Juga mencetak ulama kitab kuning. Lewat Muallimin dan Ma’had Aly. Apalagi Tebuireng memiliki 15 cabang. Di seluruh Indonesia.
Maka banyak ketua PWNU dan PCNU berkhayal: NU maju pesat, warga sejahtera. Dalam waktu singkat. Di bawah tangan dingin Gus Sholah.
Mereka pun sowan ke Gus Sholah. Mohon Gus Sholah maju sebagai calon ketua umum PBNU. Pada Muktamar ke-32 di Makassar. Maret 2010. Gus Sholah pun bersedia. Namun realitasnya tak mudah. Ada intervensi politik. Kekuasaan. Juga sikap pragmatis. Gus Sholah gagal. Cita-cita mulya warga NU berantakan.
Seminggu setelah Muktamar. Gus Sholah telepon saya. Beliau cerita siapa yang menjegal. Beliau sebut nama. Gus Sholah merasa didzalimi. Agak lama telepon saya. Biasanya singkat-singkat saja. Saya gemetar ingat itu.
Sejak itu Gus Sholah ngendika tak bakal maju lagi. Alasannya usia. Sudah sepuh. Itu dikatakan kepada saya. Kami kembali terlibat diskusi. Tentang masalah nasional. Tentang pesantren. Juga NU.
Menjelang Muktamar NU ke-33 di Jombang. 2015. Gus Sholah kembali didesak. Kanan-kiri. Alasannya: untuk menyelamatkan NU. Para ketua PCNU dan PWNU sering berkumpul.
Saat itu saya santai saja. Saya tahu Gus Sholah tak bakal maju. Karena beliau pernah ngendika kepada saya. Tapi desakan makin deras. Saya kontak Gus Sholah. Beliau dalam perjalanan. Menuju Jawa Tengah. Diundang PCNU. Saya bertanya, apa benar Gus Sholah maju. Belum ada jawaban pasti.
Desakan makin deras. Gus Sholah tak bisa menolak. Makin banyak yang minta maju.
Suatu saat saya dan Gus Sholah terlibat diskusi terbatas. Juga para kiai lain. Di ndalem kasepuhan Tebuireng. Nah, saat itulah. Muncul pembahasan tentang politik uang. Yang menyebabkan Gus Sholah kalah. Apa respon Gus Sholah?
“Jarak tempat saya (kediaman Gus Sholah) dengan makam kakek saya (Mbah Hasyim Asy’ari) dan ayah saya (KH A Wahid Hasyim) hanya 40 meter. Kakek dan ayah saya pasti nangis, jika saya main uang dalam Muktamar NU,” kata Gus Sholah.
Saya terhenyak. Pernyataan itu disampaikan lagi. Di depan para alumni Tebuireng. Di Surabaya. Menjelang Muktamar NU di Jombang. Ketika alumni menawarkan sanggup cari sponsor.
Ironisnya. Masih ada pihak yang tega menuduh cucu Hadratussyaikh itu bagi-bagi laptop dan uang. Saat Muktamar NU di Jombang. Fitnah itu dimuat media nasional. Saya pun cari informasi. Ternyata laptop itu dari kandidat lain. Tapi si pemfitnah mengira dari Gus Sholah.
Saya makin mengagumi Gus Sholah. Kiai bersih. Tokoh berkarakter. Berakhlak mulya. Penuh integritas. Gus Sholah mewarisi akhlak KH A Wahid Hasyim dan Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari. Ayahanda dan kakeknya. Wallahu a’lam bisshawab.
Penulis, praktisi media, alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News