Viral, Video Pimpinan Pondok Modern Gontor Berapi-Api Minta Kiai Jangan Diajari Pancasila

Viral, Video Pimpinan Pondok Modern Gontor Berapi-Api Minta Kiai Jangan Diajari Pancasila KH Hasan Abdullah Sahal. foto: istimewa

PONOROGO, BANGSAONLINE.com - Rekaman video pidato KH Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan Pondok Modern Ponorogo Jawa Timur, viral. Dalam video itu Kiai Hasan Abdullah Sahal secara berapi-api minta kiai jangan diajari . Sebab itu ada di pesantren.

“Kalau mau mencari datanglah ke , datanglah ke pondok pesantren. Kalau mau mencari kebangsaan masuklah ke pondok pesantren. Di sanalah kebangsaan. Kalau mau tahu pilar kebangsaan datanglah ke pesantren. Pesantren adalah guru kebangsaan, guru pilar kebangsaan,” tegas Kiai Hasan Abdullah Sahal yang disambut tepuk tangan audiens yang hadir. Kiai Hasan Abdullah Sahal tampak pidato di atas podium. Video ini beredar di grup-grup WhatsApp (WA). BANGSAONLINE.com menerima video ini, Senin (24/2/2020).

Baca Juga: BPIP Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila di Pasuruan

Ia menegaskan, jika pesantren diajari justru terbalik. “Terbalik kalau pesantren diajar! Terbalik!,” tegasnya lantang.

Menurut ia, ulama tidak perlu diajari tentang kebangsaan dan nasionalisme. “Kiai jangan diajari kebangsaan. Kiai jangan diajari nasionalisme. Karena nasionalisme adanya di pesantren. Pilar-pilar kebangsaan adanya di pesantren. Di luar pesantren, serigala…serigala…serigala…serigala,” katanya lantang.

“Betul?,” tanya Kiai Hasan Abdullah kepada audien yang dijawab betul. “(Diluar pesantren) ... perampok… perampok… bin perampok…,” tegas Kiai Hasan Abdullah Sahal lagi.

Baca Juga: Pjs Bupati Kediri Ingatkan ASN Jaga Netralitas di Pilkada 2024

Penelurusan BANGSAONLINE.com, video ini beredar di YouTube. Hingga berita ini ditulis (Senin sore/24/2/2020) video itu sudah ditonton 628 orang.

Tampaknya video ini rekaman pidato cukup lama. Tertulis tanggal 22 September di backdrop. Tak jelas, apakah video ini diedarkan pihak tertentu terkait dengan munculnya kontroversi pernyataan Kepala Badan Pembinaan Ideologi () Prof. Dr. Yudian Wahyudi yang menyebut musuh terbesar adalah agama. Yang kemudian juga disusul dengan pernyataan kontroversi salam .

Namun pihak sudah mengklarifikasi. " tidak pernah mengusulkan penggantian Assalamualaikum dengan Salam . Yang disampaikan adalah mengenai kesepakatan-kesepakatan nasional mengenai tanda dalam bentuk salam dalam pelayanan publik, dalam kaitan ini kesepakatannya adalah Salam ," demikian Direktorat Sosialisasi Komunikasi dan Jaringan dalam siaran persnya, Sabtu (22/2/2020).

Baca Juga: Amanat Plt Bupati Lamongan di Peringatan Hari Kesaktian Pancasila

Awalnya, Yudian menjawab pertanyaan presenter Blak-blakan detikcom Sudrajat perihal salam assalamualaikum di hadapan publik. Yudian mengatakan, assalamualaikum diucapkan secara total sejak era reformasi tanpa pandang agama. Kini, salam justru dilengkapi supaya genap dengan nuansa lima atau enam agama. Menurut Yudian, ini justru menjadi masalah baru. Yudian kemudian sepakat dengan ide salam .

"Iya, Salam . Salam itu kan maksudnya mohon izin atau permohonan kepada seseorang sekaligus mendoakan agar kita selamat. Itulah makna salam. Nah Bahasa Arabnya Assalamualaikum Wr Wb," ujar Yudian dalam video Blak-blakan detikcom.

"Wong Nabi Muhammad SAW saja mendoakan raja Najasi yang Kristen saat wafat. Ada unsur kemanusiaan. Nah kita juga begitu, ngomong Shalom tidak ada unsur teologisnya. Wong kita sampaikan (salam) supaya kita damai. Maaf, bagi orang Kristen mengucapkan salam juga tidak menjadi bagian teologis. Itu kode nasional yang tidak masuk dalam akidah. Kalau bisa dipakai tidak masalah." pungkas Yudian.

Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Ajak Teladani Nilai Pancasila Sebagai Semangat Wujudkan Indonesia Emas 2045

Dari pernyataan Yudian seperti tersebut di atas, menegaskan tidak ada satu pun narasi yang semata menyatakan penggantian assalamualaikum dengan salam .

menjelaskan, salam pertama kali dikenalkan oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Dewan Pengarah di hadapan peserta Program Penguatan Pendidikan di Istana Bogor tanggal 12 Agustus 2017.

Salam dilakukan dengan mengangkat lima jari di atas pundak dengan lengan tegak lurus. Makna mengangkat kelima jari di atas pundak adalah sebagai simbol penghormatan seluruh elemen masyarakat terhadap lima sila . Penghormatan dan pelaksanaan sila-sila mesti dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat, mulai dari pejabat negara hingga seluruh anggota masyarakat. (tim)

Baca Juga: Pj Wali Kota Kediri Pimpin Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO