Tafsir Al-Isra 90-93: Nabi Itu Bukan Tuhan

Tafsir Al-Isra 90-93: Nabi Itu Bukan Tuhan Ilustrasi. foto: NU Online

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

90. Waqaaluu lan nu’mina laka hattaa tafjura lanaa mina al-ardhi yanbuu’aan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Dan mereka berkata, “Kami tidak akan percaya kepadamu (Muhammad) sebelum engkau memancarkan mata air dari bumi untuk kami,

91. Aw takuuna laka jannatun min nakhiilin wa’inabin fatufajjira al-anhaara khilaalahaa tafjiiraan

atau engkau mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu engkau alirkan di celah-celahnya sungai yang deras alirannya,

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

92. Aw tusqitha alssamaa-a kamaa za’amta ‘alaynaa kisafan aw ta/tiya biallaahi waalmalaa-ikati qabiilaan

atau engkau jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana engkau katakan, atau (sebelum) engkau datangkan Allah dan para malaikat berhadapan muka dengan kami,


Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

PENGANTAR

Aneh-aneh sikap orang kafir terhadap Nabi utusan Tuhan. Kalau nggak mau percaya, ya sudahlah. Silakan ingkar, tapi jangan macam-macam. Dua macam gaya berkafir-kafir terhadap utusan Tuhan. Pertama, mengingkari sebagai utusan dan ini yang terbanyak. Model ini menimpa kebanyakan para Rasul, seperti nabi Nuh, Luth, Ibrahim, Musa, Muhammad 'Alaihim al-shalah wa al-salam dan, lain-lain.

Kedua, berlebihan menghormati, sehingga menjadikannya sebagai Tuhan. Ini menimpa pada diri nabi Isa ibn Maryam A.S. yang oleh kaum nasrani diangkat menjadi Tuhan. Artinya, kerasulan atau kenabian Isa diingkari, sehingga Isa bukan lagi Nabi atau Rasul. Isa anak lelaki Maryam naik derajat menjadi Tuhan. Soal manusia mukso dadi Pengeran tentu debatable dalam studi agama.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Ayat kaji ini mengangkat kebawelan kaum kafir jahiliah yang menuntut macam-macam kepada nabi Muhammad SAW. Dalihnya adalah sebagai persyaratan agar mereka bisa iman setelah persyaratan dipenuhi (... Lan nu'min lak hatta ...). Syarat-syarat itu dikemukakan begitu fantastis dan tidak masuk akal. Senagaja dibuat begitu agar mereka tidak dipersalahkan bila tidak beriman. Aslinya, dasar kafir, meski dipenuhi segala persyaratan tetap saja kafir.

Enam tuntutan yang mereka ajukan kepada Nabi Muhammad SAW telah terekam dalam ayat kaji di atas, yakni:

Pertama, mereka menuntut agar nabi Muhammad SAW menghadiahi mereka mata air segar yang keluar dari bumi gersang kota Makkah (... tafjur lana min al-ardl yanbu'a). Kedua, atau menghadiahi kebun rindang berisikan tanaman kurma dan anggur. Lalu, di celah taman itu mengalir sungai-sungai jernih, indah nan mempesona (... takun lak jannah min nakhil wa 'inab fatufajjir al-anhar khilalah tafjira).

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Ketiga, hendaknya Nabi bisa meruntuhkan langit jatuh berkeping-keping ke bumi ini (... tusqit al-sama' kama za'amt 'alaina kisafa ...). Keempat, menuntut agar Tuhan Allah SWT turun ke bumi bersama para malaikat mendampingi Nabi (... ta'tiy bi Allah wa al-malaikah qabila).

Kelima, agar nabi mempunyai rumah pribadi yang super mewah, di mana materialnya terdiri atas emas murni dan barang-barang berharga lainnya (yakun lak bait min zukhruf) dan keenam, agar nabi terbang ke langit dan turun membawa kitab suci yang bisa mereka baca secara langsung (... tarqa fi al-sama' fa lan nu'min lak hatta tunazzil 'alaina kitab naqra'uh).

Digeruduk wong kafir dengan sekian tuntutan yang tidak masuk akal, nabi mulia itu hanya terdiam. Dan sebentar kemudian, Tuhan langsung menjawab. Jawablah wahai Muhammad: "Maha suci Tuhan, sesungguhnya aku ini hanyalah manusia biasa yang diamanati sebagai utusan. Bukan Tuhan yang maha bisa segalanya. "... subhan Rabby hal kunt illa basyar rasula".

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Bila enam tuntutan di atas di-breakdown, kiranya terbaca seperti ini:

Bahwa tuntutan pertama dan kedua adalah memanfaatkan kondisi tanah Makkah yang kering dan tandus, tiada air dan beriklim sangat tropis. Hujan adalah benar-benar augerah, sehingga nabi pun menyebutnya sebagai rahmah. Mustahil ada air mengalir jernih secara alami di celah-celah kebun kurma dan anggur. Buahnya lebat, air tersedia dan tanpa upaya apa-apa.

Itu benar-benar surga yang ditransfer ke bumi. Tidak mungkin terjadi zaman itu. Beda dengan sekarang, di mana pengairan telah diupayakan dengan teknologi tinggi sedemikian maju dan raksasa, sehinga kini tidak sulit menjumpai kebun macam itu.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Dilihat dari materi tuntutan, terbaca bahwa ide itu lahir dari kaum kafir kebanyakan, karena alam mereka demikian, dan setiap orang pasti merindukan. Mata air dan pepohonan rindang berbuah, lazim dinikmati bersama. Tidak ada yang tidak membutuhkan air macam itu, sehingga orientasi tuntutan ini adalah kepentingan dan kenyamanan hidup.

Yang bisa kita petik sebagai pelajaran adalah, agar pribadi sang pemimpin punya kelengkapan skill. Hendaknya sebisa mungkin bisa mensejahterakan dan menyamankan taraf hidup umat. Pemimpin yang pengusaha dan banyak memberi manfaat kepada umat secara finansial, logikanya lebih punya power dalam manaklukkan hati umat.

Dari materi tuntutan ketiga dan keempat, di mana Nabi dituntut mampu meruntuhkan langit atau di-back up Tuhan dan para malaikat. Hal itu menunjukan, bahwa yang mereka kehendaki dari seorang Rasul adalah punya kesaktian tingkat tinggi, hingga langit pun bisa diruntuhkan berkeping-keping. Atau komunikasinya dengan langit sangat kuat.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

Setidaknya sebagai pelengkap agar para juru dakwah, kiai, atau pemimpin punya sedikit kesaktian yang luar biasa, atau keahlian khusus di atas manusia kebanyakan. Silakan yang bisa ndukun dan pertabiban. Pasien kronis yang berhasil sembuh via sentuhan tangan anda akan punya kepatuhan lebih terhadap diri anda.

Seorang anak bimbang memilih agama, Islam atau Katolik. Gara-garanya, si ibu yag beragama Islam sakit berkepanjangan dan terus berdoa kepada Allah SWT, tapi tidak kunjung sembuh. Si ayah yang beragama Katolik membisiki: "coba saja Mam, kita ke gereja dan berdoa di sana, siapa tahu Tuhan memberi kesembuhan". Si ibu menurut, dan ternyata cepat sembuh. Karena alam pikirnya pendek, lalu ibu tersebut masuk Katolik.

Si anak yang sudah berpendidikan berpikir: "Apa iya Tuhannya orang islam itu tidak sakti, atau memang Allah itu bukan Tuhan beneran. Atau apakah Tuhannya orang Katolik itu lebih pemurah?

Di sisi lain dia juga menyaksikan: Tapi kok ada juga orang Katolik di sono sakitnya lebih lama dan lebih kronis dari ibu, dia lebih sering ke gereja, bahkan sangat akrab dengan para pendeta, tapi kok tidak sembuh juga sampai sekarang?

Di sudut sana, ada orang Islam yang sakit kronis dan lama. Ternyata sembuhnya bukan oleh dokter, melainkan karena doa dan sedekahnya banyak sekali. Si tetangga itu sakit dan perutnya membesar busung. Di rumah sakit lama tak sembuh. Setelah diistighatsahi, khataman al-qur'an, dan dibacakan surah-surah tertentu, ternyata sembuh.

Dan anak itu berpikir, sesungguhnya Tuhan itu siapa? Lalu di mana sesungguhnya peran Tuhan dan seterusnya? Andai ada kiai sakti yang sentuhan tangannya menjadi sebab sembuhnya si ibu tersebut, maka si anak akan lebih mantap memilih agama Islam.

Kelima, menuntut agar nabi punya rumah super mewah, berlapis emas murni. Itu artinya, ada lapisan masyarakat yang menghendaki agar pemuka agama atau pemimpin itu tidak hanya kaya kebijakan, kaya ilmu, kaya kejujuran, melainkan juga kaya harta, dan kebendaan.

Meski tuntutan ini materi, tetapi tidak bisa begitu saja kita nafikan. Hati manusia lebih mantap jika punya pemimpin bersih dan berkecukupan. Logikanya, kekayaan negara lebih aman di tangan pemimpin macam itu. Memang sulit dibuktikan, tetapi bisa dirasakan, bahwa kadang ada konglomerat yang memandang sebelah mata terhadap kiai, ustadz, penceramah, atau guru agama yang miskin.

Keenam, tuntutan pembuktian kitab suci yang cara ngunduhnya tersaksikan. Mereka menuntut sang Nabi terbang ke langit dan turun membawa kitab suci bertuliskan firman Tuhan. Lalu mereka bisa membacanya sendiri.

Itu artinya, mereka tidak mempercayai sosok Muhammad SAW sebagai utusan atau penerima wahyu atau kitab suci. Walhasil, wahyunya diimani, tapi Muhammad-nya diingkari. Maunya, dengan langsung menyaksikan sendiri dan membaca sendiri kitab suci itu, maka peran Muhammad tidak ada apa-apanya bagi mereka. Mereka gengsi berat jika Muhammad menjadi Rasul pemandu keyakinan mereka.

Nyatanya, basic sosial atau latar belakang pemuka agama lebih mantap jika dari strata luhur, dibanding dengan dari rakyat jelata. Sama-sama shalih, sama-sama berilmu, bijak, kaya dan sebagainya, yang satu anak kiai besar dan yang satu anak petani biasa, biasanya umat lebih cenderung memilih yang anak kiai sebagai pemuka. Allah a'lam.  

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO