‘alaykum qaasifan mina alrriihi fayughriqakum bimaa kafartum tsumma laa tajiduu lakum ‘alaynaa bihi tabii’aan

Ataukah kamu merasa aman bahwa Dia tidak akan mengembalikan kamu ke laut sekali lagi, lalu Dia tiupkan angin topan kepada kamu dan ditenggelamkan-Nya kamu disebabkan kekafiranmu? Kemudian kamu tidak akan mendapatkan seorang penolong pun dalam menghadapi (siksaan) Kami.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia


TAFSIR AKTUAL:

Tentang jenis angin, tak beda dengan bahasa Indonesia, ada angin sepoi, angin ribut, puting beliung, topan, dan lain-lain. Dalam bahasa arab, umumnya dibahasakan dengan lafadh "Rih" dan bentuk jamaknya "Riyah". Lalu, Rih disifati dengan aneka sifat, seperti Tahyyibah, Sharshar, Hashib, Qashif dan 'Ashif. Perbedaannya, Allah a'lam, kira-kira begini:

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Pertama, Rih. Dalam bentuk tunggal atau mufrad, maknanya angin ribut, angin kencang yang secara umum bersifat merusak, bahkan membinasakan. Angin ini cenderung sebagai azab atas kedurhakaan yang telah terjadi di sebuah tempat. Tidak dulu, tidak sekarang, angin ini tetap bertugas menghancurkan sesuai perintah Tuhan.

Dasar pemaknaan ini adalah firman Allah SWT "Rih fiha adzab alim, tudammir kulla syai' bi amr Rabbiha fa'ashbahu la yura illa masakinuhum". Angin yang mengandung siksaan pedih, memporak-porandakan segala sesuatu. Yang tersisa hanyalah sedikit dari rumah-rumah mereka. (al-Ahqaf:24-25). Inilah Rih 'adzab dan pada ayat ini, sifatnya disebut secara umum.

Kedua, identik dengan Rih adzab adalah Rih sharshar. Sharshar yaitu angin yang sangat dingin dengan kecepatan dasyat diiringi suara menderu-deru hingga membuat orang gemetar dan panik, seperti terjadi atas kaum 'Ad era nabi Hud A.S.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Kaum 'Ad, secara fisik tak ubahnya komunitas raksasa. Gunung-gunung dilobangi dan didesain menjadi rumah tinggal yang indah, nyaman, dan kokoh. Secara akaliah, angin tidak mampu merobohkan rumah gunung itu. Tapi Tuhan tidak kehabisan cara. Dikirimlah angin "sharshar" yang sangat dingin, menggigilkan dan mematikan. "inna arsalna 'alaihim riha sharshara ..." (al-Qamar:19), juga "wa amma 'Ad fa'uhliku bi rih sharshar 'atiyah". (al-Haqqah:6).

Ketiga, Hashib. Hashib adalah angin dahsyat yang mengandung debu kasar atau kerikil-kerikil tajam. Selain kekuatan angin yang dahsyat dan menghancurkan, debu, kerikil-kerikil dan bebatuan yang dikandungnya, selain berfungsi sebagai tambah daya, juga lebih menyiksa dan menyakitkan.

Angin "Hashib" ini adalah jenis lain yang dikirim Tuhan sebagai adzab atas kaum nabi Luth A.S. seperti tetuang pada al-Qamar: 34, "Inna arsalna 'alaihim Hashiba illa 'al luth, najjainahum bi sahar". Sedangkan dalam ayat studi (68), angin Hashib sebagai ancaman atas pelaut yang merayu Tuhan ketika dalam bahaya di laut, lalu kufur saat sudah aman di darat.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Keempat, Qashif. Yaitu angin penghancur spesial di darat (muhlikah fi al-barr). Sifatnya umum, pokoknya angin yang mengazab manusia, merusak infrastruktur darat, namanya Qashif. "Afa-amintum an yakhsifa bikum jaaniba albarri aw yursila ‘alaykum hashiban" (68). Pada ayat ini, kata "Hashib" diantar oleh kondisi "janib al-barr" daratan. Ayat serupa ada pula pada al-Mulk:17.

Kelima, 'Ashif. 'Ashif adalah angin penghancur di lautan, (muhlikah fi al-bahr). Badai, cyclon, dan angin ribut menghantam kapal di lautan, itulah 'Ashif. Surah Yunus:22 berkisah lengkap soal ini. "... hatta idza kuntum fi al-fulk wajarain bihim bi rih thayyibah wa farihu biha, ja'atha RIH 'ASHIF wa ja'ahum al-mauj min kull makan..". Ketika mereka berlayar gembira..., tiba-tiba datanglah 'ashif dan gelombang ganas dari berbagai penjuru.

Keenam, Rih bisa berarti angin bermanfaat, angin lunak dan nyaman jika disifati dengan sifat nyaman (thayyibah). Seperti ketika Allah SWT mengelaborasi kondisi pelaut yang berlayar nyaman dengan hembusan angin bagus dan gembiralah mereka. " ... wa jarain bihim bi rih THAYYIBAH wa farihu biha", (Yunus: 22). Inilah Rih Thayyibah.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Kini dibahas bentuk jamaknya, yakni "Riyah". Lazimnya bermakna angin lunak, sepoi, dan segar. Makna ini adalah makna dasar dan sifatnya umum. Riyah, di satu tempat digambarkan sebagai angin biasa dengan sifat lazim dan bermanfaat. Seperti angin pembawa hujan yang menebar ke tempat yang dikehendaki Tuhan, lalu memberi manfaat bagi kehidupan. "wa Allah al-ladzi arsal al-riyah fatutsir sahaba fasuqnah ila balad mayyit fa'ahyaina bih al-ardl bad' mautiha.." (Fathir:9). Senada dengan tugas ini, sifat Riyah tertera pula pada al-Rumm: 46 yang dikenal dengan sebutan Riyah Mubasy-syirat atau Riyah rahmah.

Sisi lain dari makna riyah, justru digambarkan sebagai lebih soft dibanding angin pembawa hujan seperti tertutur di atas. Yaitu angin sepoi, lembut, dan sejuk yang merangsang nafsu birahi setiap makhluq hidup. Disebut pula angin pengantar perkawinan.

Tidak hanya makhluq berakal, hewan, bahkan tumbuhan-pun ikut berkawin-kawin ria. Al-Qur'an membahasakan dengan terma "Lawaqih". Wa arsalna al-riyah lawaqih.." (al-Hijr:22). Riyah yang merangsang birahi (lawaqih) pasti lembut. Tidak mungkin angin ribut, karena angin ribut justru malah membuat "burung" mengkeret.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Dari sini kita tahu keunikan lafadh Rih dan Riyah. Jika berbentu jamak, maka kandungan maknanya justru mufrad, sedikit, minim, dan lunak. Jika mufrad (Rih), maka kandungan maknanya cenderung banyak dan dahsyat. Dulu sudah dibahas ketika ngaji al-hijr:22. Allah 'alam.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO