Tafsir Al-Isra 81: Bersenang-senang di Hari Raya

Tafsir Al-Isra 81: Bersenang-senang di Hari Raya Ilustrasi

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

81. Waqul jaa-a alhaqqu wazahaqa albaathilu inna albaathila kaana zahuuqan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Dan katakanlah, “Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sungguh, yang batil itu pasti lenyap.

TAFSIR AKTUAL

Ayat kaji di atas (81) bertutur banyak hal, termasuk kebatilan yang luluh karena datangnya kebenaran. Tafsir aktual, lantas mengelaborasi ke berbagai sektor. Apakah patung karya seni, lukisan dan alat musik termasuk hal yang bathil yang mesti hancurkan?

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Biasanya, pada raya Id al-fitr seperti tahun ini, 1440 H, banyak pegelaran musik, pertunjukan seni atas nama agama, atas nama merayakan hari besar umat islam. Apa itu termasuk ibadah atau tidak, dibolehkan atau tidak? Silakan ikuti paparan di bawah ini :

Pertama, komentar Rasulullah SAW tentang hakekat hari Id al-Fitr. "...Hadza yaum akl wa syurb wa dzikr wa firasy. Hari idul fitr ini adalah: hari makan-makan, minum-minum, berdzikir, dan bercengkerama. Karena Id artinya pesta (bukan: kembali) dan Fitr artinya makan (bukan: kesucian). Sebulan penuh tidak boleh makan pada siang hari, kini diharuskan. Begitu pula bersenggama dengan istri, dilarang. Kini disilakan. Tapi jangan berlebihan dan los-losan, tetaplah berdzikir kepada Allah SWT.

Hebat sekali panduan Nabi kita ini. Pada hari idul fitr umat islam dipersilakan memuaskan nafsunya, makan besar, minum, dan bersenggama, tapi tetap dalam pengendalian wajar, berdzikir kepada Allah SWT. Apakah yang dilakukan para insan seni sudah seperti itu? Mana yang lebih dominan: umbar seni berbaur nafsu, atau ada dzikirnya yang mengendalikan?

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Kedua, pada hari raya Idul Fitr ada dua gadis kecil (belum balighah) sedang menemani ibu Aisyah R.A. di rumah. Ingat, waktu itu Aisyah juga masih remaja belia. Dua gadis itu bermain musik, menabuh rebana sambil bernyanyi gembira. Kemudian Rasulullah SAW datang, masuk rumah dan melihat dua gadis cilik itu. Beliau diam saja, tidak menegur, lantas istirahat di sudut ruang agak menjauh dengan posisi berpaling. Wajahnya menghadap keluar menghindari dua gadis yang bermain musik tersebut.

Tidak lama, kemudian Abu Bakr al-Shiddiq R.A. datang menyambangi rumah anak dan sekaligus menantunya. Melihat dua gadis bermain musik di rumah Nabi, Abu Bakar muram dan memarahi. "Berhentilah menabuh rebana....dst."

Mendengar suara Abu Bakr menghardik, Rasulullah SAW lantas memandangi sejenak dan bersabda: "Ya Aba Bakr, hadza yaum 'iduna..". Hai Abu Bakr, hari ini adalah hari raya kita. Dari kisah ini, silakan pembaca mau berkomentar apa... Misalnya:

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Pertama, Idul Fitri adalah hari pesta makan, maka semestinya semua bergembira dengan pesta internasional yang serentak ini. Tidak boleh ada seorang pun, dari agama apapun yang tidak bisa makan-makan di hari itu. Makanya, islam mewajibkan umatnya mengeluarkan zakat sebelum shalat Id dikerjakan. Berpuasa di hari itu hukumnya haram. Dan yang masih kemantenan, silakan bermain ranjang di pagi hari. Agar tidak terjebak dalam maksiat, ditekankan selalu berdzikir kepada-Nya.

Kedua, bermain musik, bersenang-senang di hari lebaran itu boleh, asal tidak tercampuri dengan perbuatan maksiat. Hindari maksiat dan hindari. Kenapa Nabi menekankan berdzikir? sebab syetan sedang membabi buta menggoda anak manusia di hari syawal itu. Silakan "syawwal" diartikan lepas, karena syetan lepas dari belenggu dan aktif kembali. Silakan diartikan meningkat, karena orang beriman meningkat ketaqwaannya setelah Ramadahn.

Syetan marah besar karena hasil godaannya setahun hangus oleh kesucian ibadah di bulan Ramadhan. Kecewa berat karena Tuhan mengampuni dosa anak manusia, baik dosa ke atas maupun dosa ke samping. Syetan, lantas menunjuk agen-agen maksiat untuk mengadakan tontonan dan pertunjukan yang melawan syariah. Syetan juga membungkam mulut para kiai, para da'iy, para ustadz, agar diam dan tidak menasehati para pelaku maksiat.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Ketiga, bermain musik itu "pekerjaan" kaum perempuan, bukan laki-laki. Tidak ada sahabat laki-laki zaman Nabi yang bermain musik. Pada penyambutan nabi Muhammad SAW datang ke Madinah saat hijrah, semua pemain rebana adalah cewek-cewek. "thala'a al-badr 'alaina...". Perkara Nabi diam saja melihat dua gadis kecil bermain musik, hal itu karena hari raya dan karena pemainnya masih kecil, sehingga aman dari maksiat. Meski tidak melarang, tapi Nabi berpaling dan membuang pandangan.

Ketiga, Abu Bakr al-Shiddiq yang berkunjung ke rumah Nabi SAW atau Aisyah R.A. adalah ajaran bersilaturrahim yang lintas. Tidak harus yang muda berkunjung ke yang tua. Yang tua berkunjung ke yang lebih muda juga dianjurkan. Ya, karena silaturrahim adalah ibadah. "Siapa duluan menjulurkan tangan ke temannya, maka dialah yang duluan masuk surga".

Silaturrahim yang tulus hanya karena Allah SWT semata akan punya nilai keluhuran yang tak terhingga. Diriwayatkan, ada seorang sahabat yang pergi menuju desa temannya yang ada di sebelah. Perjalanan tidak jauh dan di tengah jalan dihadang oleh dua lelaki yang sangat rupawan. Dua lelaki itu menyapa dan bertanya: "you mau ke mana?". Sahabat menjawab: "saya mau kunjung ke teman yang tinggal di desa sebelah".

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Dua laki-laki: "Kepentingan anda apa? Apa mau mengambil hak anda, seperti menagih utang atau mau memberi sesuatu?". Sahabat menjawab: "Tidak juga". Dua lelaki: "Lantas tujuan anda apa?". Sahabat: "saya hanya ingin bersilaturrahim saja, karena Allah SWT semata. Tidak ada maksud lain".

Subhanallah, ternyata dua lelaki itu mengangkat tangan dan berdoa untuk si sahabat tersebut dengan doa kebaikan yang luar biasa. Anda tahu, siapa dua lelaki tampan tersebut? Ternyata, mereka adalah dua malaikat utusan Allah SWT yang menjelma sebagai manusia, turun demi memberikan pelajaran betapa mulianya bersilaturrahim ke teman-teman dengan dasar lillahi ta'ala, tanpa kepentingan apa-apa.

Silaturrahim, walau dengan ada kepentingan tetap baik dan berpahala. Seperti berkunjung sembari memberi hadiah, untuk tujuan konsultasi, pendekatan, mengundang hadir di acara, bahkan menagih utang. Tuhan memberi pahala pada silaturrahimnya. Soal berikutnya, itu urusan lain.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Untuk itu, bersilatur-rahim yang tidak ada kepentingan apa-apa, hanya karena Allah SWT semata justru itulah yang bernilai sangat tinggi. Malaikat pun turun tangan mendoakan. Maka, sekali-sekali lakukanlah, lakukanlah dan lakukanlah. Meski tidak ketemu wajah pembaca, penulis berkunjung sembari berucap: "mohon maaf lahir dan batin. Taqabbal Allah minna wa minkum".

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO