GRESIK, BANGSAONLINE.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Fajar Trilaksana (FT), Andi Fajar Yulianto, S.H. menyikapi hiruk pikuk program Jaring Pengaman Sosial (JPS) dampak wabah virus Corona (COVID-19) di Kabupaten Gresik.
Pasalnya, beberapa hari ini program JPS berupa bantuan langsung tunai (BLT) itu menjadi konsumsi hangat publik, lantaran data penerimanya masih amburadul. Fajar menilai data penerima JPS dari pemerintah kurang update.
Baca Juga: Hadiri Haul Bungah, Plt Bupati Gresik Ingatkan Agar Tak Ada Perebutan Kekuasaan
"Banyak ditemukan data calon penerima JPS BLT bukan orang yang patut," ujar Fajar kepada BANGSAONLINE.com, Sabtu (2/5).
Menurut Fajar, seharusnya data penerima bantuan JPS BLT itu berangkat dari bawah (bottom up), yakni usulan dari RT atau Kepala Desa. Kemudian, data diverifikasi/validasi di musyawarah desa (musdes) yang dihadiri oleh para ketua RT, RW, BPD, perangkat desa, pendambing desa, dan babinsa/bhabinkamtibmas.
"Setelah klir, data dikirim ke pemerintah," jelas Fajar.
Baca Juga: Banggar DPRD Gresik Pastikan Target PAD 2024 Senilai Rp1,597 Triliun Tak Tercapai
Namun, lanjut Fajar, data yang ada saat ini justru terkesan tumpang tindih. Desa mengusulkan data untuk diverifikasi pemerintah, sebaliknya pemerintah juga menurunkan data calon penerima untuk diverifikasi oleh desa. "Akhirnya gak selesai-selesai persoalan data ini, sementara masyarakat calon penerima makin lama menunggu," ungkapnya.
Fajar menyarankan, agar pemerintah tidak terjebak pada 14 syarat kriteria yang telah ditetapkan oleh BPS atau Mendes PDTT. Sebab, filosofi turunya bantuan ini karena adanya pandemi wabah COVID-19.
"Jadi, JPS BLT ini sifatnya insidentil, jadi harus ada diskresi syarat dan ketentuan yang diperoleh sebagai calon para penerima bantuan. Yakni, mereka yang menerima adalah benar-benar data baru, yaitu warga miskin baru yang telah nyata terdampak adanya wabah COVID-19 ini," terang Sekretaris DPC Peradi Gresik ini.
Baca Juga: Di Ponpes Tanbihul Ghofilin, Plt Bupati Gresik Sosialisasikan Cegah Kekerasan Perempuan dan Anak
Menurut Fajar, berdasarkan pengamatannya, ada indikasi calon penerima BLT adalah data lama yang telah mendapatkan bantuan dari sumber lain. "Mengapa? Karena masih mengacu pada database PKH atau BPNT, maupun bantuan lain yang telah masuk dalam DTKS," ungkapnya.
"Di sisi lain, dalam upaya pencegahan sebaran COVID-19, warga diminta kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan protokoler, salah satunya stay at home atau tidak keluar rumah jika tidak penting. Kebijakan pemerintah ini pun juga berat dilaksanakan oleh saudara-saudara kita yang penghasilannya sifatnya harian. Di mana, hari ini kerja, hasilnya untuk makan besoknya. Ini yang harus menjadikan perhatian khusus oleh pemerintah," katanya.
"Kebijakan protokoler COVID-19 ini sudah berapa hari diberlakukan sebelum PSBB ditetapkan. Sehingga, bisa kita bayangkan betapa berat mereka untuk bertahan beberapa minggu ke depan, apalagi tidak punya tabungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya," sambungnya.
Baca Juga: Pendukung Kotak Kosong di Gresik Soroti Rendahnya PAD 2024
Untuk itu, Fajar menyarankan kepada pemerintah tanggap dengan kondisi yang dialami oleh masyarakat. "Kita tidak tahu kapan wabah COVID-19 ini berakhir, jika berkepanjangan, maka warga terdampak akan semakin berat menjalani hidupnya. Jangan sampai ada kegaduhan sosial di kemudian hari. Untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah harus cepat mencairkan bantuan JPS BLT tersebut," pungkasnya. (hud/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News